Cinta ... tak hanya sekadar kata-kata, tapi juga tindakan.
♡♡♡
Hari-hari dilalui Fathan dengan hampa. Semenjak sang guru tahu dirinya pernah masuk toilet wanita, senyum cantik itu tak lagi mekar untuknya. Seperti saat mereka berpapasan atau pun ketika sang guru sedang di kelas. Ia menjadi serba salah. Atau mungkinkah ini sekedar perasaan Fathan? entahlah.
"Than. Pinjemin gue Pr fisika."
Sampai dua kali sahabatnya mengajaknya bicara, dirinya masih melipat tangan. Bungkam.
"Than! seThan!"
Tepat di dekat telinga, Hanan meneriakinya. Disodorinya Hanan tatapan menajam.
"Sori. Loe kenapa, sih? ada masalah?"
"Enggak."
"Diisengin lagi sama Hilya?"
Yang diajak bicara menggeleng.
"Loe nggak mau cerita sama gue?"
Buat apa juga. Walaupun Fathan bercerita panjang lebar, yang ada dirinya malah akan ditertawakan. Bukannya memberi solusi. Ini lebih rumit dari masalahnya yang sering beradu mulut dengan sang kakak.
Kali ini Fathan sedikit mengangkat wajah.
"Gue nggak bisa cerita detailnya, Nan. Yang jelas, gue lagi bingung."
"Loe pernah nggak, Nan. Pas loe udah njelasin semua dengan jujur, eh loe malah nggak dipercaya. Dan itu sedikit fatal. Padahal udah minta maaf. Bingungnya gue nggak tau harus gimana biar dimaafin."
"Tapi sesuatu butuh bukti, Than. Baru orang mau percaya. Maaf belum tentu memperbaiki semua."
"Ya itu juga masalahnya. Kesalahan yang gue maksud udah berlalu. Tapi terbukanya malah sekarang."
"Gue jadi penasaran, kesalahan loe apaan, sih? terus loe buat kesalahan sama siapa?"
"Nggak bisa cerita gue. Males."
"Hehehe. Mungkin loe kurang menyakinkan kali pas minta maaf. Nggak ada nyesel-nyeselnya. Coba loe usaha yang lebih keras lagi."
***
Bel pulang sekolah sudah mengalun sejak setengah jam yang lalu. Sebelum perempuan yang akan ditemuinya beranjak pergi, ia sudah lebih dulu mengetuk pintu ruangan. Seperti yang Hanan sarankan, dirinya harus berjuang lebih keras lagi.
Nuha menaikkan wajah dan mempersilahkan masuk. Ia sendiri sedang membereskan meja.
"Assalamualaikum, Us."
Sedikit heran. Apa masalah kemarin yang membuatnya datang kemari.
"Waalaikumsalam. Kamu ada perlu apa, Than?" responya standar. Sembari tanganya masih bergerak menata tumpukan kertas.
Helaan nafas panjang ia keluarkan."Perihal masalah saya masuk ke toilet perempuan itu saya kemari untuk meminta maaf lagi, Us." Fathan menunduk dalam-dalam.
"Ow itu. Saya sudah konfirmasi ke Bu Maryam, Than. Memang benar kata beliau waktu itu kamu memang sedang dikejar beliau sesuai dengan pengakuan kamu."
"Lalu, Us?"
"Tapi mengenai kamu masuk ke toilet perempuan itu tetap saja tidak dibenarkan. Lagi pula untuk apa kamu harus lari kalau kamu tidak bersalah."
Iya juga. Situasi menekannya waktu itu, cemeti Maryam lebih menyeramkan membuatnya harus berpikir cepat.
"Iya, Us. Saya mengaku salah. Maka dari itu saya kesini untuk meminta maaf. Saya menyesali perbuatan saya."
"Kamu masih beruntung, Than. Bersembunyi disana tidak menyelesaikan masalah, kan? malah sebaliknya kalau kamu ketauan kamu bisa dikeluarkan. Jangan pernah kamu ulangi hal seperti itu lagi. Pikirkan dengan matang sebelum kamu ngambil tindakan."
"Iya, Us. Fathan dimaafin, ndak?"
"Saya pribadi sudah memaafkan. Tapi hukuman sekolah tetap berlaku."
"Baik, Us. Saya mau bertanggung jawab atas kesalahan saya."
"Dari kejadian ini kamu ambil saja sisi positifnya. Jangan menyalahkan siapun. Belajar ikhlas. Kamu sudah besar kan? pikiran juga harus dewasa."
"Iya, Us. Hukumanya kira-kira apa ya Us?"
Mengambil jeda, Nuha membolak-balik buku peraturan sekolah.
"Besok bawa hp kamu. Selama lima hari hp saya sita."
Bukanya ini harusnya Hilya juga harus mendapat hukuman. Itu kan kesalahanya juga. Ikhlas Fathan ikhlas. Lima hari kamu puasa main game. Ambil sisi positifnya, Toh cuma hp saja. Kamu semakin punya waktu untuk belajar. Yang terpenting Nuha sudah memberi maaf.
"Baik, Us. Besok saya akan bawa."
"Okey. Kalau gitu hati-hati di jalan." Belum juga sepuluh menit mereka bertemu, Nuha mengusirnya halus.
Sebelum kakinya melangkah ke ambang pintu, Fathan mengeluarkan sesuatu dari tasnya. Nuha memperhatikan gerak-geriknya.
Dengan gemetar Fathan menyodorkan setangkai bunga mawar kepadanya.
"Ini ungkapan terima kasih karena Us sudah mau maafin kesalahan saya." Fathan berharap Nuha mau menerima bunga itu.
"Aduh, Fathan. Kamu ini." Nuha dibuat geleng-geleng kepala.
"Terima, Us. Please...," ujarnya dengan penuh ketulusan.
Tangan mulus itu terulur menerima bunga.
"Terima kasih."
Tidak pernah menduga ia akan dapat bunga. Dari muridnya pula. Dulu sih ia biasa diberi bunga kertas oleh murid SD, murid les nya. Tapi ini beda. Seorang Fathan yang usia remajanya memasuki akhir tentu membuatnya merasa aneh sendiri. Tapi tenang, Nuha bukan perempuan bertipe mudah terbawa perasaan.
"Kembali kasih, Us. Assalamualaikum."
Tanpa mereka tahu, tangan jahil seseorang menangkap potret mereka dari balik jendela kaca. Tepat ketika Nuha menerima bunga pemberian Fathan. Mungkin akan dijadikanya senjata suatu hari nanti. Dengan seringai,sosok itu bergegas pergi sebelum kaki Fathan keluar dari sana.
KAMU SEDANG MEMBACA
I Love You Ustadzah (Lengkap Dan Revisi)
RomanceLebihkan cintamu hanya untuknya, bukan pada ciptaanya yang belum tentu adalah taqdirmu ~Nuha~ Cinta itu sederhana, tapi untuk melupakanya tak sesederhana itu 1 in Membaca 5 in Pesantren (Sabtu, 22 Sept...