Hari itu langit New York cerah berawan, meski angin dingin tetap berhembus kencang. Alle memilih kembali pada kesibukan lamanya demi melupakan Will. Sedikit rasa syukur karena akhirnya Alle bisa kembali memeiliki banyak waktu untuk menyiapkan skripnya.
Percakapan terakhirnya bersama Ibunya, Alle merasa senang karena kelumpuhan Ibunya bisa berhasil ditolong dengan terapi rutin dan bantuan obat.
"Mungkin aku akan datang sedikit telat, kau mengerti mengapa kan, Alle? Pekerjaan ku menumpuk." Lori merasa bersalah karena tak bisa hadir tepat waktu.
Malam ini balai kota New York akan mengadakan pertunjukan besar pagelaran galeri dan seni drama pertelevisian. Nama Alle ada dibarisan teratas layar. Orang-orang yang sudah hampir memenuhi semua tempat datang bersama mimpi yang sama. Kebanyakan orang duduk dengan memegang makanan di tangannya.
Alle entah mengapa berharap jika Will datang untuk nya. Tapi laki-laki itu sudah tak berhubungan lagi dengannya sejak sebulan lalu. Jika saja laki-laki itu tak benar-benar bermaksud mengatakannya dan mau meminta maaf padanya, Alle akan memaafkan pria itu. Tapi Will bahkan tak mengatakan apa pun.
Pekerjaan Alle sebagai pelayan toko kue harus berhenti sampai malam itu, malam dimana Alle tak lagi melihat Will. Kecuali ingatannya selalu muncul saat menghirup aroma rambut Will dibantalnya. Setiap malam dalam seminggu, Alle menangis bersama pelukan Lori.
"Nona, bisa aku berfoto dengan mu?" Seorang perempuan dengan kepangan dirambutnya membuat Alle tersadar sesaat dari lamunan nya. "Tentu saja." Alle berdiri disamping perempuan itu lalu tersenyum saat kamera menangkap gambar dengannya. "Ngomong-ngomong, apa kau mengenal ku?" Tanya Alle.
"Tentu saja! Aku Myseri, aku melihat mu di koran. Ibu ku dan mantan istri Tuan William Altamirano dulunya satu sekolah. Kami membaca berita itu."
"Oh ya ampun, itu tak benar!"
"Jangan takut, Ibu ku juga berkata seperti itu."
"Oh, syukurlah..."Desah Alle lega. Lalu perempuan itu berbicara lagi. "Suatu hari aku akan menjadi seperti mu. Kau punya ide yang luar biasa, aku selalu suka dengan semua naskah yang kau buat." Pujian anak perempuan itu membuat Alle tersipu bangga.
Lampu dalam gedung sudah mulai redup dan orang-orang mulai tenang. Alle mengambil tempat dekat salah satu kru. Ini saat yang ditunggu Alle, saat semua orang bisa menikmati hasil karyanya.
Dering ponsel Alle hampir tak terdengar saat suara musik kencang menggelegar memulai acaranya. Sedikit berbisik, Alle mengangkat teleponnya. "Ya, Lori?"
"Alle, aku tak mendengar mu! Tapi aku sudah disini. Aku duduk di barisan 25 kolom G. Aku bisa melihat mu dari sini."
Alle berusaha mengerjap untuk melihat Lori diantara lautan manusia yang duduk di gedung itu. Sayangnya ruangan terlalu redup. Lori sudah menutup teleponnya sebelum Alle mengakhirinya.
Layar sudah berganti tayangan dan suara pembawa acara menggema diruangan. Tepukan tangan mengisi gedung itu saat satu persatu nama mulai disebutkan. Alle ingin Ibunya disini, mendengar dan menyaksikan langsung namanya disebut. Tapi dia hanya punya Lori, meski dia tak menemukan Lori disana.
Berjam-jam Alle disana, turut menyaksikan acara bersama ratusan tamu yang hadir lainnya. Sayangnya Alle terlalu sedih dan tak bahagia mengetahui jika kehadiran orang-orang yang Alle paling tunggu tak bisa hadir disana. Alle tahu jika ini pasti terjadi, tapi mengetahui jika akhirnya tujuannya memenangkan kompetisi dan membawa pulang tiket bukanlah yang paling Alle inginkan selain kehadiran Ibunya.
Acara sudah berjalan hampir sampai penutup sampai air mata haru Alle turun mengetahui dia berhasil menjadi salah satu penulis yang terpilih langsung oleh Wali Kota New York. Tepuk tangan menggema saat Alle maju ke podium dan memberikan ucapan terimakasihnya.

KAMU SEDANG MEMBACA
AFTER MORNING COMES (END)
RomanceNOVEL DEWASA. 2018. Copy Right. Qeryana Grail. Fiksi. Indonesia. Musim dingin segara berakhir, dan Allegra harus menyelesaikan pekerjaannya agar bisa mendapatkan uang. Mimpinya untuk bisa kembali tinggal bersama Ibunya harus terwujud, atau Allegra...