Ada yang mengamatiku di persimpangan pojok toko. Gadis dengan gaun putih itu berdiri sambil memayungi dirinya dengan payung.
Itu pakaian musim semi, aku hanya mengernyitkan alis.
Payung merahnya, tampak sangat bagus. Akan kupuji sebab warnanya merah marun, warna yang aku suka.
Tatapannya aneh, seperti mencari-cari sesuatu dariku. Dan aneh, aku ingat tatapan itu. Tatapan yang sama sembilan tahun lalu.
Dan lebih aneh ... aku menikmatinya.
Sayup-sayup aku membuka kedua mata. Lamat-lamat kuperhatikan sekeliling untuk meningkatkan kesadaran.
Masih pukul 01 : 00 malam, kukira sudah pagi.
Apakah bulan November memang dingin seperti ini? kulitku sudah lupa merasakan sedingin apa november lalu.
Aku keluar kamar, melirik ruang tamu. Ada tiga sepatu yang sama kotor, pasti keluargaku. Biarkan saja, aku tidak akan mau mengepel lantai kotor itu walaupun Ibu yang perintah.
Suara air yang dituang ke dalam gelas terdengar nyaring. Benar-benar sepi.
Menuju kamar mandi. Sambil membasuh wajah, kuperhatikan dua bola mata cokelat lekat-lekat di depan cermin.
Mimpi apa aku tadi?
Oh, itu aneh. Seperti benar-benar terjadi.
Mata itu ...
Kuingat-ingat dengan mengimbangi warna bola mataku sambil menutup mata.
Hitam legam.
Aku menarik nafas dalam-dalam dan kembali membuka mata.
Aku ingin menatapnya lagi.
Cepat-cepat kembali ke kamar, merentangkan tubuhku di kasur empuk.
Oke! Aku tidak bisa tidur. Kuraih guling di sebelah dan meremasnya. Siapa gadis tadi? Bikin penasaran saja.
Sulit tidur akibat terbuai oleh mimpi sendiri. Itu aneh.
Aku menarik hafas dalam-dalam, menghirup udara dingin yang menyatu bersama hujan deras.
Seandainya mimpi adalah cerita bersambung, aku akan memilih kembali tidur dan melanjutkannya.
* * *
Ada pria di ujung sana mengenakan jas hitam, seiras dengan warna celananya.
Membawa payung bening, unsur pelengkap bahwa ia dapat menyatu dengan setiap perasaan.
Hanya berdiri mematung menatapku lekat-lekat dengan mata sendu miliknya.
Aku menatapnya balik.
Dari ribuan orang berlalu-lalang serta kendaraan hilir-mudik, tak bisa menghalangiku untuk tetap terjerat dalam tatapannya.
Sungguh, seandainya ia dekat, aku kupeluk. Seandainya ia benar-benar melangkah menuju kemari, aku siap ... apapun yang terjadi. Apapun itu.
Aku membuka mata lebar-lebar. Tubuhku bergetar hebat, malam ini dingin sekali.
Kulirik jam beker merah di atas nakas tepat pukul 12.30. Kipas yang mengantung di langit kamar baling-balingnya berputar kencang, pantas saja udara sangat dingin.
Aku melangkah keluar kamar, tenggorokanku terasa sakit. Aku kedapur, mengambil gelas bening di meja, lalu mendekatkan gelas itu pada mulut ceret.
Tiba-tiba lenganku bergetar hebat, hampir saja gelas itu terlepas dari genggaman. Ada halususinasi anah. Aku pikir kejadian ini pernah aku alami sebelumnya, namun entah kapan aku ... tak tahu.
Aku berjalan pelan menuju kamar Mama. Tubuhnya meringkuk di kasur berselimut tebal. Aku mendekat lalu mengecup keningnya. Selamat malam Mama.
Hujan terus saja turun mengguyur seisi kota. Aku menatap rintik hujan dari balik jendela kamar. Ditemani Jo si kucing hitam yang pernah aku pungut ketika hanyut di sungai sewaktu TK dulu, kucing kampung itu kini telah menjadi kucing rumahan yang manja.
Hari ini tanggal 10 November, aku rasa hujan akan lebih sering lagi datang menghantui kota ini.
Rasanya ada hawa aneh yang tengah menyelimutiku. Apapun itu, jelas pikiranku sedang melayang-layang. Melamun dengan mata sendu dibilik kamar. Seadainya aku bisa bercerita pada hujan.
Aku tahu hujan tak dapat berbicara. Tapi aku yakin, hujan dapat menyampaikan perasaan.☆ ☆ ☆
Minta maaf kalau readers kurang nyaman dengan penggunaan tanda baca, terutama titik dan koma.
Entah kenapa setelah dipublis jadi berubah. Padahal tadinya titik, eh jadi koma, yg koma jadi titik :(
Maaf atas ketidaknyamanannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Oath Petrichor #GrasindoStoryInc
Teen FictionFiksi Remaja Danau di gurun pasir hanyalah bagian dari fatamorgana. Daratan di laut lepas hanyalah bagian dari cerita dongeng. Hati yang bimbang akan menyesatkan perasaan seseorang layaknya ilusi semata. Orang bilang 'cinta itu buta tidak dapat dili...