Dari Akella: Mencoba Memendam

419 62 15
                                    

Jumat, 20 Februari 2015

Setelah mengantarkan Julian ke Stasiun Tangerang, sepanjang perjalanan ke rumah gue cuma berpikir satu hal

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Setelah mengantarkan Julian ke Stasiun Tangerang, sepanjang perjalanan ke rumah gue cuma berpikir satu hal. Yakni, kata apa yang tepat untuk gue sebutkan ke Mama Papa. Padahal tuh ya, bawa motor sambil mikir sebenarnya bahaya banget. Syukurnya gue sampai rumah dengan selamat. Soalnya waktu itu teman vihara gue nabrak trotoar karena kebanyakan mikir di jalan padahal lagi bawa motor.

"Donat gue dibeliin gak?"

"Enggak, gue belinya buat Mama Papa." Gue manaruh selusin donat di meja depan televisi.

Gue menaruh tas kemudian mandi. Setelah selesai mandi, gue lihat Arza, Mama, sama Papa lagi duduk di sofa sambil makan donat yang gue beli. Walaupun begitu, Arza enggak bosen tanya gue tentang kapan gue mau coba ngomongin permintaan Tante Fanni ke Mama sama Papa.

"Ma, Pa, Kella mau nanya."

"Kok tumben nanya bilang-bilang, Kel?" tanya Mama sambil makan alcapone alias donat Jco yang ada almond dipakein white chocolate.

Lihat Mama Papa lagi ngemil donat, gue jadi bingung. Kayanya enggak banget deh ngomongnya pas Mama Papa lagi makan. Jadi gue menunggu Mama Papa selesai ngemil donat.

"Kok gak jadi nanya?" tanya Papa setelah selesai cuci tangan dan Mama baru aja minum air putih kemudian kembali duduk di sofa berwarna cream.

"Emm itu Pa, Ma," ada jeda di sana sebelum gue menarik napas panjang, "Mama Julian tanya aku bersedia ikut katekumen gak."

Hening.

Enggak ada suara balasan dari Mama Papa. Yang ada malah suara Arza yang sibuk makan donat sambil nonton Toy Story 2 yang enggak tahu padahal bukan musim liburan, tapi Global TV tayangin itu.

"Katekumen itu, ikut pendidikan secara katolik ya?" tanya Mama dan gue dengan cepat menganggukkan kepala.

"Udah tanya diri kamu sendiri?" tanya Papa yang sebelumnya melirik Arza tengah fokus lihat Buzz nolongin Woody.

Gue diam, gue juga bingung mau jawab apa. Lalu gue tenggelam dalam pertanyaan Papa. Iya, gue tuh sebenarnya udah tanya ke diri sendiri belum apakah gue bersedia atau enggak.

"Coba dipikirkan baik-baik, ikut katekumen yang Mama tahu enggak segampang yang dipikir orang lain."

Ikut katekumen selama kurang lebih satu tahun tiga bulan. Itu pun yang gue dengar, belum tentu gue bisa sepenuhnya bisa langsung dibaptis.

Dulu tuh, gue cuma tahu katekumen artinya apa, tapi setelah Tante Fanni tanya, kerjaan gue tuh cari tahu segala hal yang harus disiapkan. Dan ya benar kata Mama, enggak segampang yang dipikirkan orang-orang. Karena ada tahap simpatisan, adanya niat dan percaya. Enggak bisa karena kepengen aja.

"Udah ngomong sama Julian?" tanya Papa.

"Belum," jawab gue pelan.

Umur gue baru sembilan belas tahun, tapi kenapa keputusan yang harus gue ambil lebih berat ketimbang jurusan apa yang harus gue pilih.

KaharsaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang