Dari Mereka: Berpikir

389 57 37
                                    

Jumat, 2 Agustus 2019

Raven dengan cepat menutup kedua telinga Sandra. Mereka tidak boleh melupakan fakta bahwa gadis kecil itu mendengar percakapan mereka sejak tadi.

"Ah bohong nih, biar kita mau isi aja kali makanya dibilang gitu," sahut Elvino.

Helaan napas sudah terdengar dari seberang sana. "Gue kira juga bercanda, tahunya enggak."

"Jadi beneran? Enggak bercanda?" tanya Raven.

"Lo tahu gak, gue masih agak enggak percaya gitu kan. Nah ini pengantin cewek asli bar-bar banget parah."

"Lo diapain, Bang?" tanya mereka berlima kompak.

Brigit, nama manager Galaxy sudah bersiap menirukan kalimat kliennya. "Kak, saya enggak bohong kok. Apa perlu saya kasih surat keterangan dokter yang nyatain saya hamil? Mau saya lampirin sama test pack-nya gak?"

"YA KAN GILA ITU."

"WAH KACAU EMANG." Mereka menggelengkan kepalanya bersamaan.

"Gue udah no comment, gak bisa ngomong apa-apa lagi, Guys."

"Jadi gimana, setuju isi?" tanya Adriel sambil melihat temannya satu per satu.

"Intiya, pengantin cewek lagi hamil dan maunya lihat Galaxy yang isi nikahannya. Gue mau nolak juga enggak tega ini. Gue takut kualat nanti."

"Gimana, ya? Mau nolak juga gak tega," tanya Julian sambil menatap teman-temannya.

"Bar-bar banget lagi ceweknya," timpal Elvino.

"Bahkan si cewek enggak lirik rekomen band yang kita kasih. Sakin maunya kalian yang isi."

"Yaudah Bang pada setuju, atur aja ya. Bilang pengantinnya kita mau isi," sahut Adriel menutup diskusi heboh mereka sore ini.

Ketika panggilan terputus, Raven menjauhkan kedua telapak tangannya sambil tersenyum ke atah Sandra.

"Hehehehe maaf ya Sandra Kakak tutup telinganya. Soalnya tadi Kakak sama Uncle pada berisik banget," ucap Raven.

"Enggak apa Kak." Sandra masih sibuk memakan kue bolunya.

Setengah hari ini mereka isi full dengan menanyakan Sandra. Mulai dari apa yang Sandra inginkan, apa yang Sandra ingin makan, dan apa yang Sandra ingin lakukan.

Lalu mereka bingung ketika mengharuskan Sandra untuk mandi. Selain karena Sandra nampaknya masih kecil untuk mandi sendiri, selama ini kan isi rumah hanya laki-laki. Mereka hanya pernah memandikan anak laki-laki saat main ke Metta Karuna. Untung saja tadi Ardhani masih ingat membeli sampo anak-anak.

Cukup lama mereka berpikir bagaimana caranya. Sampai akhirnya, Mena terlintas di pikiran Raven. Satu-satunya yang dapat membantu mereka hanya Mena. Ah, kenapa tidak minta tolong anak-anak di rumah cewek? Karena rumah cewek sudah lama kosong sejak tahun lalu.

Sebenarnya, mereka berlima merasa fine-fine saja. Namun, rasa canggung mereka lebih tinggi. Sehingga mereka berpikir lebih baik mencari cara lain.

"Tapi Sandra mau gak?" tanya Julian.

"Gue tadi udah tanya, katanya mau mandi sendiri. Tapi yaudah boleh minta tolong Bi Mena, liatin aja juga gak apa," ucap Adriel.

"Gue jalan ke rumah Bi Mena nih, tunggu ya."

Raven benar-benar keluar rumah, menuju salah satu rumah yang berada sedikit di ujung dengan pohon jambu di depannya.

"Assalamualaikum."

"Waalaikumussalam. Ada apa, Mas Raven?" tanya Mena ketika melihat laki-laki berbehel itu berdiri di depan rumahnya.

KaharsaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang