[3]

11K 915 56
                                    

"Yang bikin hidup rumit itu ya pikiran kita sendiri."

**

"Kenapa sih kalo pelajaran matematika aku selalu ngantuk?"

Safina tertawa tanpa suara. Jangan sampai ia memancing kemarahan Pak Adam. Guru matematika angkatan kelas sebelas yang terkenal galak.

"Ssyt... catet aja," balas Safina pada gadis bernama Dira dengan nada pelan. Dira yang notabene sahabat sebangkunya itu, mengerucut bete'. Walau begitu ia tetap melanjutkan tulisan aljabarnya, mengikuti di papan tulis.

Tiga puluh menit kemudian, terdengarlah bel istirahat. Mata-mata yang menahan kantuk, seketika terang-benderang. Tubuh yang terasa lemas, seketika terasa berenergi.

"Ya! Coba isi soal latihan dua, besok dikumpul! Selamat siang!" tutup Pak Adam tanpa basa-basi dengan tugas yang disebut pekerjaan rumah alias pr itu.

"Kampret," gumam Dira kesal.

"Eh, guru, lho, itu! Gak baik ngatain." Safina mengingatkan sambil tertawa. Tak hanya Dira yang memaki begitu pak Adam telah meninggalkan kelas sebelas IPA satu itu. Banyak. Sang ketua kelas pun ikut memaki bersama gerombolan lelakinya.

"Kesel sih, abisnya. Udah kagak ngerti eh, dikasih pr lagi. Alamat pake brainly deh udah," gerutu Dira sambil membereskan buku-bukunya dari atas meja. Safina pun ikut merapikan peralatan tulisnya.

"Brainly solusi paling ampuh dan praktis emang," balas Safina terkekeh. Dan, keduanya pun pergi menuju kantin sekolah.

Membeli mie ayam, seperti biasa.

Usai memesan makanan dan minuman berupa es teh, Safina dan Dira pun menduduki kursi di deret meja ujung, yang menghadap langsung taman sekolah. Sambil menunggu pesanan, Dira curhat mengenai makhluk bernama, mantan.

"Aku udah move on. Percaya, deh, Na. Tapi, gimana, ya? Aku jengkel gitu. Kesel sama diriku sendiri. Kok aku bisa ya dulu mau pacaran sama dia?" Safina mendengarkan dengan seksama. Seperti biasa. Lalu, ia pun menanggapi mula-mula dengan senyuman manisnya.

"Itu 'kan dulu, Ra. Namanya juga, hati. Ya mudah, terbolak-balik. Dulu aja cinta banget. Eh sekarang? Benci setengah mati." Safina menyelipkan nada sindiran di dalamnya. Lagi-lagi Dira mengerucut.

"Liat deh, sebulan putus sama aku, udah dapet pengganti! Dih, dasar cowok otak udang!" maki Dira dengan nada kesal tak dibuat-buat. Saat itu juga, pesanan mereka datang, sambil menyantap, Dira melanjutkan kekesalannya. Melampiaskan pada Safina.

"Dulu, sih. Katanya cinta banget. Sayang banget. Chat ampe tengah malam nahan kantuk. Teleponan hukumnya wajib. Eh, tiba-tiba mutusin pake alasan gak jelas. Padahal mah kesemsem sama cewe lain! Mati aja, deh!" Dira sampai menusuk-nusuk mie-nya dengan sadis. Safina meringis melihatnya.

Andai itu mie hidup, kasihan sekali dia. Pikir Safina.

"Ha ha. Itu tandanya, dia gak baik buat kamu. Kamu lebih baik. Mungkin kalimat ini basi. Tapi pikir ulang deh. Bisa jadi itu tanda cinta Allah ke kamu. Kamu boleh marah semarah apapun. Atau sedih sesedih apapun. Tapi ingat, waktu akan terus berjalan. Setiap orang akan berubah. Ada yang datang. Ada yang pergi."

Obsession of SafinaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang