"Kau yakin ini tempatnya?" Chris bertanya mengulangi sekali lagi pada supir taksi di depannya. Jalanan yang sangat asing itu, kebanyakan semuanya dihiasi oleh ornamen Natal.
"Cepatlah turun. Aku bisa dapatkan penumpang yang lain." Desak supir itu. Chris mendengus, membayar sesuai jumlah kargo. Entah mengapa dia punya nyali seperti ini. Ini bukanlah kota nya, jelas sekali orang-orang disini tidak terlihat ramah.
Dia masuk ke salah satu gedung. Alta & Mirano, Inc., itu nama gedungnya. Terletak dijantung kota New York. Chris melirik jam di tangan nya sekali lagi. Sudah waktunya. "Permisi Nona?" Chris mengalihkan perhatian salah satu karyawan disana. Jelas sekali dia terpesona pada Chris.
"Apa yang bisa kami lakukan, Tuan?"
"Singkat saja, aku ingin mengantar ini." Dia menyerahkan dokumennya pada wanita itu. Dibukanya, lalu dia mengembalikannya kembali. "Apa yang salah?"
"Orang yang kau cari tidak sedang masuk, Tuan. Maaf."
"Kapan dia kembali?"
Wanita itu menatap Chris geli, "Biar ku beritahu, untuk jenis pekerjaan yang kau maksud, kau tak dapat langsung bertemu dengan nya. Tuan William Altamirano tidak bisa ditemui tanpa janji temu sebulan sebelum pertemuan. Itu adalah aturannya."
"Apa? Oh, sial!" Chris akan berbalik badan, tapi bertanya sekali lag. "Berikan aku nomor yang dapat ku hubungi."
"Tidak, kami tidak memiliki nomor secara pribadi untuk Tuan William. Kau hanya dapat terhubung melalui kami. Silahkan buat perjanjian jika kau ingin. Kami akan memprosesnya."
"Sebulan waktu yang sangat lama."
"Kau tak punya pilihan."
Chris menimbang sebentar, "Siapa dia, huh?" Tanyanya cuek. Wanita itu menatapnya datar, "Yang kau cari adalah orang penting di New York, Tuan. Bukan seorang polisi 24 jam."
Chris terdiam, dongkol dengan jawaban wanita itu. Matanya memincing, "Baik, buat kan janji pertemuan ku untuk nya."
"Silahkan berikan identitas dan tinggalkan pesan untuk nya. Kau bisa mengisinya disini." Wanita itu menyerahkan satu salinan kertas dengan banyak butir pertanyaan.
"Apa ini?"
"Kau ingin buat janji pertemuan, biar ku pastikan?"
"Ck," Chris mendesis, "Apa ini seperti wawancara kerja? Aneh sekali, aku tidak pernah melakukan ini. Kau membuat ku penasaran pada laki-laki itu."
"Isi saja, Tuan." Balasnya ketus. Chris terdiam, mulai mengisi salinan kertas itu. Butuh waktu setengah jam sampai Chris menyelesaikan salinan itu. "Ini seperti ujian saja, huh?" Chris tertawa mengejek. "Ini." Lalu diserahkannya kertas itu.
"Terimakasih, kami akan menghubungi anda."
***
Suasana kota New York dimalam Natal seperti ini membuatnya kesepian. Sendirian bertemankan sekotak pizza dan bir botol di atas balkon kamar hotel, memandang langsung ke jalan kota New York.
Tetangga kamar sebelahnya memutar kencang lagu-lagu country Natal. Chris ingin mengumpat, tapi teriakannya tak di dengar. "Hey, bisa kau kecilkan lagu itu!?" Tak ada sahutan. "Sangat berisik, sial." Umpat Chris sekali lagi. Dia masuk, menutup pintunya kasar.
Chris berbaring di ranjang nya, satu kalung besi berbandul salib tergantung di lehernya. Bosan, dia menyalakan televisi.
"Berikut ini nama-nama wanita berpengaruh di Amerika saat ini setelah Melania Trump..." Satu kalimat pembuka acara Talkshow menyita perhatiannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
AFTER MORNING COMES (END)
RomanceNOVEL DEWASA. 2018. Copy Right. Qeryana Grail. Fiksi. Indonesia. Musim dingin segara berakhir, dan Allegra harus menyelesaikan pekerjaannya agar bisa mendapatkan uang. Mimpinya untuk bisa kembali tinggal bersama Ibunya harus terwujud, atau Allegra...