[59]

2.4K 257 38
                                    

"Kamu harus tahu, semua rasa sakit ini, nyata."

**

Kobaran api tertinggi mencakar gelapnya langit tepat pukul dua belas malam.

Safina Karlina Fee, menatap tak berkutik pada sosok lelaki di ujung seberang sana. Yang balas menatapnya begitu intens dan tajam. Sudut bibirnya sedikit terangkat. Samar-samar, kobaran api membesar hingga sosok lelaki yang ntah sejak kapan menjadi tanda tanya besar dalam hati Safina itu, tertutupi kobarannya.

Safina terhenyak.

Rembulan bersinar redup.

Kobaran api mengecil.

Dan sosok lelaki berbola mata elang itu, Eland, menghilang.

"Safina!" Safina tergagap. Dira, sahabatnya yang sedari tadi sudah menginterogasi kemana saja menghilangnya Safina itu, menatap Safina keheranan. Dira tak memungkiri bahwa ia pun tahu Safina sudah menghilang sejak hari pertama kemah. Namun Dira tak mau panik dan bertindak gegabah. Ntah mengapa Dira tahu Safina aman, karena Dira pun tahu, Eland juga menghilang.

Jadi tidak ada gunanya berbohong pada Dira. Safina sudah menceritakan yang sebenarnya, hanya saja Safina tak mengatakan mereka tinggal berdua. Ataupun kejadian dengan begitu banyak momen indah yang terangkai hanya dalam waktu tiga hari itu. "Kamu, nyariin Eland ya?" tebak Dira. Safina menoleh cepat pada Dira dengan kedua bola mata kaget. "Ketahuan banget, Na."

Hiruk-pikuk ramainya suasana perkemahan malam terakhir sebagai perpisahan, Safina tahu bahwa ia mungkin sedikit rugi dengan tak mengikuti banyak kegiatan seru selama kemah, tapi, demi apapun Safina tak pernah menyesal akan momen menakjubkan yang Eland berikan selama kurun waktu tiga hari itu padanya. Safina tersenyum tipis tanpa sadar.

"Na! Lampionnya diterbangin!" Senggol Dira pada Safina yang asik melamun menatap kobaran api. Seketika Safina mendongakkan kepala ke atas, puluhan lampion dengan cahaya kuning keorenan menari-nari memenuhi langit malam.

Bagai, kunang-kunang....

Kedua bola mata Safina membulat, secara tiba-tiba.

Secepat kilat Safina menoleh dan ia pun mendapati sosok lelaki dingin itu, tengah memegang sebuah lampion yang belum diterbangkannya. Ia menatap Safina dari kejauhan dengan sorot mata begitu sulit diartikan. Detak jantung Safina melaju dalam hitungan detik. Eland, tersenyum hangat. Wajah tampannya memantulkan cahaya dari lampion.

Keduanya saling mengunci dalam tatap dari kejauhan.

Seramai apapun suasana,

seberisik apapun lalu-lalang,

rasanya, hanya ada mereka berdua, disini.

Waktu seakan membeku.

Bumi seakan terhenti.

Dan hanya ada deru napas diantara keduanya, yang saling berbicara dalam diam.

Eland semakin menarik senyumnya, memberi kode pada Safina bahwa ia akan menerbangkan lampion itu sekarang juga. Safina terhenyak. Tanpa sadar ia menggeleng cepat, dengan maksud agar Eland menunggunya datang ke tempat dimana Eland berdiri sekarang. Safina mulai berlari, menerobos gelap serta keramaian. Namun, Eland tak lagi menatap Safina.

Obsession of SafinaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang