"Aku memang tak sesholehah Khadijah maupun Fatimah. Tapi aku akan terus memperbaiki diri."
-Safina-
**
Hari minggu adalah hari puncak melepas kepenatan. Berkumpul bersama keluarga, berbagi tawa dan canda. Merasakan cinta yang tak kunjung fana, terutama dari orang tua.
Jika masih bersama.
Gisa menuruni lantai dua. Rapi dengan pakaian kemeja biru tuanya, ataupun rambut yang tergulung sedemikian indah, pun lipstik yang tak terkesan mewah namun indah. Dan Gisa tak ragu-ragu melemparkan senyum terbaiknya ketika sepasang bola mata yang selalu ia rindukan itu,
Menatap ke arahnya.
Walau yang berbalas adalah,
Tatapan tanpa ada setitik kehangatan pun.
Tak apa. Gisa telah terbiasa.
"Pagi, Sa. Mau kemana lo? Tumben cantik." Gisa tertawa tanpa suara pada lelaki yang mengenakan kaus oblong putih dan rambut acak-acakan tak teratur. Gisa pastikan adik satu-satunya itu pasti belum mandi. Sebuah kebiasaan di hari minggu.
"Ada pertemuan," jawab Gisa masih mempertahankan senyum manisnya.
Gisa melirik kembali sang mamah, Adine. Yang tengah sibuk memakan sarapan pagi tanpa peduli kehadirannya. Detik itu pula, suara David terbatuk terdengar. Sepertinya ia terselak tulang dari ikan mas yang dijadikan menu sarapan keluarga Drew pagi ini.
Baru saja Gisa ingin menyodorkan air putih pada sang adik, Adine dengan sigap ntah sejak kapan telah berdiri di belakang David dan meminumkan air putih. Tak lupa ditepuk-tepuknya punggung sang anak bungsu dengan pelan dan raut wajah teramat cemas. Gisa memperhatikan semua itu, dengan dada sesak. Adine tak pernah mencemaskannya, sedemikian rupa.
"Kamu sih, sayang. Makan sambil bicara. Ngapain juga sih bicarain hal yang nggak penting?" seloroh Adine dengan nada jengkel pada David. Tanpa melirik Gisa. Sedikitpun. Seolah kehadiran Gisa hanyalah bayangan.
Rasa sembilu kembali menggores dada Gisa.
Hal yang nggak penting?
David menyapa Gisa, menanyakan Gisa, memuji Gisa, yang berpredikat sebagai kakak kandungnya dan Adine, mengatakan itu hal yang tidak penting? Ketika sesama keluarga saling menebarkan rasa perhatian dan kasih sayang,
Itu, tidak penting?
Gisa tersenyum miris. Ia taruh kembali gelas yang berisi air putih, gelas yang ingin ia berikan pada David, dengan, teramat pelan di permukaan meja. Tangan Gisa bergetar tanpa sadar. Sungguh, ia ingin kembali merasakan apa itu arti keluarga.
"David-"
"Ayok kita ke taman belakang. Mamah buatin teh hangat sekalian." Adine memotong ucapan Gisa dan Gisa sudah kebal dengan tindakan kecil menyakitkan seperti ini. Adine merangkul bahu David dan menuntun David teramat lembut. Gisa ikuti semua gerakan tersebut dengan bola matanya yang melemah.

KAMU SEDANG MEMBACA
Obsession of Safina
RomanceRomance - Teenfiction - Religi [TELAH DITERBITKAN] Akankah obsesiku membawaku untuk mencintai Tuhanmu dan Tuhanku? Aku cemburu kepada-Nya. Karena cintamu, sepenuhnya tertuju untuk-Nya. Aku ingin, merasakan cinta itu. Mendambamu, sedemikian dalam. Ma...