Rabu, 8 Maret 2017
Satu bulan berlalu sejak gue dan Hanes berteduh di bawah kanopi bengkel. Sekarang, baik gue, Hanes, dan juga Rili malah jadi diam-diaman aja selama sebulan penuh. Hanes yang lebih sering canggung jika ada gue di dekatnya. Lalu Rili yang lebih sering menghindar dari gue.
Dari awal gue sudah tahu dan siap akan konsekuensinya ketika mengungkapkan semuanya pada Hanes. Dari awal gue juga enggak maksa untuk disukai atau bahkan dicintai balik. Ya udah gitu, gue cuma ngerasa kalau gue perlu ungkapin apa yang gue rasa selama setahunan lebih. Melihat seberapa sayangnya Hanes dengan Kak Dhan, walaupun Kak Dhan bilang enggak, gue enggak berharap lebih.
Hanya saja, gue enggak menyangka jika apa yang gue ungkapkan juga berdampak pada pertemanan gue dan Rili. Gue enggak nyangka Rili malah menghindari gue padahal gue dan dia sama-sama tahu kalau kita gak saling suka dan suka sama orang lain. Ya, walaupun gue enggak tahu sih siapa yang Rili sukai.
Anak-anak rumah sampai nanya dan Kak Dhan asli poker face banget. Dia memilih untuk enggak ikut campur masalah gue, Hanes, dan Rili dengan cara ikut pura-pura heran kaya kakak-kakak yang lain. Tapi entah kenapa gue malah bersyukur akan hal itu.
"Ven, lo ada apa sama Rili Hanes?" tanya Kak Yel setelah kita selesai manggung di salah satu mall yang ada di Tangerang Selatan.
"Iya tuh, gue jarang liat kalian ngumpul bareng di kampus. Bahkan sekarang Rili enggak ikut, padahal dia biasanya paling semangat lho kalau kita tampil," timpal Kak Vino sambil memasukkan gitar dan bass ke dalam mobil.
"Biasanya kan lo, Rili, sama Hanes tuh kaya Dono, Indro, Kasino lagi syuting Warkop DKI, Ven. Ke mana-mana jalan bareng," ucap Kak Jul sambil membuka pintu mobil.
"Kalau kuku panjang yang dipotong kukunya, Ven, bukan jarinya," sahut Kak Dhan sebelum dia menjalankan motornya.
Kalau anak-anak rumah aja sampai ngeh, berarti ya emang parah banget.
Lo kan cowok, Ven, harusnya lo yang ngomong duluan. Heh lo kata gue enggak berusaha meluruskan semuanya? Gue udah coba berkali-kali dan hasilnya nihil. Sebelum sempet ngomong, Rili dan Hanes lebih dulu menghindari gue tanpa bisa menjelaskan.
"Raven!" Panggilan itu terdengar ketika pintu lift terbuka di lantai lima. Memperlihatkan cewek berjaket hitam yang sibuk menggenggam buku inter dan advance yang tebelnya batu bata aja kalah.
Dia ikut masuk ke dalam lift sambil nyengir ke arah gue. Panggilan dan cengiran yang udah enggak gue lihat sejak satu bulan lalu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kaharsa
Algemene fictie"Semua tokoh utama Disney aja harus berjuang biar punya ending yang bahagia." Ada dua sisi yang bisa ditentukan oleh setiap manusia. Sisi cerah yang diselimuti kebahagiaan dan sisi gelap yang dirundung kesedihan. "Lantas semua tokoh kartun aja perlu...