42. Teo : Selamat tahun baru 2019

7 1 0
                                    

Hujan datang tanpa diundang. Mau beraktivitas di luar pun jadi sulit. Kadang-kadang ke luar hanya di teras rumah. Sore datang malam, sampai pagi lagi, hingga malam berikutnya awan masih tetap sama. Tiada henti hujan turun mengguyur kota ini.

Setelah aku mengingkari janji pada Hana sore kemarin, kukirim pesan di jam enam sore bahwa aku tak bisa datang dan kusebutkan alasan juga padanya. Hana bilang, bahwa dia pun sudah ada di rumah jam enam sore. Sedangkan aku masih si pasar menunggu Ibu belanja.

Malam ini adalah pergantian tahun. Ibu, Ayah dan Yasir pergi mengunjungi rumah nenek, juga ingin menyaksikan ramainya acara di sana. Saat orang tuaku bilang,  "Ayah, Ibu, Yasir bakal ke rumah Nenek. Kamu tidak ikut atau tidak ikut." Aku memilih keduanya. Mereka bertanya padaku seperti itu dengan dua pilihan yang sama sebab mereka tahu, bahwa aku pasti tidak mau ikut. Itu benar. Aku di rumah sendiri saat ini.

Aku duduk di sofa depan ruang keluarga. Mungkin kalau ada Yudi, suasana rumah jadi tak terlalu membosankan.

Aku mencoba menelpon Yudi. "Yo? Apaan?" jawabnya.

"Ke rumah gua dong. Sepi nih."

Dia berdecak. "Yaelah. Sekarang 'kan hujan. Nanti pas sampe sana gua malah basah."

Tiba-tiba teringat keluargaku. Katanya meraka mau menyaksikan kembang api di udara, padahal, kan sedang hujan.

"Mau gua jemput naik mobil?"

"Boleh, boleh."

"Ah, males keluar rumah gua. Elu aja dateng sendiri!"

"Yaudah, gua naik sepeda nih. Gua ajak Maya, ya."

Seketika sambungan diputus oleh Yudi. Padahal aku ingin bilang bahwa jangan ajak Maya. Aku mencoba menelpon Yudi lagi. Tapi nihil. Tak diangkat olehnya. Maya itu pengganggu, makannya aku benci padanya.

Langkah-langkah kakiku beranjak ke dapur untuk mengais apakah Mama meninggalkan spageti atau mie ayam di meja makan. Namun tak ada apa-apa. Kulkas kosong melompong, hanya ada salju di frizernya. Aku membuka lemari yang makan. Aku langsung melongo saat kedua mataku disuguhkan oleh dua toples astor, satu box bolu dari kafe Cup, juga ada makanan ringan lainnya. Ternyata Ibu menyeludupkan makanan ini tanpa sepengetahanku. Itu keterlaluan.

Aku langsung mengambil satu toples astor, seperempat bolu dari box, dan satu bungkus kripik singkong. Aku letakan ketiganya di karpet di ruang keluarga.

Aku melirik jam yang sudah menunjukan pukul 19 : 45. Yudi tak kunjung tiba juga. Sendiri di rumah hanya di temani televisi, bukan masalah bagiku. Aku suka saat aku sendiri. Tak ada yang menyuruh-nyuruh melakukan ini-itu. Tepatnya, kalau tak ada Ibu di rumah, aku bebas.

Aku menelan sepotong bolu sambil menonton acara televisi yang endingnya sering tertimpa azab. Aku membuka jendela, lalu menatap hujan yang turun disegala arah. Aku berdiri sambil memakan sepotong bolu lagi. Perlahan, aku membuka pintu depan dengan lebar. Lalu duduk di bibir pintu untuk menunggu Yudi datang. Jalan depan rumahku sepi sekali, hanya ada hujan yang terus turun.

Aku ke kamar, lalu mengambil tumpukan surat yang sering Hana kirim padaku. Aku kembali duduk di bibir pintu. Sambil membaca ulang semua surat-surat itu, aku menggunyah satu persatu tiap potongan bolu ini.

Kalau dari dulu aku sadar bahwa yang mengirim surat ini adalah Hana, mungkin hubungan pertemanan kami tak secanggung sekarang. Ini semua salahku. Aku lebih sering menunggunya, dibandingkan mencari kabar darinya.

Tiba-tiba ponselku berdering.

"Halo, Yud? jadi ke sini enggak?" tanyaku di telpon.

"Sorry, Yo. Aduh, mendadak nyokap-bokap gua ngajak pergi."

Aku menjawab, "Ya. Engga masalah."

"Sory, Yo. Lain kali." Terdengar suara klakson mobil daru telpon seberang. Sepertinya Yudi sedang berada di mobil saat ini.

Padahal aku sudah menunggu Yudi lebih dari satu setengah jam. Raanya mengecewakan. Aku menggigit bolu lagi sambil berjalan menuju kamar. Televisi tetap kubiarkan menyala. Ya, memang seperti itu adat di rumah ini. Aku mengempaskan tubuhku di kasur. Rasanya lega sekali. Sesekali aku melahap bolu itu lagi.

Aku menguap. Ternyata kenyang membuatku mengantuk. Aku membuka Facebook sambil berbaring di kasur yang empuk. Di beranda Facebookku, banyak sekali orang yang memamerkan foto-foto keseruan mereka di malam pergantian tahun ini.

Captionnya, "semoga tahun ini bisa .enjadi lebih baik."

Rasanya sudah terlalu sering aku menemukan kalimat kentut seperti itu. Paling-paling dua hari setelah tahun baru mulai kambuh sifat lamanya.

Aku mematikan lampu, lalu menarik selimut. Udara mulai semakin dingin. Sekarang hanya ada sinar dari layar ponselku. Aku menguap lagi. Sungguh ngantuknya bukan main. Mungkin sudah saatnya aku tidur. Sambil tiduran aku memikirkan sesuatu. Semoga tahun selanjutnya aku tetap sama, tidak berubah semakin tampan. Selamat tahun baru 2019.

☆ ☆ ☆

Teo di php in Yudi wkwk

Oath Petrichor #GrasindoStoryIncTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang