40. Hana : Lagi-lagi hujan jadi saksinya

4 1 0
                                    

Hari terus bergitu. Rasanya tahun begitu cepat pindahnya. Banyak yang berubah di hidupku akhir-akhir ini. Misalnya, rumah Mama sekarang lebih sering dikunjungin oleh orang-orang. Termasuk tetangga kami yang suka tidur-tiduran di halaman rumahnya, kini acap kali menyapaku setiap kami berangkat sekolah. Mama juga suka berada di teras rumah, duduk di kursi roda sambil menghirup udara pagi saat hari cerah.

Menuju akhir tahun 2018. Usai UTS semester 1 berakhir, aku lebih sering datang ke kafe Cup untuk bekerja. Jadi, saat akhir tahun seperti ini, dua puluh karyawan di kafe Cup lebih sering mengambil cuti. Ada yang pulang ke kotanya ada juga yang masih bekerja. Biasanya tinggal 4-5 orang karyawan yang tetap bekerja.

Pak Westreen, pamannya Mia, sang pemilik kafe Mengusulkan, kalau memang karyawannya hanya segini, kita bisa menawarkan karyawan dadakan di poster yang biasanya ditempel di pohon-pohon pada bulan November. Dari pada diam diri di rumah. Karena kafe Cup letaknya dekat dengan sekolahku, beberapa siswa/siswi di sekolahku biasanya ikut mencoba menjadi karyawan dadakan. Salah satunya aku. Untuk kedua kalinya aku bisa bekerja di kafe ini. Yang pertama pada periode saat aku kelas 11 SMA. Ini semua berkat Mia, ia yang mengajakku. Dan sekarang, aku tetap diterima menjadi karyawan dadakan. Itung-itung uang hasil yang aku dapat bisa bantu Mama. Aku hanya bekerja sebulan saja. Ya, pada bulan Desember, sesuai jadwal libur sekolahku.

Bulan desember adalah bulan yang banyak menyimpan kenangan paling manis tentang hujan. Tentang anak berambut batok, tetang payung bening, tentang rumah tak bertuan yang ada di sebelah rumah Teo, tentang kepergian yang mengkaitkan banyak kenangan untuk di ingat.

Aku manarik nafas dalam-dalam, menghirup udara dingin di pagi ini.

Aku yakin Mia pasti sudah berada di kafe Cup. Sebab Pak Westreen tak bisa menemaninya. Dia harus berada di Amerika lagi. Ya, Mia adalah orang kepercayaannya Pak Westreen yang aku maksud waktu itu.

Tiba-tiba teringat anak-anak Osis yang suka mengganggu aku dan Mia datang ke kafe Cup tahun lalu. Mereka menggoda Mia, dan mengatakan, "Dari pada kerja jadi babu di sini. Mending sama aku aja." Ucap salah satu dari mereka hingga teman-temannya tertawa. Padahal mereka tengah bicara pada pemilik kafe ini. Ya, bisa di katakan seperti itu. Pak Westreen pun pernah bilang, kalau kafe ini tetap berdiri meski paman sudah tiada, paman akan mewariskanya pada Mia. Ya, seperti itu ucapannya. Kenapa harus Mia? karena Pak Westreen tidak punya seorang anak. Entah apa masalahnya. Aku tak punya hak untuk tahu.

Kring-kring-kring!

Aku membunyikan lonceng sepedaku saat hampir tiba di kafe Cup. Aku menyandarkan sepedah di antara kafe Cup dan toko sebelannya.

Kafe Cup tak punya teras atupun halaman yang luas. Hanya ada trotoar. Jadi orang kaya tidak cocok mampir ke sini. Pasti mereka bingung ingin memarkirkan mobilnya di mana. Jadi, secara sengaja pak Westreen ingin membudidayakan naik sepeda dan berjalan kaki. Kalau pun pakai motor, pasti di suruh pergi dan jangan kembali. Kalau mau datang lagi, harus naik sepeda.

Lonceng di pintu bergemerining saat aku mendorong pintu kafe. Hidungku di sumbat aroma sedap coklat, membuatku tak tahan ingin duduk menjadi pembeli bukan pelayan.

"Selamat pagi," sapaku pada Mia saat ia tengah mengelap salah satu meja. Meja paling tengah no 13.

Mia menoleh lalu tersenyum. "Udah pake bajunya?"

Aku mengangguk. Ini adalah baju karyawan yang terbaru. Warnanya coklat ada garis hitam yang melingkar di lengannya. Ada label bertuliskan 'Kafe Cup' dan gambar gelas di dada kiri. Semakin siang pengunjung semakin ramai. Apalagi sedang hujan, banyak yang meneduh untuk sekedar duduk-duduk dan memesan satu gelas coklat panas.

Seantero ruangan di isi oleh percakapan simpang-siur, dominannya anak-anak muda. Ada juga orang-orang kantoran yang tampak sibuk di meja paling ujung sana. Aku meletakan satu gelas coklat panas dan pancake di meja no 1. Ya, meja yang dikuasai oleh bapak itu.

Oath Petrichor #GrasindoStoryIncTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang