Alle terjaga dari tidurnya, melepas sebelah lengan Will yang terulur mendekapnya. Badannya bergeser sedikit demi sedikit, tak ingin membangunkan Will. Laki-laki itu tertidur sangat lelap. Berhasil lolos dari dekapan Will, Alle berdiri. Ranjang yang setengah berantakan itu kini tidak dipenuhi oleh kelopak mawar lagi, tapi telah berjatuhan di keramik.
Udara terasa dingin saat telapak kaki Alle menyentuh keramik. Pandangan Alle mengedar ke seluruh ruangan. Satu botol Smirnoff yang ada di atas meja dekat sofa kamar itu terletak bersama gelas bertangkai panjang. Alle melirik jam, entah kenapa haus di tengah malam seperti itu membuatnya ingin membuka botol minuman nya.
Alle bukan peminum, selalu menghindari air berwarna merah keunguan yang berasa anggur basi, bau menyengat tidak enak, atau minuman fermentasi pepaya yang cenderung Will suka. Alle membuka slot yang di lapis seal alumunium itu pelan, meneguknya langsung.
Tak percaya karena rasa pertama nya terasa manis dan asam, Alle meneguknya kedua kali, kemudian ketiga kali, lalu tiba-tiba perutnya mual. Satu muntahan cair cepat keluar dari mulutnya, mengotori lantai dan mengena pada sepatu nya. Alle merutuk, tapi perutnya mual kembali.
Dia berlari cepat ke toilet, memuntahkan isi perutnya. Tapi tak ada apa-apa yang keluar kali itu. Alle berkumur-kumur, menarik handuk, melilit cepat ke badannya. Dia keluar dan menyingkirkan sepatunya yang terkena percikan muntahan nya. Tisu yang berada di dekatnya segera diambil untuk membersihkan muntahan di keramiknya. Sial, karena perut nya kembali bertingkah.
Will terjaga, membuat Alle terkejut dan salah tingkah. Tapi dia segera berlari ke toilet.
"Alle?" Will mengejar Alle ke toilet. Entah kenapa Will merasa ada sesuatu yang tak beres terjadi pada Alle. Alle menutup keran, menyudahi muntahannya.
Mata mereka bertatapan, Will maju selangkah lebih dulu. Segera menarik Alle ke pelukannya, "Aku tidak apa-apa." Ucap Alle cepat. Tapi Alle tak bisa menyembunyikan sorot cemas dari wajahnya.
"Kita akan cari tahu setelah pagi datang." Putus Will. Alle mengangguk, ikut bersama Will kembali naik ke ranjang.
Mereka berpelukan ketika berbaring. Jemari Will yang bermain bebas di sepanjang lengannya tak bisa mengenyahkan ketakutan Alle dari pikirannya.
"Alle?" Will memanggil pelan.
"Ya?"
"Apa kau membawa obatnya?"
Alle terdiam. Botolnya bahkan tak terlihat.
"Aku membawanya." Jawabnya pelan. Will mengecup keningnya. Mereka segera tertidur.
***
Will sedang berbicara lewat teleponnya, saat Alle terbangun. Wajah pria itu sulit ditebak. "Selamat pagi, sayang." Sapa Alle.
"Alle aku menelepon seorang dokter untuk datang, segera kenakan pakaian mu."
Alle tersentak, "Tidak, kau tidak bisa!" Alle tampak panik. Will melihatnya dengan sorot curiga, "Apa yang kau sembunyikan?"
Alle berdiri, mengambil ponsel Will dari genggamannya cepat. "Apa yang kau lakukan, Alle?" Desis Will.
"Kau tak bisa meminta seseorang datang untuk memeriksa ku tanpa izin." Balas Alle, mencoba menemukan panggilan terakhir Will.
Kegugupan Alle membuat Will semakin curiga, "Alle, aku bertanya pada mu. Tolong berikan ponsel itu." Pinta Will.
Wajah Alle pucat saat satu panggilan keluar benar-benar kepada seorang dokter. Nama yang Alle ingat saat ikut menghadiri pernikahannya bersama Will semalam. "Apa kau mengira aku sakit?" Tentu saja Alle yakin itu adalah jawabannya. Karena dia sendiri tak yakin dengan keadaannya, sesuatu yang Alle coba sembunyikan meski dia belum juga memastikannya.

KAMU SEDANG MEMBACA
AFTER MORNING COMES (END)
RomanceNOVEL DEWASA. 2018. Copy Right. Qeryana Grail. Fiksi. Indonesia. Musim dingin segara berakhir, dan Allegra harus menyelesaikan pekerjaannya agar bisa mendapatkan uang. Mimpinya untuk bisa kembali tinggal bersama Ibunya harus terwujud, atau Allegra...