"Cepetan!" Maya mendengkus kesal.
"Iya. Sabar, May," jawab Yudi dengan lembut dan penuh kesabaran.
Kami dari minimarket seberang sekolah untuk membeli roti lapis. Sepanjang jalan menuju gerbang sekolah, Maya menggerutu tanpa henti.
Yang aku harapkan pagi ini adalah ketenangan. Minimal Maya tidak marah-marah. Atau hari ini semua guru absen di kelas, sepanjang jam pelajaran kosong, tidur di kelas, siswa-siswi lain tidak ribut di kelas, dan tiba-tiba wifi sekolah menyala; biasanya wifi sekolah sering diputus.
Kami melintasi gerombolan anak Osis yang tengah nongkrong-nongkrong di depan ruang TU. Mereka menyanyikan lagu yang tidak pernah aku dengar, tepatnya sebab aku tidak pernah mendengarkan musik.
"Ohya, Yo. Hp yang kita temuin sore itu udah tau siapa pemikiknya?" tanya Yudi.
Aku memasukan sebelah lengan ke dalam kantong celana. "Gua ...." Astaga, baru ingat bahwa ponsel itu belum aku sentuh lagi.
"Lu balikin atau dijual?" timpal Maya.
Terpaksa harus berbohong.
Melihat alis Maya naik-turun. Jadi susah berpikir. Keringatku hampir terjun di pelipis. Kalau jawab jujur, khawatirnya meraka akan merebut hak ponsel itu, dan puncak masalahnya adalah otak bisnis mereka akan berjalan lancar.
Aku masih menatap ke empat bola mata mereka. Sulit untuk percaya. Sedari tadi aku gagu "E". Berbohong pada seseorang itu sulit, aku tidak dilatih Ibu untuk bisa berbohong.
Aku berdeham.
"Hp nya, udah gua kasih ke pihak sekolah," jawabku asal. Bukan hal yang sulit untuk menyembunyikan kebohongan selanjutnya.
Sumringah Maya menghilang, tampak wajah topeng serigala di wajahnya.
Yudi memukul pundakku pelan. "Oke ngga masalah." Yudi langsung melangkah.
Aku masih mematung. Untungnya meraka tidak bertanya macam-macam. Meraka tidak melontarkan pertanyaan berkepanjangan.
Maya masih berdiri di sebelah kananku. Ia menyipitkan matanya. Aku meneguk ludah karena panik, lalu dia berjalan mendahuluiku sambil mengacungkan jari tengah. Masa bodo dengan sikapnya, yang penting rahasia ini aman.
Kami menuju tempat yang paling ramai dikunjungi pelajar. Kantin, tempat destinasi utama pelajar. Sepanjang perjalanan menuju kantin, aku tetap berjalan mengikuti bekas langkah Yudi dan Maya, tepatnya berjalan di belakang mereka. Masih ada 10 menit kurang untuk menghabiskan roti ini sebelum jam pelajaran pertama dimulai.
Maya melihat rotinya, ia baru menggigit roti itu dua atau tiga kali, sedangkan rotiku sudah dilahap habis. Meraka berdua seperti koala makan tebu. Aku memang sudah sarapan, kalau hanya makan roti lapis seperti ini, seperti hanya makan cemilan saja.
"Gua tinggal sebentar, ya. Gua mau cuci tangan." Aku berdiri dari bangku di kantin.
"Lah, roti lu udah habis?"
"Iya. Gua aja kaget, Yud." Sergah Maya mendahuluiku untuk menjawab.
"Gua tinggal."
Setahun yang lalu, kantin sekolahku direnovasi. Ada sekitar lima belas keran yang ditambah. Atapnnya pun tambah lebar juga langit-langit kantin punya enam lampu neon.
Aku membilas wajah, dan mematikan keran air saat tahu bahwa ada yang tengah memerhatikanku dari jauh. Kuelap telapak tangan pada celana.
Aku mengepal tangan, lalu menyeringai, sesekali melirik kedua gadis itu, gadis kribo dan temannya. Mereka langsung mengalihkan pandangan ketika aku tatap.
Aku meninggalkan keran. Melangkah menjauh dari keran. "Kemarilah!" kataku pelan.
Aku melewati lorong-lorong kelas yang dipadati oleh para pelajar yang lalu-lalang. Akan kubuat mereka mengikuti langkahku. Sudah lama aku merencanakan hal ini, alhasil baru sekarang bisa terlaksana.
Aku melangkahi beberapa anak tangga. Rencanaku berhasil, siapa sangka meraka terus-menerus mengekor sampai gedung antai dua.
Sekarang lantai tiga gedung. Aku semakin mempercepat langkah. Derap sepatku semakin terdengar nyaring. Hampir sepanjang perjalanan senyumku mengembang sambil cengengesan. Mau-maunya meraka mengikutiku. Bodohnya meraka berdua.
Tibalah aku melewati tikungan yang tepat depanku terdapat pintu besi tanpa cat. Itu gudang. Aku yakin ini adalah tempat bersembunyi yang tepat untuk mengagetkan mereka. Rencananya begini, saat mereka kehilangan arahku, mereka akan naik ke gedung lantai selanjutnya sedangkan aku akan mengagetkan mereka dari belakang.
Aku masuk ke dalam. Kufokuskan pikiran dan pendengaran untuk mendengar langkah kaki meraka mendekat. Darap langkah meraka berhenti. Terdengar hempasan nafas terengah-engah. Mereka berhenti tepat di depan pintu gudang ini. Dari dalam sini, aku dapat melihat sepatu mereka berhenti, sebab pintu gudang ini tidak sepenuhnya tertutup, seperti pintu toilet zaman sekarang.
Mereka saling adu pendapat. Yang satu bilang bahwa diriku turun, dan satunya bilang bahwa diriku naik ke lantai atas.
Rencanaku berhasil. Sepertinya mereka akan segera pergi.
Saatnya aku beraksi. Pertama-tama agar tidak menimbulkan suara, perlahan lenganku menjulur pada kenok pintu dan menggenggamnya.
"Eh. Coba cek gudang ini."
Bodoh! matilah aku. Dengan hati-hati aku menyandarkan punggungku di pintu itu. Kalau pintu ini sampai terbuka, tamatlah riwayatku.
"Enggak ke buka."
Semantar itu, dua gadis sialan ini. Berusaha mendorong pintu itu dari luar. Ternyata meraka cukup kuat. Aku menjadikan kedua kakiku sebagai penongkrak, bertumpu pada dinding-dinding gudang. Walaupun di sebut gudang, tapi gudang ini kosong blong. Tidak ada benda apapun.
Mau sampai kapan kami saling mendorong pintu ini.
"Enggak bisa di buka." Keluh salah satu dari meraka.
"Tinggalin aja."
Syukurlah, aku selamat. Keringatku sudah bercucuran hingga seragamku basah.
Namun, tiba-tiba pintu gudang ini terdobrak kuat olehku sendiri. Aku terjatuh dalam posisi tengkurap.
Sontak mereka berdua teriak histeris dan lari tunggang langgang.
Siapa sangka ternyata pintu ini punya dua sisi untuk dibuka, tepatnya pintu ini bisa dibuka ke dalam atau pun ke luar.
Untung wajahku tidak tampak dihadapan meraka. Misi gagal, semua rencanaku sia-sia. Hari ini adalah hari terburuk yang pernah ada.
☆ ☆ ☆
Pintu yang bisa dibuka dua sisi? moga paham ya wkwkwk :V
Tinggalkan votmen
KAMU SEDANG MEMBACA
Oath Petrichor #GrasindoStoryInc
Teen FictionFiksi Remaja Danau di gurun pasir hanyalah bagian dari fatamorgana. Daratan di laut lepas hanyalah bagian dari cerita dongeng. Hati yang bimbang akan menyesatkan perasaan seseorang layaknya ilusi semata. Orang bilang 'cinta itu buta tidak dapat dili...