Hampir saja jantung Karmel berdetak kencang saat mendengar Jihoon akan mengantarnya pulang. Dia membayangkan jika Jihoon akan mengantarnya dengan mobil atau sekurang-kurangnya motor.
Tapi itu hanya ilusinya saja. Jihoon mengantar Karmel menggunakan kendaraan umum. Dan sekarang mereka sedang menunggu bus di terminal tengah malam.
Suasana cukup sepi karena tidak ada yang membuka suara. Jihoon sibuk melihat ke arah jalan berharap bus terakhir akan segera datang. Sedangkan Karmel tidak menemukan topik lain untuk bicara dengan Jihoon. Sepertinya dia sudah kehabisan topik karena berbincang seharian dengan Jihoon dari siang.
Karmel bergerak meraih ponselnya. Seharian ini dia tidak menyentuhnya karena asik dengan Jihoon. Dia bahkan tidak sadar sudah banyak pesan dan panggilan dari oppa-nya.
Karmel memutuskan untuk menghubungi oppa-nya daripada membaca pesan yang sudah menumpuk itu.
"Yeo-"
"Kau di mana? Kenapa tidak membalas pesanku? Telepon juga tidak diangkat. Kenapa sudah malam begini belum pulang? Sekarang kau di mana? Aku akan menjemputmu. Kau baik-baik saja kan? Tidak terluka atau diculikkan? Kenapa diam? Kau masih di sanakan? KARA-ya!!!"
Karmel menjauhkan ponsel itu dari telinganya. Suara oppa-nya yang kencang dan panjang itu sungguh menyakiti telinga. Dia tau kekhawatiran oppa-nya. Tapi setidaknya berikan waktu untuk dia menjawab.
"Ne oppa. Nan gwaenchana. Sekarang aku sedang menunggu bus untuk pulang. Oppa tenang saja, aku bersama temanmu. Mianhaeyo, oppa. Aku tidak mendengar pesan atau panggilan masuk. Sudah ya oppa, busnya sudah datang." Jawab Karmel. Santai dan tenang.
"Hati-hati. Jangan matikan ponselmu! Aku akan mengawasimu."
"Nde, oppa." Ucap Karmel. Penuh menekanan. Lalu tanpa aba-aba, panggilan itu berakhir secara sepihak.
Karmel pun kembali memasukkan ponselnya ke dalam tas dan melihat ke arah Jihoon yang sedari tadi memandanginya ketika mengangkat telepon.
"Tadi oppa-ku." Jelas Karmel sebelum Jihoon bertanya.
"Suara oppa-mu kencang juga ya. Seperti Soo- Seperti kenalanku." Ucap Jihoon. Hampir saja dia kelepasan menyebutkan nama Soonyoung.
"Dia kalau khawatir memang seperti itu. Biasa. Seorang kakak." Senyum Karmel. Memperlihatkan gigi putihnya itu.
Jihoon menanggapinya dengan sebuah anggukan. Lalu kembali melihat ke arah jalanan. Namun Karmel masih setia memandangi Jihoon. Wajahnya tampak bersinar walaupun di tengah kegelapan.
Mungkin mengelihatanku mulai bermasalah. Karmel mengucek matanya sendiri.
"Jihoon-ah.." Panggil Karmel.
"Kau bisa melihat dengan benar?" Tanya Karmel.
Jihoon mengerutkan keningnya. Tidak mengerti apa maksud pertanyaan Karmel. "Maksudmu?"
Tangan Karmel bergerak menyentuh matanya sendiri. "Kacamatamu ke mana?"
Jihoon mengerjapkan matanya. Tangannya ikut bergerak memegang area matanya. Aigoo! Aku lupa mengambil kacamata cadanganku. Umpat Jihoon.
"Eh.. Itu.. Kacamataku rusak karena bertengkar dengan berandal yang hampir menculikmu itu." Jawab Jihoon. Gagap.
"Ohh.. Omona. Kacamatamu sampai rusak. Mianhaeyo. Aku akan segera menggantikannya. Katakan saja berapa minus yang kau punya."
"Tidak perlu. Aku memiliki cadangannya. Aku hanya lupa memakainya tadi." Alasan Jihoon.
"Benar tidak apa? Chakkaman.." Karmel menyentuh dagu Jihoon. Membulak-balikkan wajah Jihoon yang dilihatnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sweet Lie
FanfictionKalau diberikan kesempatan untuk memiliki wajah cantik dan tubuh sempurna, apa kalian akan merasa senang dan beruntung? Mungkin sebagian besar jawabannya 'Iya'. Namun berbeda dengan Karmel. Gadis populer ini tidak menggunakan kesempurnaannya dengan...