38. Coklat

327 58 32
                                    

Di saat seseorang bahagia, tentu saja akan ada yang tersakiti.

Dari pintu kelas lain, seseorang melihat adegan pelukan itu dengan mata yang sudah berkaca-kaca. Menggenggam engsel pintu yang menyembunyikan tubuhnya dari kedua kekasih itu. Walaupun dia ragu jika keduanya akan mengetahui dirinya ketika sedang asik berdua itu.

"Jangan menyiksa diri sendiri kalau itu menyakitkan." Mira terlonjak kaget saat seseorang lagi-lagi memergoki dirinya.

"Kau lagi! Kenapa kau ada di mana-mana sih!?"

"Mungkin karena aku bisa merasakan perasaan seseorang dari gerak geriknya." Balas Wonwoo. Masih sama santainya seperti terakhir kali mereka bertemu tadi di atap. Kali ini pun Wonwoo membalasnya dengan santai. Bersender ditembok depan kelasnya sambil menyilangkan tangannya dengan wajah yang tetap datar dan tatapan yang dingin.

Mira menggerutu pelan dengan tanggapan Wonwoo yang dianggapnya tidak masuk akal. Dia pun niatnya ingin kembali melihat ke arah Jihoon dan Karmel sebelum Wonwoo lagi-lagi menaikkan darahnya.

"Lagi berusaha menangis ya. Sepertinya percuma. Kalau mau coba menangis lebih baik iris saja bawang terus taruh irisan itu dekat mata. Nanti juga nangis."

"Kenapa kau jadi berisik sih?!" Kesal Mira.

"Aku hanya kasihan dengan kau yang tidak bisa move on dari Jihoon."

"Sejak kapan kau peduli dengan orang?" Sindir Mira.

"Jadi kau bukan orang?" Mira mendiamkan dirinya dengan kesal. Sungguh. Wonwoo makin menyebalkan karena Mira tidak bisa melawan ucapan si genius ini.

"Aku memang tidak tau bagaimana bentuk perasaanmu saat ini.."

"Karena memang kau tidak punya hati." Celetuk Mira. Membuat Wonwoo menghembuskan nafasnya kasar berusaha bersabar.

"Tapi aku mengerti saat orang yang sudah ku kenal sedang tidak dalam kondisi yang baik." Lanjut Wonwoo. Tidak terbawa emosi Mira.

"Memangnya kita sedekat itu untuk kau harus mengetahui keadaanku?"

"Kau teman dari sahabatku. Secara tidak langsung kau juga adalah temanku. Apa salahnya aku menjadi pendengarmu untuk saat ini? Kau juga tidak punya teman lain kan?"

Mira mencibir pelan. Jika sampai Mira menceritakannya pada Wonwoo, mungkin dia akan cepat emosi karena setiap sindiran dan cibiran yang langsung mengena di hatinya.

"Tapi aku bangga kau mau merelakan perasaanmu pada Jihoon. Bagiku itu adalah tindakan yang hebat."

Mira terkejut mendengar ucapan itu keluar dari bibir Wonwoo. Mira bahkan sampai berkata, "Aku tidak tau bibirmu bisa mengatakan hal baik seperti pujian seperti itu."

Wonwoo menyunjingkan senyumnya dan tertawa pelan karena itu. Jihoon benar. Mira terlalu jujur untuk orang yang pintar. Atau terlalu emosional? Wonwoo membatin.

Saat Wonwoo masih berkutat dengan pikirannya, Mira terpukau untuk sesaat ketika melihat tawa kecil dari Wonwoo. Sangat kecil namun begitu membekas. Apa karena dia jarang tersenyum, jadi rasanya aku sedikit terpukau? Sedikit saja. Tidak lebih. Elak Mira dalam hati.

"Ya.. Apapun itu, aku bisa menjadi pendengar juga penyalur emosi yang baik untukmu." Wonwoo mendekatkan jarak mereka. Lebih dekat dari yang di atap. Dengan sengaja Wonwoo menunjukkan wajahnya tepat di depan wajah Mira. Memperlihatkan mata sipit yang tajam itu lalu tersenyum simpul yang hanya Mira yang bisa menyadarinya.

"Aku tidak akan marah setiap kau emosi karena seperti katamu. Aku tidak mempunya perasaan yang seperti itu." Ucap Wonwoo dengan suara kecil. Lalu memposisikan dirinya kembali semula. Mengacak rambut Mira sedikit dan mendatarkan wajahnya kembali.

Sweet LieTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang