Minggu, 6 Mei 2018
Sejak gue jadi pengangguran dari awal Maret, Mama tuh selalu ada aja kerjaannya minta tolong gue. Entar tiba-tiba Mama bisa meminta gue untuk menemaninya belanja. Mama bisa random mengajak gue ke mall,meminta gue untuk mengantarkannya ke arisan, atau seperti yang sekarang ini, minta diantarkan ke rumah Kak Nada supaya bisa ketemu dan main sama Chio.
"Ma, aku tuh kelihatannya aja nganggur. Tapi, sebenernya lagi fokus siapin lagu. Kalau Mama ajak jalan-jalan terus kapan selesainya?" Dumelan gue malah disambut suara ketawa Mama.
Sakin seringnya menghabiskan waktu dengan Mama yang selalu ada aja idenya untuk mengajak gue pergi, waktu gue untuk Mama lebih banyak dibandingkan waktu gue untuk mencoba aransemen lagu-lagu yang tengah kita siapkan. Padahal, tujuan gue resign-terima kasih Tuhan bisa dikasih resign-adalah fokus untuk persiapan Galaxy.
Mama melirik gue yang sibuk memutar setir mobil ke arah kiri. "Ya gak apa dong? Kan jalan-jalan sama Mama tuh bisa lihat sekitar. Siapa tahu malah makin banyak ide?"
Walau begitu, gue tetap senang. Mengingat gue memang jarang banget bisa quality time sama Mama selain saat misa di gereja. Dulu, tampaknya gue lebih sering menghabiskan waktu sama Kella. Abis putus, gue sibuk dengan segala tugas kampus dan juga berbagai tugas marketing kampus yang gila-gilaan.
"Justru mumpum kamu belum jadi artis, Mama mau puasin jalan-jalan sama kamu. Dulu pas kuliah balik rumah seminggu sekali. Terus, kemarin pas kerja di KAP kamu sering gak pulang sebulan. Gimana kalau udah jadi artis?"
Nah setelah lulus, gue tentunya semakin sibuk. Pekerjaan gue sehari-hari kalau enggak lembur ya keluar kota untuk mengurusi pekerjaan. Sehingga bila anak-anak enggak terlalu sibuk, akhir-akhir ini gue lebih sering pulang ke rumah setiap hari.
Awalnya, gue mengira Mama dan Papa akan menentang gue habis-habisan ketika gue memutuskan untuk memilih Galaxy dibandingkan merintis karier gue di kantor. Terlebih Papa punya karier yang udah sangat amat bagus di kantor konsultan pajaknya.
"Ma, Mama beneran gak masalah aku lebih pilih Galaxy?"
Stereotip orang tua tentang anak band itu keras banget. Karena Mama suka berkumpul untuk arisan bersama teman-teman gerejanya dan juga para tetangga, mereka sering banget bertanya pada Mama perihal gue yang keluar dari pekerjaan gue di saat gaji yang gue dapatkan sudah cukup besar. Sudah keluar, memilihnya masuk band pula.
"Sedih soalnya Mama selalu dibahas mulu sama temen-temen arisan gereja dan tetangga." Akhirnya gue memberanikan diri bertanya pada Mama. Mulut emak-emak kadang terlalu jahat, gue takut Mama jadi sedih.
"Orang anak Mama ngelakuin hal yang sangat dia suka dan enggak ngerugiin orang lain juga. Kenapa Mama harus sedih?"
Mungkin kalau posisi kita lagi enggak di dalam mobil, Mama udah berjinjit agar bisa menepuk puncak gue beberapa kali kemudian mengelus punggung gue pelan.
Gue memutuskan resign sejak awal Maret walaupun masa internship Ardhan berakhirnya di awal April. Selama waktu-waktu itu, gue beberapa kali membantu pekerjaan Papa dan juga datang untuk bantu di Metta Karuna. Adriel sama Vino sibuk di perusahaan keluarganya, jadi kalau tiba-tiba resign pun paling hanya jadi bahan gibah orang-orang kantornya aja.
Kita semua awalnya sangsi untuk memulai semua di tahun 2018 ini. Gue, Adriel, Vino, dan juga Ardhan benar-benar takut Raven keteteran dan bisa berdampak buruk dengan kuliahnya. Iya sih, kalau band kita sukses, tapi amin aja dulu ya Tuhan. Karena sekarang posisinya cuma Raven yang masih kuliah, semester depan skripsian pula.
"Drummer-nya, Ravin? Bukan, Raven ya?"
Gue tertawa pelan. "Iya, Raven, Ma."
Mama selalu susah untuk mengingat nama. Adriel sama Vino yang kembar fratenal aja malah dibilang mirip sama Mama dan suka kebalik memanggil nama mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kaharsa
General Fiction"Semua tokoh utama Disney aja harus berjuang biar punya ending yang bahagia." Ada dua sisi yang bisa ditentukan oleh setiap manusia. Sisi cerah yang diselimuti kebahagiaan dan sisi gelap yang dirundung kesedihan. "Lantas semua tokoh kartun aja perlu...