Jumat, 20 Februari 2015
Enggak ada yang tahu kalau ternyata kalimat dari "Yaudah gak apa, jalanin dulu aja" akan memberikan hasil yang luar biasa berbeda dari ekspektasi gue. Enggak ada yang tahu juga kalau sebenarnya gue dan Julian emang dari awal tuh susah buat bisa jalan bareng, tapi karena kalimat itu akhirnya gue dan Julian bisa sampai sekarang.
Tapi siapa yang tahu kalau efek dari kalimat sederhana nan santai berupa "Yaudah gak apa, jalanin dulu aja" berujung membuat gue dan Julian sama-sama susah melepas.
Kita pacaran dari SMA dan enggak pernah serius tentang kepercayaan masing-masing bisa berjalan beriringan atau enggak. Bukan kepercayaan gue terhadap Julian atau pun kepercayaan Julian terhadap gue. Melainkan kepercayaan kita akan konsep ketuhanan yang ada.
Gue sama Julian selalu santai-santai aja. Sejak kenal Julian dari jaman belajar di sekolah pakai seragam warna putih biru sampai belajar di kampus cuma pakai jeans dan kaos kegedean, jadwal minggu pagi kita selalu sama. Hanya aja berbeda tempatnya.
Julian akan pergi ke gereja untuk misa jam sembilan pagi, seharusnya tuh keluarga Julian biasanya misa jam setengah tujuh pagi, tapi Julian bangun kesiangan mulu. Sedangkan gue di jam yang sama datang ke vihara ketemu anak-anak sekolah minggu.
Satu tahun, dua tahun, tiga tahun gue pacaran sama Julian, semuanya berjalan biasa aja. Kita bahkan sering gantian jemput kalau memang udah janji mau pergi bareng. Gue biasa menunggu Julian di parkiran gereja dan mengobrol dengan satpam di sana. Atau pun Julian yang menunggu gue di taman halaman depan vihara sambil bantu salah satu umat menyapu daun kering.
Tiga tahun sama-sama dengan kegiatan minggu pagi di tempat yang berbeda, di tahun keempat akhirnya semua dipertanyakan dan diuji. Gue bahkan mengingat jelas hari, tanggal, dan jamnya waktu itu. Hari Sabtu, tanggal satu, bulan November, tahun 2014, jam empat sore.
Gue main ke rumah Julian karena Mama baru aja selesai buat kue nastar dan Mama suruh gue bawa beberapa toples buat Julian dan keluarganya.
"Kella," panggil Tante Fanni sambil menaruh semangkuk sapo tahu di meja makan.
"Iya, Tan?" Gue cuma berdua di dapur, sedangkan Julian lagi di kamar mandi.
"Tante mau tanya." Tiba-tiba Tante Fanni bicara dengan nada serius.
"Iya Tante, tanya aja enggak apa."
Berbagai macam skenario udah muncul di kepala gue. Seperti Tante Fanni meminta gue putus sama Julian, jangan sama Julian lagi, atau ternyata Julian tahu-tahunya udah dijodohin dari jaman batu. Overthinking is really torturing you.
"Kamu bersedia untuk ikut katekumen, Kel?" tanya Tante Fanni lembut.
Dari semua worse scenario yang muncul dari overthinking gue ini, ternyata enggak ada satu pun yang masuk seleksi Tante Fanni.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kaharsa
General Fiction"Semua tokoh utama Disney aja harus berjuang biar punya ending yang bahagia." Ada dua sisi yang bisa ditentukan oleh setiap manusia. Sisi cerah yang diselimuti kebahagiaan dan sisi gelap yang dirundung kesedihan. "Lantas semua tokoh kartun aja perlu...