BAB 39

7.7K 329 5
                                        

"Dia terlalu bersemangat, " Kata perempuan itu pada Alle. "Well, kau lebih cantik dari yang Ku lihat di majalah Marie Claire." Lanjutnya lagi. Tangan dinginnya menggenggam sebelah telapak tangan Alle yang terbaring di tempat tidur. "Terimakasih." Balas Alle sambil tersenyum.

Will masuk ke dalam kamarnya, kedua wanita itu segera melihat ke arahnya. "Bagaimana, Alle ku?" Tanya Will pada Debbie. Wanita yang bernama Debbie itu Cuma tersenyum, "Kau meragukan ku, huh?"

Will duduk di sebelah Alle, "Kau merasa lebih baik?" Dan Alle mengangguk. Debbie berdiri dan menyerahkan sebotol kaca berisi butiran obat selaput merah pada Will. "Ingat, obat ini tak berpengaruh banyak. Alle bisa hamil kapan pun."

"Sampai jumpa." Ucap Debbie pada Alle, lalu keluar bersama Will. Mereka berbicara lagi setelah menutup pintu. "Apa yang kau takutkan?" Tanyanya setelah itu pada Will. "Aku tak siap, aku tak mau berbagi Alle saat ini pada siapa pun."

"Kau psiko." Cibir Debbie, tapi Will tertawa. Debbie melanjutkan ucapannya, "Semoga kau berubah pikiran. Sekali sebulan, Alle tak boleh melewatkannya. Atau dia hamil. Itu pilihan kalian, kalian putuskan saja." Setelah itu Debbie masuk dalam mobilnya dan berlalu.

Alle masih terbaring di tempat tidur ternyaman yang pernah ia nikmati. Pikirannya masih terfokus pada pilihan yang ia ambil bersama Will. Laki-laki itu belum menginginkan seorang anak dan itu juga bukan prioritasnya setelah memilih bersama Will. Tapi pikirannya tentang apakah Will akan meninggalkannya jika dia hamil tanpa persetujuan Will lah yang mengganggu.

"Hai." Will masuk entah sejak kapan, membuyarkan lamunan Alle. Alle mengambil sikap untuk duduk. "Alle, maafkan aku. Tapi aku hanya belum siap menjadi ayah untuk yang kedua kalinya. Aku laki-laki yang gagal, aku tak bisa bersama Jason setiap saat. Aku tak ingin jika anak kita nantinya, entahlah, tapi aku belum siap." Will lalu meraih kedua tangan Alle, mengecup punggung tangannya.

"Apa kau bisa meninggalkan ku sendirian?" Entah darimana kata-kata itu, tapi Alle butuh waktu untuk menyendiri. "Aku mengerti." Will bangkit dan mengecup kening Alle. "Aku ada disana jika kau mencari ku." Jelas Will lalu dia melangkah keluar. Menutup pintu dan membiarkan Alle kembali terbaring, memeluk gulingnya dan tanpa sadar satu tetes air matanya berhasil lolos turun.

***

Chris membuka matanya setelah dia tertidur cukup lama. Isabel segera memeluknya dan beberapa perawat segera masuk untuk memastikan kondisi Chris. Begitu lama Isabel dan Armando menunggu untuk Chris sadar lagi setelah melewati masa kritisnya di ruang operasi.

"Kau telah sadar, sayang ku." Ucap Isabel sembari mengelus pipi Chris. Chris tersenyum lemah dan pandangannya beralih pada Armando yang masih diam berdiri di sudut pintu. "Ayah?" Panggil Chris pelan. Armando hanya meliriknya sekilas dan berlalu ke luar.

"Biarkan dia, istirahatlah. Kami bersama mu." Isabel segera keluar menyusul Armando. "Armando?"

"Aku hampir mati karena kebodohannya." Sergah Armando cepat sebelum Isabel melanjutkan pembicaraannya. "Semuanya telah berakhir. Mengapa masih membencinya? Dia juga menjadi korban Mellisa---"

"Itu karena kebodohannya. Sudahlah." Isabel dan Armando akhirnya diam satu sama lain. "Aku harus kembali, ada banyak masalah sejak anak itu bertambah usia." Desis Armando dan segera melangkah meninggalkan Isabel sendiri di lorong itu. Isabel hanya bisa mendesah.

Sejak kasus penipuan Mellisa terungkap media, Armando segera memecatnya. Begitu pula Lalena yang terkena imbas oleh perbuatannya sendiri. Meski banyak yang mengangkat kasus Chris ke media, tapi Armando masih terus berusaha untuk memperbaiki kesalahan yang dilakukan putranya. Ada begitu banyak skandal yang Isabel hadapi sejak menikah bersama Armando Levesque. Tapi wanita itu tetap terlihat kuat dan tangguh.

AFTER MORNING COMES (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang