1. Teo : Cewek PMS bukan lawan seimbang

99 17 17
                                    

Aku termanggu menatap langit.
Seperti unggas hitam yang mengepak sayap-sayapnya, pagi ini langit tampak mendung bagaikan bulu-bulu angsa hitam yang lebat. Hanya mendung, tidak berarti hujan akan turun. Walaupun aku benar-benar mengharapkannya. Kupertegas! Benar-benar berharap hujan harus turun.

Aku berada di puncak gedung sekolah SMA. Gedung ini tinggi bertingkat lima. Sekolahku ketat atas pengawasannya namun tidak seketat layaknya gladiator. 

"Yo?" Panggil seseorang padaku. Kepalanya muncul dari anak tangga. "Mau makan?" 

Dia Yudi, sahabat baikku. Ia teman pertamaku saat duduk di bangku Sekolah Dasar. Kami tidak pernah berbeda sekolah. Ia suka pakai topi. Tersembuyi rambut lurusnya yang hitam legam. Ia berhasil menggantikan posisi seseorang. Ya, si gadis kecil itu. Tidak lama ketika pendaftran SD, Yudi datang membawa warna baru. Tapi sayangnya, ia tidak suka dengan hujan. Setidaknya aku masih bisa berteman dengan seseorang.

Kalau di bilang baik, ya, jelas. Aku tidak pernah salah pilih teman. Cowok yang kurang bersosialisasi, ya, itu aku. Kebanyakam orang berfikir bahwa, memiliki teman banyak adalah sebuah anugerah. Bertolak belakang dengan kata-kata Ibuku "kalau pilih temen jangan yang aneh-aneh, satu aja cukup. Yang penting orangnya baik"  Aku menurutinya. Apa salahnya? ucapan Ibu adalah doa. Aku merasa terkutuk? tidak juga. Daripada memiliki seribu teman namun berwajah dua.

Terdengar nafas tersenggal-senggal dari anak tangga. Siapa lagi kalau bukan Maya.

"Cape." Maya menyapu dahi.

Dari beberapa anak gadis yang pernah aku jumpai. Hanya Maya yang tampilannya bak cowok berandalan. Padahal ia perempuan, gadis tulen. Entah apa yang merasuki jiwa psikologisnya.

Segelas es teh manis ia teguk perlahan. Ia berjalan mendekatiku. Rambutnya yang diikat membuat pucuk rambutnya menggelayut. Apa ia sadar masih memonyongkan bibirnya di sudut gelas? aku yakin, ia membuang sedotannya terlebih dahulu sebelum tiba di atas gedung ini atau ia sengaja tidak mengambil sedotan saat membeli.

Bisa dikatakan Yudi dan Maya adalah sepasang sandal baru. Ahkir-akhir ini Yudi acap kali membuka kartu, menyinggung perasaanya tentang Maya. Dugaanku benar bahwa ia menyimpan rasa. Akhirnya Yudi menembak Maya sebulan sebelum kami naik pada kelas 12 SMA, walaupun aku tidak tahu betul kronologis cerita aslinya. Kini aku berada satu kelas dengan mereka 12-IPS 1. Sebentar lagi kami akan lulus. Tinggal hitungan bulan saja.

Awal cinta mereka itu samar. Tiba-tiba jadian, tanpa undangan. Yang aku ingat. Dulu, Maya itu gadis bisu---aku kira. Ia tidak memiliki teman. Setahun  lebih sebulan mungkin lebih sebulan lagi Yudi merekrut Maya menjadi anggota bagian dari klub kami. Klub? Yudi suka mengatakan itu. Padahal klub ini hanya terdiri dari dua anggota. "Klub rakyat buangan" itu bodoh. Lama-lama akhirnya Yudi memberanikan diri untuk menembak Maya.

"Ini, Yo." Yudi menyodorkan satu mangkuk bakso. Mangkuknya berlukis ayam jago merah.

"Gratis nih?"

"Enak aja, bayar dong," kata Yudi dengan nada ketus.

"Nggak mau, Yo? kalo engga buang aja!" sergah Maya dengan suara ditekan. Aku tahu itu sebuah ancaman. 

Aku memakan bakso itu, tanpa menimpal balik ancaman Maya. Aku sangat yakin dengan isi benakku perihal Maya tidak punya teman selain kami. Bahkan saat kecil dulu.

Kali ini, gadis tomboy itu meraih gelas teh dengan tangan kekarnya. Uratnya tampak melikuk-likuk menonjol di kulit. Kadang aku berfikir, apa Yudi benar-benar menyukai Maya?

Aku masih melahap bakso. Ini adalah bakso terakhir. Hap, satu bulatan kecil kukunyah di mulut. "Udah bel belum sih?" Gigiku masih sibuk menggigit bakso.

"Udah," jawab Yudi. Ia juga masih sibuk memgunyah bakso.

Udah? Rasanya aku tidak mendengar bel berdering.

Bola mataku melirik kesana kemari. Tidak ada minum. Satu-satunya air yang di pegang Maya adalah harapan terakhir. "May minta May, haus ... " rengekku dengan sangat hati-hati.

"Bentar!" Maya kembali meneguknya.

Aku menggaruk kepala. "Emang kalian cuman beli satu gelas teh?"

"Seharusnya beli minumnya jangan satu, May. Kalau begini jadi nggak enak sama yang engga minum," saranku.

Tatapan Maya sangat sinis. Aku takut menatap balik. Apa aku salah bicara?

* * * 

Beberapa menit kemudian.

Aku dan Yudi duduk di kursi lorong tempat pintu-pintu loker tertanam. Kini pakaianku basah dan berbau manis.

"Sekarang nyeselkan. Makannya hati-hati kalau ngomong sama Maya." Yudi memperingatiku, aku benci dinasihati orang.

"Perasaan omongan gua biasa aja." Aku membela diri. Toh, memang kenyataannya. Maya terlalu progresif terhadap suatu hal.

Yudi terkekeh. "Asal elu tahu, Yo. Bakso tadi, Maya yang beliin, Bukan gua. Gua nggak ada duit,"

"Bukanya beli minum yang banyak, biar adil." Yudi memperagakkan tingkahku sebelum air yang kuminta pada Maya tadi kini tumpah menyebar diseragam putih abu-ku.

"Sialan tuh cewek," dengusku sambil berdiri mengangin-anginkan pakaianku di dekat jendela berjeruji.

"Udah tau Maya orangnya gitu, inget jangan sekali-kali pancing emosinya lagi."

Lagi-lagi Yudi memperingati. Telingaku cepat panas kalau terus-menerus mendengar ocehannya. Apalagi pagi tadi Ibu marah-marah sebelum aku berangkat sekolah. Beginilah nasib anak cowok rumahan. Suruh mencuci piring setiap hari, kalau tidak mau auman Ibu akan menggema seantero rumah.

"Iya, gua nggak nyangka kalo dia bakal semarah itu, Maya lagi PMS?"

"Enggak tau lah," sergah Yudi cepat. "Mana mungkin gua tahu, tanya langsung sana!"

"Barangkali aja elu tau," 

"Pacaran nggak mungkin nanya sedetail itu, Yo."

Aku menggaruk badan. Astaga, kok, jadi gatel begini. Kulitku lengket, air tehnya merembas sampai ke kulit, padahal aku mengenakan baju dobel.

"Siapa tau kalau elu yang nanya bakal dia jawab."

"Gak ngerti pacaran sih,  makannya pacaran sana biar bisa tanya ke cewek soal begituan," jawab Yudi kesal.

"Yelah cuman bercanda, sensi banget."

Terbelesit tanda seru dikepalaku. Usulan Yudi boleh juga. Tapi ...

☆☆☆

Tapi ... ?
Emmm ...
Apa ya?

Jangan lupa tinggalkan bintang kalau readers suka. Silahkan share dan coment biar author semangat update cerita Oath Petrichor (ngarep tingkat dewa) :v

Terima kasih :)

Oath Petrichor #GrasindoStoryIncTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang