BAB 6

12.3K 538 1
                                    

"Aku mengira aku menemukan hal yang lebih penting selain Jason." Kata Will. Alle ingin saja melepaskan celana laki-laki itu, karena sangat menganggu rasanya.

"Pakai kembali baju mu, Alle." Bisik Will. Dia menjauh dari Alle, ingin menyembunyikan ereksi nya. Dalam hati Will mengumpat, bisa-bisanya ereksinya muncul saat demam tinggi seperti ini. Alle menatap Will bingung, sambil menarik selimut menutup badannya. "Apa sudah mendingan?" Tanya Alle. Will menggeleng, lalu berguling memunggungi gadis itu. Will tak ingin Alle tahu kalau dia ereksi! Alle menarik kausnya, lalu memakainya. Alle keluar dari selimut, membiarkan Will berbaring membelakanginya. Mungkin Will risih dengan kontak fisik itu, asumsi Alle.

"Tolong beri aku air panas."Kata Will. Will ingin Alle pergi dulu, meninggalkannya selagi menahan ereksinya. Alle keluar untuk meminta seseorang memberikannya air. Sementara Alle meninggalkannya, Will menelentangkan badannya, membuang nafas panjang, dan menengadahkan kepalanya. "Alle..."Desis Will, benci dengan dirinya karena berfantasi yang tidak-tidak. Will duduk, mengusap wajahnya, hangat badannya sedikit berkurang.

Tadi Will ingin mengatakan jika kulit Alle lebih halus dari milik Cecilia. Will benci mengingat tentang Cecilia. Jika saja skandal hutang milik ayahnya tidak ada, mana mungkin dia ingin menikahi wanita seperti Cecilia.

Alle masuk bersama seorang pelayan. Pelayan itu tampak syok dengan pemandangan di depannya. Will duduk di ranjang tanpa balutan baju, berselimutkan setengah badan, matanya sayu, dan tampak tak berdaya.

Begitu pelayan itu meletakkan air di dekat Will, Will menarik tangan perempuan itu. "Jangan katakan apa pun." Kata Will. Pelayan itu menatap bola mata Will lama. "Bersumpahlah." Lanjut Will. Pelayan itu mengangguk. Setelah itu Will melepaskan tangan pelayan itu. Pelayan itu memandang mata Alle, lalu keluar.

Sudah pukul delapan malam, tapi musik dari luar kamar motel terdengar kencang. "Apa ada pesta?" Tanya Will seraya meminum air hangat. Alle memberinya sebutir obat. "Minum ini, aku bawa persedian obat." Kata Alle. Will menerimanya tanpa bertanya. "Tak ada pesta. Mungkin itu hanya musik. Tidurlah, aku akan coba hubungi Lori."

Will berbaring sembari mendengarkan pembicaraan Alle dan Lori. Pikiran Will kembali pada kenangannya saat bersama Cecilia. Wanita berkulit coklat itu harusnya menjaga Jason saat ini. Tapi rupanya wanita itu hanya mencintai Will semalam. Tak ada yang disesali Will dari pernikahannya bersamaCecilia. Tapi kehadiran Jason bukanlah keinginan Cecilia.

Sehari setelah melahirkan Jason, Cecilia meninggalkannya. Wanita seperti Cecilia rupanya tidak menginginkan kehadiran seorang anak. Wanita itu adalah dewi hedonisme dunia. Dan Will juga tak begitu peduli tentang Cecilia. Will hanya ingin menutup skandal keluarganya.

Alle naik ke ranjang, sebelah Will. Laki-laki itu tersadar dari lamunan nya. Will memiringkan kepalanya, melihat ke arah Alle. "Apa?" Tanya Alle. Will mendekat, membuat Alle gugup.

Will menatap kedua bola mata Alle. Gadis itu terlihat takut-takut, tapi tak berusaha menjauh dari sentuhan kulit Will. "Kau tak takut?" Tanya Will. Alle mengernyitkan keningnya.

"Untuk apa?"

"Jika aku melakukan sesuatu pada mu."

"Seperti?"

"Aku menyentuh mu."

Alle diam. Mata biru Will sangat kontras di bawah terang lampu. Entah kemana sorot mata sayu yang tadi. Alle memalingkan kepalanya, tak ingin bertatapan lama dengan Will.

Mata Will menangkap rasa gugup dari cara Alle memalingkan matanya. Will ingin katakan jika Will suka dengan belahan dagu milik Alle. Alle bergeser, sedikit menjauh karena Will semakin mendekat.

Benar saja, Will menahan tangan Alle saat gadis itu mencoba bangkit. "Aku, aku ingin minum." Ucap Alle bergetar. Will tersenyum, reaksi perempuan itu berbeda dengan perempuan-perempuan yang Will pernah temui. Semua nya terang-terangan menyambut Will. Hanya Alle yang gugup, terlalu takut dengan sentuhan Will. "Kau belum menjawab ku, Alle." Sebut Will. Alle menarik tangannya, tak ingin tangan Will lebih lama menyentuh tangannya demikian.

"Yang mana?" Tanya Alle.

"Bagaimana jika aku melakukan sesuatu pada mu?" Mata Will terus menatap Alle. Menunggu Alle balas menatapnya, karena dari tadi Alle tak ingin menatapnya.

Suara dering ponsel milik Will mengagetkan mereka berdua. Will melepaskan tangan Alle, dan meraih ponsel itu. Alle bangkit secepat mungkin, ingin menghindari Will.

"Ayah?"

Suara Jason, Will menatap Alle yang berdiri dekat jendela. Gadis itu memunggunginya. Alle sibuk dengan pikirannya, tak mendengarkan pembicaraan Will. Sampai Alle tak sadar Will berdiri mendekatinya.

"Jason merindukan mu."

Will berdiri di belakang nya. Alle melipat kedua tangannya, lalu berputar. Mata Alle menatap Will.

"Aku juga merindukannya."

Alle naik ke ranjang. Meninggalkan Will yang masih berdiri dengan bertelanjang dada. Alle menarik selimut menutup badannya, takut jika laki-laki itu mendekat seperti tadi dan memunggungi Will. Will berjalan, naik berbaring.

Alle bergidik saat tangan Will menyentuh pinggulnya. Will menyingkirkan rambut Alle di lehernya. Alle terkesiap saat deru nafas Will terasa di lehernya. "Alle?" Panggil Will. Alle ingin menjawab, tapi suaranya hilang bersama rasa gugupnya.

"Terima kasih untuk obatnya." Kata Will.

Alle menarik nafasnya lega. Lalu merutuki dirinya karena terlalu berpikiran yang tidak-tidak. Will tersenyum, dia sangat suka mempermainkan emosi gadis itu. Will beringsut menjauh, membiarkan Alle tetap pada posisi nya.

Will memadamkan lampunya. Alle mulai merasakan gerakan pria itu terasa rileks. Alle membalikkan badannya, ingin melihat keadaan Will. Mata pria itu sudah tertutup, sementara Alle berjuang melawan emosinya. Kemudian tak lama setelah itu mata Alle tertutup.

Will terbangun dari tidurnya, menemukan Alle tertidur pulas. Will bergerak mendekat kepada Alle, memperhatikan rahang wajah Alle. Will menyalakan lampu. Sudah dini hari, dan badannya sudah kembali normal.

Alle terjaga dari tidurnya saat mendengar suara percikan air. Will sudah tak ada di tempatnya. Alle bangkit dan melirik jam di ponselnya, masih dini hari. Alle berjalan mendekati toilet, mendengar suara dari dalam. Alle kembali tidur begitu yakin Will di dalam.

Will keluar dari kamar mandi, melilitkan handuk di pinggang nya. Alle masih tidur di sana, tak ada niat Will untuk membangunkan Alle. Tapi perempuan itu tersadar.

Pandangan mata Alle menyiratkan dia bingung. Pria itu pastilah baru selesai mandi, di badai salju dini hari seperti ini? Begitu pikiran Alle.

"Selamat pagi, Alle." Sapa Will.

"Hai, selamat pagi. Ini masih terlalu pagi."

"Kau benar."

"Apa tidur mu lelap?"

"Begitulah." Alle tak berusaha untuk bangkit. Will membuka sebuah kotak, mengambil sepasang pakaian.

"Baju ganti, huh?" Tanya Alle. Will mengangguk. "Aku akan pakai." Alle menutup matanya memakai selimut. Will tertawa setelah itu.

"Kenapa kau tertawa?"

Will mengancingkan kemejanya, sementara Alle masih menutup matanya. "Kau gadis yang sopan."

Will sudah berpakaian. Lalu menarik selimut yang menutupi mata Alle. "Ayo kita pergi dari sini."

Mata Alle melotot. "Kau ingin kita melarikan diri? Sekarang?"

"Alle aku tak ingin mereka menemukan kita disini. Mereka akan mengira kita melakukan sesuatu."

Will memakai jam nya. Alle bangkit dan membereskan barang-berang mereka. Tiba-tiba Alle menarik tangan Will. "Biar ku pastikan apa demam mu sudah berkurang." Alle meletakkan telapak tangannya di pelipis laki-laki itu. "Aku sudah baik." Jawab Will.

Alle dan Will naik ke mobil meninggalkan motel itu. "Kita harus cepat, Alle."

"Ada apa?"

"Jason mencari ku." Jawab Will.

"Itu pasti."

Alle masih mengantuk saat mobil membelah jalan. Will sangat suka melihat Alle tertidur. Tadi malam, Will masih ingat bagaimana Alle menghindari tatapannya. Itu membuat Will tersenyum.

Sudah sejam, dan mereka akan sampai sebentar lagi. Will ingin membangunkan Alle, tapi rupanya perempuan itu sudah terjaga. "Kita akan sampai." Kata Will sebelum Alle mulai bicara.

AFTER MORNING COMES (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang