43. Hana : Ingin jadi dokter

6 2 0
                                    

Kafe Cup sudah tutup. Namun, para karyawan kafe Cup masih berada di kafe saat ini. Katanya, Pak Westreen ingin bicara dengan kami semua. Ternyata ia menyiapkan kami bingkisan. Melihat senyum Pak Westreen saat memberikan bingkisan untuk tiap karyawan, membuatku menampakan senyum simpul juga. Lihat, pipinya yang tembam itu terlalu banyak mengunyah cokelat. Pak Westreen adalah orang yang sangat baik, bersahaja, dan tampil seadanya. Mau pakai kaos apapun, kulitnya tetap tampak putih bersinar. Itu tidak bisa dibohongi. Begitupun dengan perut buncinya, yang saat ini menyentuh meja saat meletakan pancake besar di tengah meja beberapa detik yang lalu. Para karyawan termasuk aku dan Mia, Juga Pak westreen sebagai pemimpin duduk melingkari meja kafe.

"Paman, bibirmu," ujar Mia.

Pak westreen langsung menyapu coklat di ujung bibirnya menggunakan telapak tangan. Lalu ia gibas-gibaskan tangannya di celemek. "Aku memilih berada di Indonesia tahun ini, sebab aku ingin melihat teman-teman hebat seperti kalian semua. Aku banyak sekali terima kasih pada kalian." Maksudnya ia sangat berterima kasih pada kami semua. "Maaf, aku hanya bisa menemani teman-teman di tahun sekarang. Tahun lalu, aku belum." Ia tertawa. Ya, suaranya memang lucu. Logat bahasa inggrisnya sangat mengganjal di lidahnya. Secara, dia memang bukan orang Indonesia. Ibu Mia yang membimbingnya mengolah usaha kecil di kota Bogor. Pak Westreen mengikuti apa kata adiknya. Kata Mia, Pak Westreen langsung siap saat diajak mendirikan usaha, sebab Ibu Mia memiliku tanah kosong, tanah yang sekarang sudah menjadi Kafe Cup. Kafe seribu kehangatan.
"Berkat doa-doa kita di tahun-tahun lalu. Aku suka mendoaakan baik untuk kafe ini. Dan sekarang, kafe kita jadi sangat baik."

Kami semua bertepuk tangan.

"Aku ingin, semoga kita semua selalu di beri kesehatan oleh tuhan. Dan kalian ... " Pak westreen menatap sepintas para karyawan. "Semoga bisa dijadikan orang sukses ke depannya. Tidak hanya kerja di kafe yang kecil ini tetapi bisa menjadi pemilik kafe yang terkenal suatu hari nanti."

Aku tersenyum simpul. Begitu mulia keinginannya.

"Mari kita doa bersama-sama." Pak Westreen menundukan kepala.
Para karyawan, ada juga yang mengangkat tangan saat berdoa, termasuk aku. Dan empat orang menundukan kepala sambil mengatup tangannya.

Dengan khusunya aku berdoa dengan menuntup kedua mata. Apa yang aku inginkan di tahun 2019. Banyak, sih. Tapi itu bukan hal yang penting. Oh ya, terlintas di kepala. Aku pengin menjadi dokter, agar aku bisa mengurus Mama sepanjang hidupnya tanpa bantuan dokter lain.

Amin.

☆ ☆ ☆

Amin, ya Allah :)

Oath Petrichor #GrasindoStoryIncTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang