19. Hana : Beri aku hadiah yang lebih besar, Teo

16 3 0
                                    

Aku sering menghapal kosa-kata bahasa Inggris. Dibandingkan guru di depan, Mia lebih mahir berbicara bahasa inggris. Sayangnya Mia bukan orang yang patut dijadikan contoh di sekolah ini menurut para guru dan para pelajar. Mereka sudah keracunan mitos tentang latar belakang hiruk-piruk Mia di Amerika.

Aku tahu itu benar. Bukannya aku bodoh karena tetap berteman dengannya, menurutku Mia tetap tampak seperti gadis biasa.

Temanku Mia baru saja dari kamar mandi. Sekarang ia kembali ke kelas dalam keadaan gusar. Aku lihat dari cara tatapannya saat ia semakin mendekat untuk duduk di sebelahku, ada hal penting yang ingin disampaikan olehnya. Kami duduk sebangku, di pojok, sudut kanan, nempel tembok, paling belakang.

Dia menatapku. "Tadi gua liat Teo, Han." Aku langsung terkesiap mendengarkan.

"Teo masuk ruang BK."

Belajar mengajar sedang berlangsung, semua memandang papan tulis yang melebar sempurna selain aku dan Mia.

"Ngelindur," remehku.

Ia berdecak. "Please believe me. Tadi dia pake baju kaos oblong sama temennya." Wajah Mia sangat meyakinkan.

Aku menurunkan pundak, dan menutup wajahku dengan buku. Begitupun Mia. Harap-harap Ibu Susi tidak melirik dari mejanya.

Aku menaikan sebelah alis. "Kaos?"

Mia memutar bola matanya. "Mau ngebuktiin enggak?"

Aku membenarkan posisi dudukku. "Masa sih?" Aku ikut histeris.

Mia mengela napas.

"Iya, iya gua percaya."

Aku tertawa pelan. Mia gampang baper.

"Lagi ngapain?"

Aku mendongak. Bu Susi sudah berdiri di samping meja kami dengan tatapan sangarnya. Bulu mata anti badai yang lebat bergerak saat matanya berkedip. Mata empatnya menujukan bahwa bola matanya telah ditukar dengan mata elang.

Ia menggebrak meja. "Keluar."

Ibu Susi adalah guru bahasa inggris yang paling menjengkelkan. Tercatat dalam nominasi guru killer di billboard school ini, dia berhasil menduduki posisi pertama. Hebat bukan?

Berdiri di depan pintu kelas bukanlah hal yang sulit. Aku hanya perlu mengangkat satu kaki sambil menjewer telinga. Lagi pula, keadaan koridor lenggang, tak ada yang lalu-lalang.

Mia celingak-celinguk, mengamati keadaan sekitar.

Tidak ada yang berhak disalahkan atas kejadian ini. Bukan salah Mia atau salahku. Salahkan saja Ibu Susi, Satu-satunya guru glamor, galak, sok cantik dan kesempurnaan jeleknya yang cocok dijadikan bahan buli-an para pelajar.

Kakiku semaki pegal. Aku duduk di lantai, meluruskan kaki. Mia masih mengamati keadaan sekitar. Apa yang ingin ia lakukan?

"Elu pengen lihat Teo, kan?" Aku menoleh padanya.

"Ayo! ke ruang BK!" ajaknya.

Apa Mia mau menambah berat hukuman ini? Aku masih melongok.

"Jawab aja, Iya atau engga!"

Aku menaikan kedua pundak. "Ya. Demi Teo."

Mia terkekeh. "Nah, gitu dong."

Aku berdiri, dan menyusul langkah Mia. Yang aku khawatirkan adalah, kenapa Mia yang lebih semangat?

Kami bergegas ke ruang BK melintasi beberapa kelas, melewati koridor, dan tiba di ruang BK tepatnya jendela ruangan itu. Kami hanya bisa mengintip dari sini. Aku berjinjit sebab jendelanya dipasang lebih tinggi di bandingakan ruangan lain di sekolah. Mungkin agar tidak boleh ada yang tahu jalannya eksekusi dalam ruangan itu selain korban dan penyiksa.

Oath Petrichor #GrasindoStoryIncTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang