Dari Hanesha: Jujur

381 63 55
                                    

Kamis, 16 Maret 2017

Satu bulan lebih gue cuma diem-diem aja sama Raven

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Satu bulan lebih gue cuma diem-diem aja sama Raven. Kalau enggak karena nginep di rumah cewek minggu kemarin dan juga ucapan kakak-kakak di rumah, gue kayanya juga belum ngobrol akrab sama Rili. Tapi emang enggak se-mainstream yang dibayangkan. Gue sama Rili tetap bertukar sapa dan di kelas masih ngapa-ngapain bareng. Hanya aja, gue merasa ada yang berbeda sedikit.

Waktu gue nginep kala itu, semuanya ada di rumah kecuali Kak Kel yang emang lagi enggak nginep.

"Hanes, akhirnya nginep ke sini. Udah lama enggak nginep, berarti sekarang udah nyaman di rumah, ya?” tanya Kak Eve yang tengah memegang remot televisi.

“Syukur deh kalau kaya gitu, Nes. Berarti kamu udah baikan sama Ibu sama Ayah, ya, Nes?” Kak Diva yang baru saja selesai mandi menatap gue dari depan pintu kamar mandi.

“Iya Kak, hehehe. Makasih, ya atas semuanya.”

Sampai saat ini, gue enggak pernah membayangkan jika gue enggak tahu menahu tentang dua rumah yang ada di jalan Mandala ini. Gue enggak pernah membayangkan bagaimana keadaan gue jika enggak bertemu dan mengenal anak-anak rumah.

“Omong-omong, kamu, Rili, sama Raven kok jarang main?” tanya Kak Eve lagi.

“Padahal ya kalau di kartun kalian tuh ibarat Powepuff Girl lho, ke mana-mana bertiga," ucap Kak Diva.

Akhirnya, gue tahu. Rili ngerasa enggak enak sama gue dan Raven. Sedangkan gue selalu bingung mau ngapa-ngapain di depan Raven dan Rili. Lalu Raven yang bingung dengan tindakan gue dan Rili. Aduh, kita bertiga bisa drama juga ternyata.

Ketika waktu itu gue bertanya apakah Rili suka dengan Kana, Rili juga balik bertanya pada gue. Membuat gue mengeluarkan reaksi yang sama dengan Rili ketika dirinya ditanya suka dengan Kana atau tidak.

“Kalau Hanes gimana, kamu suka sama Raven?”

Reaksi yang gue keluarkan sama persis dengan yang Rili lakukan waktu itu. Gue hanya terdiam, seolah memerlukan waktu untuk berpikir agar bisa menjawab pertanyaan Rili. Hanya saja bedanya, gue enggak menggelengkan kepala seperti yang Rili lakukan.

“Aku … gak tahu, Ri.”

Sampai sekarang pun jawaban gue masih enggak tahu. Gue enggak tahu harus ngapain dan gue enggak tahu apakah nanti tindakan yang gue pilih enggak menyakitkan siapa pun. Kita selalu dikasih kesempatan dan kebebasan untuk memilih. Lalu dari kesempatan dan kebebasan yang kita dapet, cuma ada dua opsi.

Yang pertama, kita memilih salah satu dari pilihan itu dan harus siap kehilangan pilihan lainnya yang ada. Atau yang kedua, seperti yang Kak Kel bilang, pada akhirnya kita enggak mampu memilih pilihan yang ada karena enggak tahu siapa yang akan merasakan sakit jika salah satu dari pilihan itu terpilih.

KaharsaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang