Untuk Elvino & Nediva: Bicara

423 54 44
                                    

Sabtu, 10 Maret 2018

Mari berterima kasih pada tirai rumah sakit yang menutupi seluruh sisi ranjang milik Nediva. Setelah menangis kencang di depan Elvino tetap membuat Nediva tak percaya bahwa Elvino benar-benar berada di sampingnya. Nediva menatap laki-laki itu dalam diam dan teringat ucapan Adriel kala itu.

"Div, Elvino enggak sejahat yang orang-orang pikirin."

"Ketika Elvino akhirnya sadar atas miliknya yang berharga, dia akan genggam erat-erat miliknya setiap saat. Meskipun dia harus mengorbankan sesuatu, dia tetap akan menjaga miliknya sampai kapan pun."

"Hanya aja, Elvino selalu butuh waktu untuk sadar atas miliknya yang berharga."

Kalimat Adriel tentang Elvino selalu teringat jelas oleh Nediva. Kala itu, Nediva sama sekali tidak paham apa maksud Adriel. Namun, melihat Elvino yang kini duduk di sudut ranjangnya, Nediva mulai mengerti sedikit demi sedikit.

Dalam hati Nediva bertanya apakah dirinya boleh berharap lebih atas kedatangan Elvino hari ini.

"Eh, Beruang video call," ucap Elvino sambil menggoyangkan ponselnya di depan Nediva.

"Gue akan angkat kalau lo memang mau, Div," ucap Elvino lembut.

Nediva menarik napas panjang. Pada akhirnya pun ia tak bisa menyembunyikan semua ini pada teman-temannya. Pergi diam-diam tanpa kabar selama dua minggu sebenarnya cukup menyiksa Nediva. Ia rindu celotehan dan kecerewetan teman-temannya.

"Ayo, angkat aja, No."

Elvino menekan layar ponselnya agar bisa menjawab video call tersebut. Ketika panggilan video itu tersambung, Elvino dan Nediva terkejut akan kegaduhan yang terlihat lewat layar ponsel.

"Ih Kak Dhan geser dong, gue enggak kelihatan." Itu suara Raven.

"Aduh Kak Jul aku gak bisa lihat, ketutupan leher Kak Jul." Protesan Rilia terdengar dari seberang sana.

"Jul lo kan tinggi. Kenapa gak di belakang aja?" sahut Akella saat melihat pandangan Rilia yang tertutup oleh bahu Julian.

"Kak Yel ke kiri dikit bisa gak? Gue enggak kelihatan layarnya nih," ucap Hanesha.

"Yaelah ini ipad udah selebar talenan, masa masih pada gak kelihatan semua?" tanya Adriel.

"Ini gue pindah ke belakang jadi gak kelihatan. Masa minus gue nambah sih?" kesal Julian.

"Gue lihat ipad-nya aja udah nyerong banget," sahut Ardhani.

"Astaga kita kenapa rempong banget? Udah kaya mau foto angkatan aja. Yang penting kan muka Diva nya kelihatan," ucap Everina.

Elvino yang menyaksikan seluruh keributan itu hanya bisa tertawa. Sedangkan Nediva tak percaya jika semua temannya yang sudah sibuk dengan urusan masing-masing sampai berkumpul untuk melalukan panggilan ini.

"Udahlah, ini udah lima menit isinya cuma kita grasak grusuk doang," protes Adriel.

"Gue takutnya Diva malah tambah sakit gara-gara kita yang rempong banget ini," ucap Ardhani.

Elvino dan Nediva menatap lekat delapan wajah teman-temannya yang tengah berkumpul di rumah cowok. Satu per satu menanyakan kabar Nediva. Mengatakan jika diri mereka hampir gila karena tidak mengetahui keberadaan temannya ini. Raven mengatakan jika saja jarak Jakarta Bali sedekat jarak Jakarta Tangerang, detik ini juga mereka akan menghampiri Nediva.

"Kak Diva hebat, tetap berjuang Kak Diva!" ucap Hanesha semangat.

"Lo pasti bisa lewatin ini, Div," ucap Julian lembut.

KaharsaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang