Chapter yang didedikasikan khusus untuk seorang teman. Teman yang sudah dikenal sejak kecil. Seorang anak yang sangat amat berbakti kepada orang tuanya. Seorang pejuang yang berhasil melawan tumor otaknya.
🌠🌠🌠
Jumat, 29 Mei 2015
"Ve, cowok lo itu Adriel ya?"
"Lho, elo bukannya pacaran sama Elvino?"
"Gila Ve gebetan lo, keluarga Naladhipa kan? Yang punya Deffoma kan?"
Semua orang akan mengeluarkan kalimat seperti itu setiap kali ketemu gue. Semua orang akan nanya ke gue apakah gue pacaran sama Adriel atau Vino. Selalu, di mana pun, kapan pun, semua orang akan nanya kaya gitu. Yang ngatain gue juga gak sedikit, mulai dari gue jadi tukang selingkuhan lah, cowoknya gak cukup satu lah, atau hal lainnya. Padahal ya, baik gue, Adriel, dan Vino sama-sama punya seseorang yang kita suka.
Gue kenal Adriel, Vino, dan Kak Ola sejak kecil. Semakin dekat dengan tiga kakak beradik itu ketika suatu masa di mana keluarga gue harus merelakan semuanya. Kemungkinan bahwa gue suka dengan Adriel dan Vino atau kebalikannya adalah 0%. Ya karena kita enggak akan seperti itu. Baik gue, Adriel, dan Vino sama-sama punya orang yang kita suka dan kita sayang sebagai pasangan.
"Lo mau ke mana, Ve?" Vino nanya gue ketika dia lihat gue pake tas padahal hari ini gue enggak ada kelas.
"Ke Bogor."
"Enggak pake mobil?"
Vino sama Adriel akan selalu kaya gitu. Ketika mereka tahu kalau gue pergi tanpa kendaraan apa pun, Vino sama Adriel akan nawarin gue untuk pake motor atau mobil mereka. Lucu ya, akhirnya gue tahu kemiripan mereka dari seribu ketidakmiripan yang ada.
"Enggak No, bareng Kak Niki."
Setelah itu Vino cuma diem di depan gue. Enggak tahu nunggu Kak Niki jemput gue atau memang dia mau bengong di depan pagar rumah cewek. Gue juga jadi ikut-ikutan bengong sama Vino.
"Ve, kenapa pada akhirnya lo sama Mas Dion yang punya akhir enggak bahagia, sedangkan Kak Tara sama Kak Niki enggak?"
Gue cuma tersenyum pelan ke arah Vino, tapi ketika Vino lihat gue senyum dia malah cemberut di depan gue. Mungkin dia kesel karena pertanyaan dia cuma dibales senyuman doang dari gue.
"Lo enggak sedih, Ve?"
"Life must go on, No."
"But it's different, Eve. You and him were definitely fine. What's wrong with Mas Dion? He ought to be patient for waiting you back in a good condition."
"Lo kenapa sih, No?"
"Ya gue kesel aja, Ve."
Gue cuma ketawa, terus Vino masih pasang muka jeleknya. Kadang gue heran sama Vino, cerewetnya bisa ngelebihin Mama. Ini salah satu contohnya, padahal Vino yang ajarin gue untuk betul-betul bisa menanggung segala konsekuensi yang gue buat. Tapi ujung-ujungnya dia juga yang ingetin gue tentang Dion.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kaharsa
Художественная проза"Semua tokoh utama Disney aja harus berjuang biar punya ending yang bahagia." Ada dua sisi yang bisa ditentukan oleh setiap manusia. Sisi cerah yang diselimuti kebahagiaan dan sisi gelap yang dirundung kesedihan. "Lantas semua tokoh kartun aja perlu...