Dari Mereka: Hari Libur

456 61 35
                                    

Jumat, 2 Agustus 2019

Bunyi dering dari dua ponsel yang berbeda secara bergantian dan terus menerus membuat Ardhani yang sibuk di dapur akhirnya terpaksa menghampiri sumber dering ponsel tersebut.

Berjalan mengitari kamar temannya satu per satu, akhirnya Ardhani tahu ponsel siapa yang berbunyi lebih dari tiga kali. Ketika Ardhani mendorong pintu, suara ponsel yang berdering itu mati. Menandakan jika panggilan itu tak terjawab atau diangkat oleh pemilik ponsel, tetapi yang ditelepon masih mengumpulkan nyawa karena baru bangun tidur.

Lalu Ardhani naik ke lantai dua karena suara dering ponsel juga terdengar dari sana. Ketika Ardhani meraih kenop pintu dan ternyata tidak dikunci, Ardhani langsung masuk dan mencari keberadaan ponsel itu.

"ANJING. LO NGAPAIN, DHAN?!"

"Gila, suara lo kedengeran ampe RT sebelah."

"YA IYALAH. LAGIAN LO MAU NGAPAIN?" Sang pemilik kamar masih setia berteriak, sedangkan Ardhani malah menggelengkan kepala.

Jadi bagaimana sang pemilik kamar tidak berteriak jika melihat posisi temannya seperti ini. Elvino yang tengah tidur merasa kasurnya bergerak, takut jika goyangan itu diakibatkan oleh gempa, Elvino cepat-cepat membuka mata.

Yang membuatnya terkejut ketika bangun bukanlah berita gempa yang benar terjadi. Melainkan mendapati Ardhani yang setengah berdiri di kasur sisi kanannya, sambil memegang selimut berwarna biru tua milik Elvino dengan kedua tangan.

"I'm straight, Dhan. Lo mau liat gue se-desperated apa sama kisah cinta gue, gue tetep normal, Ardhani Hazel Tarangga."

"Sial. Gue juga normal, Elvino Bintang Widyanata."

"Yaudah turun! Ngapain masih di kasur gue?!" Elvino masih setia nge-gas karena tidurnya harus dikacaukan Ardhani yang entah apa tujuannya sedang setengah berdiri di kasur Elvino.

"Hp lo sama hp Adriel daritadi gantian bunyinya. Takut telepon penting, jadi gue nyari di mana mana gak ada. Terus gue beranggapan tuh hp tenggelem di kasur lo."

"Yaudah entar gue cek, turun sana. Lo gak capek apa, Dhan? Kita baru nyampe rumah jam dua, lo udah seger gitu?"

Ardhani malah menunjuk jam dinding yang menempel manis di tembok kamar Elvino. "Udah mau jam sembilan tuh."

"Ih yaudah, sana sana. Gue mau bangun siang pokoknya."

Elvino masih setia mengusir Ardhani yang tak kunjung turun dari kasur dan juga keluar dari kamarnya. Alih-alih ribut karena mengganggu jam tidur Elvino, Ardhani malah mendengar seseorang memanggil namanya beberapa kali.

"Eh No, lo denger gak ada yang manggil gue?" tanya Ardhani dengan wajah seriusnya.

"Enggak ada, halu lo. Tuh tanda kurang tidur, mending lo lanjut tidur aja deh."

Tidak berhasil mencari ponsel Elvino dan merasa tidak ada keperluan apa-apa lagi, Ardhani keluar dari kamar Elvino dan hendak berjalan kembali ke dapur. Saat kakinya baru saja menginjak anak tangga terakhir, Ardhani mendengar seseorang memanggil namanya.

"Mas Ardhan!"

Ardhani buru-buru mengambil kunci rumah agar bisa membuka gembok pagar. Walau sudah bangun sejak tadi, Ardhani hanya membuka pintu kayu rumah lsaja tanpa berniat membuka gembok pagar.

"Eh, Bi Mena?" tanya Ardhani ketika mendengar siapa yang sedaritadi memanggil namanya.

"Mas Ardhan baru bangun, ya? Ada tamu nih Mas, udah nunggu daritadi."

Suara Mena terdengar di balik pagar dan Ardhani menangkap siluet seorang laki-laki tengah menghadap ke arah jalan perumahan. Kalau ditanya kenapa Mena hanya memanggil nama Ardhani, itu karena Mena sudah hafal jika yang paling sering bangun terlebih dulu adalah Ardhani, kemudian disusul oleh Adriel.

KaharsaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang