Dari Raven: Sebuah Alasan

522 84 37
                                    

Sabtu, 27 Agustus 2016

Gue lagi sibuk mendorong troli Transmart ditemani Rili yang juga sibuk membolak-balik catatan barang apa saja yang harus dibeli untuk anak-anak Metta Karuna

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Gue lagi sibuk mendorong troli Transmart ditemani Rili yang juga sibuk membolak-balik catatan barang apa saja yang harus dibeli untuk anak-anak Metta Karuna. Iya sih, gue tahu kita harus menolong siapa pun apalagi ini buat anak-anak Metta Karuna. Bunda juga selalu mengajarkan gue untuk menolong orang lain.

YA, TAPI GAK GINI JUGA ATUH.

Gue merasa jadi upik abunya anak-anak rumah cowok jir. Iya, judulnya sih gue cuma ingin membeli satu barang, tapi ujung-ujungnya titipan anak-anak rumah cowok jauh lebih banyak dibandingkan barang yang harus dibeli buat Metta Karuna.

"Raven tuh kenapa sih? Daritadi ngedumel sendiri." Rili yang daritadi sibuk lihat catatan apa aja yang harus dibeli langsung nengok ke arah gue.

Lain halnya dengan sama Rili, dia sih semangat banget menemani gue yang sedang di-upik abuin sama anak-anak cowok. Kalau judulnya membeli barang untuk anak-anak Metta Karuna, Rili memang paling seneng. Lo suruh dia jalan sendiri pun, Rili rela.

"Enggak kok," jawab gue pelan.

"Tampangnya aja bete gitu." Rili lanjut ngomong lagi.

Jadi kisah upik abu gue hari ini bermula dari gue yang enggak sengaja menumpahkan isi super pell ke bak mandi. Iya, super pell yang gunanya untuk mengepel lantai dengan kondisi tutup botol terbuka nyeplung ke bak mandi. Gue juga kurang paham bagaimana kronologinya, tapi yang gue inget tuh gue enggak sengaja senggol botol super pell-nya ketika berniat membuang kemasannya.

Untungnya air di bak mandi masih sedikit, jadi enggak buang-buang air dan buang-buang tenaga buat kurasnya. Kalau air di bak mandi penuh, yaudah fix gue jadi perkedel sama anak-anak cowok.

"Terus Bi Menah ngepel pake apa, Ven?"

"Ya pake air, kain pel, sama sabun buat ngepel, Kak." Gue menjawab pertanyaan Kak Jul.

"Lo minta dihujat, Ven?" tanya Kak Vino.

"Kenapa emangnya?"

"Kakek-kakek juga tahu ngepel pake apaan, enggak perlu lo rinciin. Maksud Julian lo pergi sono beli super pell." Kak Ardhan yang sedang sibuk dengan laptop menatap gue sejenak.

"Oh, iya iya ini gue jalan beli." Gue bangun dari sofa dan masuk ke dalam kamar. Mengambil dompet untuk membeli super pell di warung.

"Nih, sekalian buat anak Metta Karuna." Kak Vino memberikan gue selembaran kertas yang sudah ditulis berbagai macam nama barang, makanan, dan minuman yang harus dibeli.

"Ini sekalian, buat stok di rumah." Sekarang Kak Jul juga menyodorkan kertas warna kuning kecil, enggak selebar punya Kak Vino.

INI NAPA GUE YANG BELI SEMUANYA?

Niat gue membeli barang sebiji di warung jadi dua puluh kali lipat lebih banyak di supermarket.

Gue terkadang juga suka bingung sama Kak Yel sama Kak Vino. Mereka kok hobi banget beli barang-barang di minimarket secara random tanpa lihat nama. Apalagi buat hadiah anak-anak Metta Karuna. Maksud gue, Deffoma Group itu menghasilkan produk groceries paling baik, memang enggak bisa langsung ambil dari pabrik aja? Enggak perlu ribet beli lagi. Terus Deffoma punya ritel juga, tapi tetap aja dua anak kembar itu lebih sering ngacir ke alfamart.

KaharsaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang