Mobil Will berhenti di salah satu pekarangan rumah kecil. Gadis di sampingnya terlelap tidur. Getaran mobil membangunkan Alle dari tidurnya.
"Kita sampai. Ayo turun."
Will keluar dari mobilnya, sementara Alle masih mengerjapkan matanya. Mencoba mengenali lingkungan di sekitarnya. Alle menutup pintu mobil dan keluar. Will sedang membuka pintu.
"Kita dimana?" Alle berdiri dibelakangnya, mengikuti Will yang masuk ke dalam. Wangi bunga melati menguar dari dalam. Will diam tak menjawab pertanyaannya, melemparkan kunci ke atas meja.
Ruangan itu apik, tak banyak perabotan. Tapi Alle sangat tahu jika harga sofa kecil itu mahal. Cerobong asap yang menjulang ditengah-tengah ruangan membuat Alle tak sabar menyalakannya nanti malam.
Suara gong-gongan anjing dari luar membuat keributan. "Kau memelihara anjing?" Alle bertanya sekali lagi, tapi Will tak menjawabnya juga.
"Tuan Altamirano?" Panggil Alle. Will berdiri memperhatikan Alle tanpa berbicara. Alle mengetatkan baju hangatnya. "Panggil aku, Will."
"Mengerti." Jawab Alle.
Mata Will memperhatikan jemari tangan Alle, sangat polos dibandingkan perempuan seusianya yang lain yang lebih didominasi oleh warna-warna terang yang menggoda. Bibir gadis itu juga cenderung pucat. Entah kenapa, tapi Will tak pernah bertemu gadis sesederhana Alle sebelumnya. Semuanya berbeda.
"Alle, aku minta maaf atas berita-berita itu." Will mulai berbicara. "Kau suka tempat ini?" Tanyanya lagi. Alle menggumam tak jelas.
"Aku tak bisa tinggal sendiri, Tuan Will. Maksud ku.., Will."
Will tersenyum mengetahui kegugupan Alle. "Vivian ada untuk mu. Dia akan menemani mu. Aku akan datang lusa, sampai aku membereskan wartawan-wartawan sialan itu."
Alle duduk di sofa itu, merasakan kelembutan lapisan bulunya. Alle mengeluarkan ponsel dari sakunya, mengerutkan kening karena tak ada sinyal di ponselnya. "Tak ada sinyal ditempat ini." Komentar Alle. Will tersenyum lagi.
"Tempat terbaik ada di kamar mu. Ikut aku."
Ragu, tapi Alle mengikutinya. Will membuka pintunya. Suara kaki mereka terdengar karena lapisan kayu dasar kamar itu. "Cobalah."
Alle menekan ponselnya sekali lagi, Will benar. "Aku akan hubungi Lori."
Will keluar dari kamar Alle, membiarkan Alle berbicara di ponselnya. Will menghampiri Vivian di dapur. Wanita yang bertubuh gemuk itu tersenyum begitu melihat William. Dia dengan sibuk menyedu teh. "Kau membawanya kemari, Will?" Vivian membuka pembicaraan. Will duduk disalah satu bangku berhadapan dengan Vivian.
"Dia merasa asing, bi."
"Katakan tidak ada hubungan apapun diantara kalian."
"Tidak." Jawab Will pendek. Vivian menuangkan segelas untuk Will. Alle datang setelah itu. Vivian dan Alle berpandangan.
"Kemarilah, Alle." Ajak Vivian. Alle mengambil tempat di samping William.
"Aku Vivian." Vivian mengulurkan tangan. Menjabat tangan Alle.
"Alle, Allegra."
"Aku sudah tahu." Vivian mengedipkan matanya. "Ingin teh?" Vivian menawarkannya.
"Ya, tanpa gula."
Vivian meletakkan secangkir teh kehadapan Alle.
"Apa tangan mu sudah membaik?"
"Sedikit." Alle menyesap teh nya.
"Ingin mendengar cerita ku?" Vivian bertanya.
"Tentu, silahkan."
Vivian menatap Will sebentar. Pria itu tampak sedikit gugup.

KAMU SEDANG MEMBACA
AFTER MORNING COMES (END)
RomansNOVEL DEWASA. 2018. Copy Right. Qeryana Grail. Fiksi. Indonesia. Musim dingin segara berakhir, dan Allegra harus menyelesaikan pekerjaannya agar bisa mendapatkan uang. Mimpinya untuk bisa kembali tinggal bersama Ibunya harus terwujud, atau Allegra...