BAB 21

7.4K 351 4
                                    

"Dia mengalami cedera parah pada tulang kepalanya. Beruntung cedera itu hanya menyerang saraf kakinya. Dia mengalami kelumpuhan, entah untuk berapa lama. Beberapa kejadian mencatat ini sebagai kelumpuhan temporer." Marie menarik nafas lega untuk sesaat.

"Kami harus mengirimnya ke Rumah Sakit terbaik, Nyonya Marie. Hanya oleh persetujuan pihak keluarga Tuan Altamirano. Ini lembarannya, tolong dibaca dengan baik-baik." Lanjut Dokter Ray sembari menyerahkan sebuah lembaran surat.

Marie membaca surat itu dan berpandang-pandangan dengan John. "Hanya kelumpuhan sementara, mengapa harus membawanya begitu jauh dari New York?" Tanya John.

"Tuan John, kami bukanlah ahli tulang kepala. Ada keretakan pada tulang pelipisnya, merusak jaringan saraf vitalnya. Kami ingin dia segera ditangani oleh pakarnya langsung. Rumah Sakit ini tidak memiliki pakar tengkorak tulang kepala. Jika ini dibiarkan, dia akan mengalami kelumpuhan permanen. Hal terburuknya dia mengalami kebutaan. Dengar, saraf tulang tengkorak kepala sangatlah kompleks. Tolong, mengertilah. Kami memiliki keterbatasan."

Telapak tangan Marie meremas telapak tangan John. "Jika kalian setuju, tolong untuk menandatangani persetujuan itu. Ini akan sangat menolong kita."

Dokter Ray menunggu dengan sabar. Kedua pasangan dihadapannya tampak bersitegang ketika berdialog.

"Tak ada cara lain, Marie." Ucap John. Lalu Marie menarik nafas ragu dan mulai menandatanginya diikuti oleh John. "Terimakasih. Kami akan segera lakukan tindakan. Kalian bisa menunggu diluar."

Marie dan John keluar dari ruangan kerja Dokter Ray segera setelah itu. Hampir larut malam, dan ruangan koridor Rumah Sakit itu sangat dingin. Beberapa orang wartawan langsung mendekati Marie dan John saat keluar. Beruntung pengawalan pribadi Marie dan John segera bertindak, melindungi Marie dan John dari sorot kamera.

Beberapa mobil kepolisian terparkir dekat dengan mobil yang membawa Marie dan John. "Kita harus kembali, Marie. Kau terlihat tidak sehat."

"Satu-satunya alasan mengapa aku tidak sehat adalah William."

"Dia putra kita."

"Aku ingin tahu mobilnya melintas dari jalan mana."

***

Mobil Lori entah kenapa sulit menyala. "Sial! Mesinnya tak mau menyala, Alle. Ini karena salju, sialan!"

Alle mendengus tak sabaran. "Kita bisa gunakan taksi."

"Tak ada taksi melintas disana."

"Ok, jadi kita harus bagaimana!?" Alle mulai terdengar histeris dan panik.

"Bus?"

"..."

"Waktunya mungkin dua jam."

"Tak ada pilihan, ayo Lori!"

Lori duduk disamping Alle. Kepalanya bersandar dipundak Lori. "Menurut mu dia akan baik-baik saja?" Tanya Alle. "Dia tak punya alasan untuk pergi secepat itu, jangan bodoh, Alle." Desis Lori.

"Aku mencintainya, sangat."

"Kau sudah mengucapkan berulang kali. Ini ke dua ratus kalinya." Senyum Lori membuat hati Alle sedikit terhibur.

Saat tiba di Rumah Sakit, kedatangan Alle segera diketahui oleh wartawan. "Sial, mereka mengetahui kedatangan ku Lori." Bisik Alle sambil menundukkan kepala. Beberapa kali lengannya berusaha di tarik, tapi Lori melindungi Alle. "Tolong, jangan mengganggu nya."

"Nona Alle, apa kau tahu penyebab kecelakaan Tuan William Altamirano?"

"Alle, mengapa kalian datang terpisah dari Ibu William?"

AFTER MORNING COMES (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang