49. Hana dan Teo

5 2 0
                                    

Apa benar Teo suka pada Mia. Aku liat dari tatapannya pada Mia, bahwa dirinya tengah menyembunyikan sesuatu. Tapi apa benar? come on, Hana, hapus pikiran buruk itu. Aku tahu Mia tak akan melakukannya. Tapi ... ah, mengapa sekarang aku ragu-ragu dengan sahabatku ini.

"Hana?" Pintu kamarku berderit.

"Belum tidur?" tanya Mama lalu mendekatiku dengan kursi rodanya.

Aku langsung duduk di bibir kasur setelah sekian lama berbaring sambil melamun.

"Belum, Ma. Mama mau apa? Mau makan lagi?"

"Enggak. Tidur, ya, Han. Udah malem ini. Engga baik tidur malem-malem."

Aku menedang-nendang udara dingin yang terperangkat di kamar ini. Berkat hujan yang tak kunjung berhenti sejak habis magrib. "Iya, Ma. Em, tumben, Mama juga belum tidur jam segini."

Ia tersenyum. "Mama udah terlalu kenyang tidur siang."

Aku membulatkan bibir, lalu menatap lantai kamar yang seputih pualam.

"Han, kalau mau cerita, Mama siap dengerin, kok." Mama semakin mendekat.

"Ma, kalau selama ini ternyata Teo enggak suka sama aku, gimana?"

"Oh ... jadi ini sebabnya kamu susah tidur?"

Aku cengengesan. Tak ada tempat yang lebih asyik bertukar cerita selain dengan Mama. Dia sangat paham dengan keadaan anaknya.

"Yaudah, lupain aja."

Sontak aku terperangah mendengar ucapan enteng yang keluar dari mulut Mama barusan. Tak ada sepatah kata pun yang keluar dariku untuk membalas jawaban Mama.

Tiba-tiba Mama tertawa. "Emang Teo lagi deket sama siapa sih, sampe bikin kamu takut?"

Aku membuka mulutku. "Sama Mia."

Mama menaikan sebelah alis. "Gitu aja baper. Katanya kamu sama Mia sahabatan. Masa kamu percaya kalau Mia bakal ngelakuin hal begitu ke kamu."

"90% aku percaya, 10% rasanya ada yang ngeganjel di hati"

'Bahasamu itu loh, Han." Mama terkekeh. "Hana tau hal yang paling penting dari persahabatan?"

"Kepercayaan," jawabku.

"Saling percaya dan jangan berprasangka buruk. Kalau sudah rusak bagaimana?"

Aku termanggu.

"Rasa kecewa persahabatan itu lebih komplek dari permasalahan cinta, Han. Mending kamu buang jauh-jauh pikiran buruk itu."

Aku mengangguk.

"Oke."

"Oke."

Aku baru sadar, sedari tadi Jo menguping percakapan kami di pojok ruangan.

* * *

Ping!

Malam hari ditemani Mia lewat chat, terasa mengasyikan. Terlebih lagi Hana adalah topik utamanya.

Aku tanya pada Mia di Whatsapp tentang segala sesuatu tentang Hana. Yang Hana suka dan sebaliknya. Mia adalah teman chating yang asyik ketibang Maya. Bahkan aku bisa menghitung jumlah pesan yang tertuang saat chating-an dengan Maya. Dia begitu pelit huruf dan hemat menggerakan jemarinya.

Kata Mia, "Hana suka sama kucing. Dia enggak suka anjing, soalnya pundaknya pernah digigit anjing tetangga pas di Jakarta. Bekasnya belum ilang sampe sekarang."

Hari ulang tahun hana pada bulan April, tepatnya tanggal 29. Sekarang sudah masuk awal maret, terlalu banyak persiapan menuju Ujian Nasional. Akan kusempat-sempatkan untuk membelikannya boneka anjing yang warna putih. Mia bilang, tak masalah kalau hanya boneka anjing. Niatku agar dia tak takut dengan anjing lagi. Semoga saja begitu. Akan aku berikan saat ulang tahunnya.

Oh ya, ngomong-ngomong apa Yudi sudah siuman.

Teo : Woy, Yud

Yudi tak kunjung membalas.

Sebuah pesan masuk dari Mia.

Mia : Yo, besok balik sekolah jenguk Yudi, yu. Kasian dia, hampir sekarat wkwk

Teo : Sembarang :v jadi ya besok. Kasi kabar ke Hana sama Maya dulu, Mi.

Mia : Siap bos!

dasar Yudi, padahal jadwal sekolah sekarang semakin padet. Sempet-sempetnya malah sakit.

☆ ☆ ☆

Liat besok yaa :)

Oath Petrichor #GrasindoStoryIncTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang