Dari Adriel: Buket Bunga

344 45 46
                                    

Selasa, 30 Januari 2018

Gue buru-buru memarkirkan mobil di parkiran kampus. Siapa yang sangka kalau waktu yang gue siapkan sebagai antisipasi supaya enggak telat pun ternyata enggak cukup. Mungkin kalau florist ini enggak terima pesen hari-h dan juga owner-nya enggak lumayan dekat sama Kala, kayanya buket ini enggak mungkin ada di tangan gue.

Dan yang terpenting, kalau bukan gara-gara si Rubah, mungkin gue enggak akan buru-buru gini sampai salah ambil kunci mobil. Suka heran, dia seneng banget mendukung kisah percintaan gue. Padahal dianya sendiri juga gak jelas. Sok-sokan suruh gue lagi, dasar Rubah.

Gue inget banget semalem Elvino masuk ke kamar gue tiba-tiba. Lalu dia langsung bertanya tanpa pembuka atau pun basa-basi. "Kalau enggak besok, kapan?"

"Apanya yang kalau enggak besok?"

"Besok kan Kella sidang," ucap Elvino.

"Iya gue juga tahu," sahut gue.

"Ah anjing, gue harus kode kaya gimana lagi ini?" kesal Elvino

"Yeee anjing, ngaca dong. Lo udah dikodein juga gak peka-peka tuh," protes gue balik.

Satu tahun suka. Ah, gue sering denger orang-orang bilang kalau suka lebih dari empat bulan berarti bukan sekadar suka, tapi jatuh cinta. Aduh kok mendadak dangdut banget.

Hampir satu setengah tahun suka sambil nunggu. Elvino bilang itu udah lebih dari cukup.

Pas gue keluar mobil dan mengunci mobil, beberapa mahasiswi yang lagi jalan ke kantin langsung ngelihat gue. Gue enggak tahu apakah ide cermelang ini akan berjalan sesuai ekspektasi Elvino. Atau berujung sebagai ide memalukan di depan umum. Gue berjalan cepat karena gue udah enggak tahu berapa banyak anak kampus yang ngelihatin gue.

Kita semua selalu foto di belakang gedung, deket parkiran dosen. Jadi gue langsung buru-buru ke sana. Saat sampai sana, gue bisa lihat Elvino yang senyum lebar ke arah gue. Sial, siapa pun yang lihat cara Elvino senyum ke gue pasti akan salah paham.

Dari buket bunga ini gue ambil di florist-nya kemudian gue taruh di kursi samping kemudi, gue cuma memikirkan dua hal. Bersyukur dan berterima kasih pada Elvino atau memaki Elvino habis-habisan. Sebelum sampai kampus pun, gue udah bertekad apa pun ending-nya nanti, gue berusaha untuk enggak kecewa.

"I am not late, right?" ucap gue sambil menyodorkan buket bunga yang gue pegang sejak tadi.

Kella menggeleng sambil tersenyum. "No, you are not."

Ada sedikit rasa lega dalam hati gue. Seenggaknya, senyuman dari dia membuat gue cukup lega.

Setelah selama sesaat kita cuma diem-dieman aja, Nediva menyelamatkan keheningan kita semua.

"Yuk foto, Kella foto duluan sini." Nediva sudah siap dengan ponsel di tangannya.

"Habis itu foto rame-ramenya minta tolong yang lewat aja nanti," tambah Elvino.

Usaha Elvino gak sampai situ aja. Tepat setelah foto-foto selesai, dia langsung ngomong, "Lo yang anter Kella ya, Yel. Mobilnya udah penuh soalnya."

"Kalau bisa sekalian sampai rumah Yel. Daripada Kella desek-desekan di kereta," tambah Diva.

Rasanya gue pengen banget bales ke Elvino dan Diva. "Gemes banget gue tuh sama kalian berdua. Kapan kompaknya bisa sampai tahap jadian?"

"Loh, gak usah sampai rumah, ngerepotin lo banget, Yel, sampai stasiun aja. Kan bisa bareng Hanes, kamu pulang gak, Nes?"

Kella bertanya sambil menatap Hanes yang sejak gue dateng, dia setia banget berdiri di samping Raven.

"Aku sekalian nginep Kak hari ini. Udah janji mau pergi sama Raven habis ini hehehehe." Enggak lupa Hanes nyengir di depan Kella.

KaharsaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang