Julian
Kalau ditanya kenapa gue tinggal di sini, jawabannya karena ya mau aja. Kalau ditanya kenapa ngekost dibandingkan PP Tangerang - Jakarta naik commuter line, ya mau aja. Bukan karena waktu yang dihabiskan, bukan juga karena jarak yang ada. Ya karena alasan gue mau aja. Gue juga mau kali cari suasana baru, sumpek kalau begitu-begitu mulu.
Sebenarnya rumah ini juga bukan kosan kok. Emang rumah biasa, punya adeknya Papa gue. Kok kamarnya bisa pas ada banyak kaya macam kosan? Ya jangan tanya gue, tanya sama Paman gue yang desain rumah sedemikian rupa. Paman gue cuma titip pesan kaya gini sebelum satu keluarga pindah ke Medan, dilanjutkan dengan rutinitasnya yang cukup sering bolak balik Singapura.
"Kalau mau dijadiin kosan sih terserah kamu, Jul. Biar kamu ada temen juga, tapi syaratnya kalau mau tinggal di sini harus kenal satu sama lain."
Sistem di sini sih kaya layaknya anak kosan biasa, tapi biayanya mungkin cuma setengah dari kosan biasa atau bahkan seperempat? Seinget gue sih perorang bayar lima ratus ribu ke Paman gue soalnya gue enggak disuruh bayar, jadi kurang ingat. Katanya itu kalau dihitung sih totalnya sama aja kaya ngontrak rumah setahun.
Ya, tapi mana ada kontrak rumah dua lantai lima kamar cuma dua puluh empat juta? Ya gak tahu sih, mungkin Paman gue udah kebanyakan uang jadi dikasih murah. Atau Paman gue menganggap kita semua sebelas dua belas mirip anak jalanan yang butuh rumah, jadinya dikasih murah. Kan gak tahu juga.
Terus paling patungan sama anak lain buat bayar tagihan listrik sama air. Kalau barang-barang elektronik yang ada, itu punya Paman gue semua. Paman gue pindah rumah ke Medan, jadi semua barangnya ditinggal di rumah ini. Yang agak sulit itu syarat buat tinggal di sini. Karena syarat awal adalah saling kenal, jadi gue akan memberikan nomor telepon Paman gue ke mereka yang mau tinggal. Kalau diijinin ya berarti tinggal tempatin kamar.
Jadi gue agak sebel setiap ada yang tanya "Emang lo dari mana, Jul?" dan ketika gue jawab dari Tangerang mereka selalu protes.
"Lah, kan bisa naik kereta, Jul. Lebih hemat juga, ngekos di Jakarta kan lumayan mahal."
Ya elah, gue yang ngekost padahal rumah di Tangerang diprotes. Akella yang pilih PP Tangerang - Jakarta juga pada ditanya kaya gini, "Jauh ya kuliahnya, gak ngekos aja?"
Terus yang benar tuh harus bagaimana? Pakai jet pribadi kaya Syahrini? Atau naik elang yang ada di iklan Indoeskrim Nusantara?
Makanya kadang gue akan benar-benar jadi orang yang cuek sama omongan orang lain. Apalagi kalau yang ngomong emang enggak dekat sama gue, guenya makin bodo amat. Kadang kala enggak semua omongan orang harus dimasukan ke hati, kalau memang omongannya cuma buat jatuhin kita, perlu banget dimasukan ke dalam hati?
❁❁❁
AdrielKalau ditanya kenapa gue tinggal di sini, jawabannya karena disuruh Mama. Ingat banget Mama ngomong hal yang sama selama tiga hari berturut-turut pas baru mau masuk kampus.
"Iyel ngekos aja ya bareng Ino?"
Di rumah gue dipanggil Iyel dan Elvino dipanggil Ino. Panggilan dari kecil dan masih berlanjut sampai sekarang, tapi yang panggil kita kaya gitu cuma Mama, Papa, Kak Ola, dan keluarga besar Mama aja.
Bisa dihajar Elvino kalau ada orang yang gak terlalu dekat panggil nama kecil kita. Ya karena menurut gue sama Elvino, panggilan itu panggilan berarti dari orang rumah aja. Walaupun gue tetap manggil Elvino pake 'No' dan Elvino manggil gue pake 'Yel'. Enggak ada huruf I di depannya.
Gue lupa kasih tahu Raven setidaknya nama panggilan kita masih punya korelasi huruf depan yang sama.
"Memangnya kenapa, Ma? Serpong - Grogol gak jauh kok."
KAMU SEDANG MEMBACA
Kaharsa
General Fiction"Semua tokoh utama Disney aja harus berjuang biar punya ending yang bahagia." Ada dua sisi yang bisa ditentukan oleh setiap manusia. Sisi cerah yang diselimuti kebahagiaan dan sisi gelap yang dirundung kesedihan. "Lantas semua tokoh kartun aja perlu...