Sabtu, 4 Maret 2017
Gue enggak pernah merasa seperti itu sebelumnya. Merasa senang dan sedih di saat bersamaan, merasa beruntung dan rugi di waktu yang sama, dan merasa mendapat sesuatu yang dimau di saat bersamaan juga kehilangan.
Hari ini gue merusuh di kamar Rili yang hanya diam aja. Gue enggak tahu udah berapa lama gue dan Raven hanya diam-diaman dengan Rili. Kakak-kakak di rumah pada tanya kenapa kita yang biasa bawel kaya anak itik enggak ada suaranya.
"Rili kenapa sih? Aku ada salah ya?"
"Ih, enggak ada kok," jawab Rili cepat.
Yang gue sadar, Rili kaya begini enggak lama setelah gue sama Raven menunggu hujan di bawah kanopi bengkel.
"Ih, capek juga diem-dieman gini, enggak enak. Kana bener, harusnya aku ngomong ke kamu sama Raven, bukan diem aja."
Kana, gue belum pernah melihat wujud asli sosok cowok yang kelihatannya benar-benar sebagai support system-nya Rili. Tapi yang gue tahu, Kana means a lot to Rili. Yang tahu aslinya Kana cuma Raven karena pernah main bareng. Rili tuh hobinya jarang tag orang di instagram. Awal-awalnya aja, gue enggak bisa membedakan mana yang kakak pertama Rili dan mana kakak kedua Rili karena Rili enggak tag kakak-kakaknya.
Yang gue tahu tentang Kana itu cuma satu karena Rili sering ledekin, "Kana mah muka doang yang bad boy, tapi tiap hari mainnya sama kucing."
"Kata anak kampus, aku tuh ganggu kalian. Semacem PHO?" tanya Rili kemudian menyipitkan matanya saat berkata PHO.
"Hah? Kata siapa, Ri, hahahaha." Gue malah ketawa ngakak di depan Rili.
"Kok malah ketawa, Nes?" protes Rili karena gue enggak menjawab dia.
"Ya habisnya lucu aja, Ri. Kamu itu denger dari siapa coba?"
"Anak kampus, lagi gosip di kantin pas aku nebeng Kak Vino." Rili menjawab sambil mengerucutkan bibirnya.
"Mana sini HP kamu, mau telepon Kana."
"Lho, mau ngapain telepon Kana?"
"Buat ingetin kamu supaya enggak percaya kata-kata orang yang belum tentu kepastiannya."
"Lama-lama Hanes ketularan nyebelinnya Kana nih."
Raven bilang, Rili itu benar-benar dekat banget sama Kana. Terlebih lagi, baik keluarga Kana mau pun keluarga Rili udah saling kenal sejak lama.
"Ri," panggil gue.
"Kenapa, Nes?"
"Kamu pernah suka sama────"
"Aku gak pernah suka sama Raven kok, Nes, beneran deh." Gue balik ketawa lagi ketika Rili membentuk V menggunakan jari tangan kanannya.
"Astaga Rili, kamu tuh gemesin banget sih. Aku tuh belum selesai nanya lho."
KAMU SEDANG MEMBACA
Kaharsa
General Fiction"Semua tokoh utama Disney aja harus berjuang biar punya ending yang bahagia." Ada dua sisi yang bisa ditentukan oleh setiap manusia. Sisi cerah yang diselimuti kebahagiaan dan sisi gelap yang dirundung kesedihan. "Lantas semua tokoh kartun aja perlu...