BAB 20

7.8K 324 0
                                        

Cahaya lampu menyala membuat Alle kaget dan membuka matanya cepat. "Ayo bangun! Kau pemalas!" Lori menarik tangan Alle. Mata Alle mengerjap sekali lagi, lalu memperhatikan penampilan Lori. "Tidak bekerja hari ini, huh? Sudah jam berapa?" Tanya Alle.

"Ayo bangun, sudah jam sembilan. Kau terlambat tiga jam dari sebelumnya."

Alle melihat jam weker di nakas Lori dan segera bangkit. Alle mengecek ponselnya dan tak menemukan pesan apa pun. Will tak memberi kabar apapun dari semalam. "Lori, apa kau bisa membantu ku?" Teriak Alle. Tapi Lori tak menjawab. Setelah sampai di dapur, Alle meminum jus jeruk dan terkejut saat lidahnya menyesap jus dingin. "Lori, apa menurut mu aku harus menemui Will?"

"Untuk apa?"

"Entahlah, dia tak memberi kabar apapun dari semalam. Pesan ku juga belum terbalas."

"Kau sangat panik. Ini akhir pekan. Ayolah, dia mungkin masih tidur."

Jemari Alle mengetuk meja dan berpikir. "Tapi ini tak pernah terjadi sebelumnya."

"Jangan cemas." Lori mendekat dan meletakkan segelas susu dihadapan Alle. "Ini, minumlah. Laki-laki itu akan menghubungi mu, mungkin saat dia sedang mandi." Lalu tawa Lori pecah. Alle menepuk lengan Lori dan tersenyum salah tingkah.

"Cepat selesaikan makan mu. Oh, oh, Alle, apa kau ingat dengan Simon?"

"Simon? Entahlah." Wajah Alle mencoba berpikir.

"Anak laki-laki tetangga kita, dia sedang dirumah sakit. Menurut ku aku ingin menjenguk nya. Ingin ikut?"

"Aku rasa tidak."

"Baiklah."

***

"Menurut mu dia akan selamat?" Seorang perempuan sedang mencatat sesuatu di kertas. Di depannya seorang pasien tak sadarkan diri.

"Dia akan selamat." Jawab laki-laki bertubuh jangkung. Rambutnya keabu-abuan dan tangannya sedang memegang kertas hitam transparan. Disana ada gambaran tulang tengkorak kepala. "Tak ada yang boleh masuk. Pastikan jantungnya terus memompa darah. Harusnya dia sudah sadar sejam yang lalu."

"Baik, aku paham."

"Teruskan pekerjaan mu."

Laki-laki itu keluar dan menutup pintu. Lalu seorang perempuan berseragam kepolisian segera menemuinya. "Dokter Ray?" Panggilnya. Laki-laki itu berhenti dan memutar badannya. "Sally, Sheriff Sally." Tangan wanita itu terulur dan menjabat tangan laki-laki berjubah itu.

"Terjadi kecelakaan malam Jumat lalu, aku ditugaskan untuk menangani kasus kecelakaan yang terjadi semalam. Mungkin kau punya waktu? Laki-laki itu adalah korban kecelakaan."

"Tentu."

"Terimakasih. Keterangan mu akan sangat membantu."

Mereka masuk ke dalam ruang laki-laki itu. "Dia terluka parah. Aku sedang melintas dan melihat tabrakan itu. Aku seorang dokter, dan aku harus menyelamatkan nyawa mereka. Ku pikir aku bisa menyelamatkan keduanya. Tapi hanya pria itu yang bertahan dari tabrakan hebat itu."

"Bagaimana dengan keluarganya?"

"Aku menemukan dompetnya. Biar ku ambil." Lalu laki-laki itu mengeluarkan dompet dari lemarinya. Wanita itu membuka dompetnya dan terkejut membaca kartu pengenalnya.

"Dia laki-laki penting di kota ini. Aku harus bawa ini dan menghubungi keluarganya."

"Lakukan jika begitu."

"Aku permisi."

***

Lori mengecup pipi seorang anak laki-laki berusia sepuluh tahun. "Hei, apa kabar mu, tangguh?" Anak laki-laki yang ditanya itu tersenyum ringan. Kepalanya diperban dan banyak luka di sekujur tubuhnya. Lori bergidik ngeri melihatnya.

AFTER MORNING COMES (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang