Bagian 4

2.8K 315 30
                                    

Namjoon membawa Hoseok pulang ke rumahnya. Gadis itu pingsan ketika Namjoon masih terus melampiaskan nafsunya. Bukan hanya fisiknya yang lelah, tapi hati dan pikiran Hoseok sama lelahnya.

Pria itu menatap Hoseok yang saat ini terbaring di ranjangnya hanya dengan memakai salah satu kemejanya, sementara baju gadis itu diserahkan pada pelayannya untuk dicuci.

"Tuan muda, makan malam sudah siap..." kepala pelayan di rumahnya itu mengetuk pintu kamar Namjoon.

"Tolong bawakan saja makan malamnya ke sini, ahjumma." sahut Namjoon yang segera dituruti oleh pelayannya. Sekarang ini Namjoon tak ingin pergi kemana-mana, bahkan untuk sekedar ke ruang makan. Suasana di kamarnya terasa lebih nyaman dan menyenangkan dengan adanya Hoseok di sana.

.

.

.

Pada pagi harinya, Hoseok terbangun dengan rasa pusing dan lemas. Matanya menatap ke seisi kamar yang terasa asing untuknya dan seketika terbelalak saat melihat Namjoon yang duduk di tepi ranjang. Menatapnya dengan penuh minat.

"Selamat pagi, sayang..."

Hoseok mendudukkan dirinya dengan gerakan tiba-tiba, membuat rasa pening menyerang kepalanya. Hoseok memejamkan matanya erat seraya memegangi kepalanya. Namjoon yang melihat itu segera membuka nakas kecil di samping ranjang, kemudian mengambil obat penghilang rasa sakit.

"Minum ini untuk menghilangkan pusingmu."

Hoseok menatap nyalang ke arah Namjoon. Pikirannya melayang kembali ke kejadian di kantor pria itu dan membuatnya semakin pusing hingga ia mengaduh pelan. Obat dari Namjoon tak disentuhnya.

"It's just a painkiller, honey. You eat it, and you'll feel better..." Namjoon bahkan menelan obat di tangannya untuk menunjukkan pada Hoseok bahwa ia tak berbohong sebelum mengeluarkan sebutir obat lagi. Mau tak mau Hoseok pun menerima obat itu dan menelannya dengan cepat. Butuh beberapa saat hingga sakit di kepalanya mereda.

Hoseok terlonjak kaget ketika mendengar suara ketukan di pintu yang disusul masuknya Taekwoon. Di tangan pria itu terdapat nampan berisi sarapan untuk Hoseok.

"Syukurlah anda sudah bangun, agassi. Saya membawakan sarapan untuk anda..."

Hoseok melirik jam dinding yang menunjukkan pukul setengah enam pagi. Seolah mengerti maksud Hoseok, Taekwoon tersenyum kecil. "Anda sudah melewatkan makan malam kemarin. Apalagi kemarin juga anda baru keluar dari rumah sakit. Jadi saya rasa tak masalah untuk sarapan lebih awal." ucapnya lembut. Nada suaranya berbanding terbalik dengan raut wajahnya yang terkesan dingin dan itu membuat Hoseok kaget.

"A-aku mau pulang."

"Sarapan dulu. Setelah itu aku akan mengantarmu pulang."

"Aku mau pulang sekarang!" nada suara Hoseok meninggi. Emosinya masih belum stabil.

"Aku tak suka dibantah, Jung Hoseok."

"Memangnya kau siapa bisa seenaknya memerintahku?! Apa kau pikir dengan membayar seluruh biaya rumah sakit aku dan ayahku akan membuatku luluh? Bagiku kau tetap saja cuma laki-laki brengsek yang suka menghancurkan hidup orang lain!!"

"Kau--"

"Apa? Kau pikir aku tak tahu kalau kau yang membayar semua itu? Lalu kau berharap aku akan luluh dan bertekuk lutut padamu?!"

Taekwoon menepuk bahu Namjoon yang nyaris berbicara lagi. Mengisyaratkan pada pemuda itu kalau dia yang akan coba menangani Hoseok. Namjoon pun setuju dan segera pergi keluar kamar diiringi helaan nafas frustasi. Ia perlu mendinginkan kepalanya sejenak.

[NamSeok] ✔️- FateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang