[2]

14.4K 985 62
                                        

"Yang gue tau ketika lo berharap pada manusia, lo cuma bakal dapat kecewa."

**

Satu ciri khas benda pada sosok Eland. Yaitu sebuah kalung bertali tipis hitam yang nampak terselip diantara celah kerah baju seragamnya. Tak ada satupun orang menyadari bahwasannya mata kalung tersebut adalah sebuah besi berbentuk bulat yang dapat terbuka dan akan menampilkan sebuah foto wajah.

Wajah seorang wanita yang sangat Eland sayangi sekaligus benci. Sama rata.

"Giliran angkatan kelas kita yang bakal rayain festival tahun ini. Jadi gue minta buat Mia yang jadi ketua koordinasi. Nanti gue bakal tunjuk beberapa orang buat perwakilan nampil di panggung." Kiky Anggara Wijaya, membuka bicara selaku ketua kelas pada istirahat pertama hari ini.

Eland mendengarkan tak minat di bangku mejanya. Ia lebih memilih memasang kedua headsetnya dan mendengarkan lagu secara random. Namun beberapa menit kemudian, seseorang nekat mengusik ketenangan seorang Eland dengan cara menyucukkan sebuah pulpen pada bahu kanannya.

"Apasih, idiot."

Desis Eland sembari mengangkat wajah dengan amarah tertahan. Dan pemandangan yang selanjutnya ia dapati adalah seorang gadis berhijab yang jelas pasti bukan merupakan anggota kelasnya. Asing. Eland tak pernah melihat sosok ini sebelumnya. Gadis itu nampak ketakutan, terlihat dari sorot mata dan mimik wajahnya.

Seketika suasana kelas begitu senyap. Semua asik melihat adegan tersebut, menunggu apa yang akan terjadi. Seorang Eland tak pernah diusik. Siapa gadis ini berani-beraninya? "Maaf kalau mengganggu-"

"Emang ngeganggu. Langsung to the point." Potong Eland dingin.

"Emm... tadi aku sudah izin buat nyampein kalau harus ada perwakilan kelas yang ikutan eskul baru, semacam kepenulisan. Eskul ini dibangun sekolah kita biar ada generasi yang bakal nyiptain banyak karya dan diabadikan di sekolah-"

"Gue bilang langsung to the point. Tuli?"

Suasana semakin panas. Gadis itu nampak terkesiap. Hingga ia merasa atmosfer disekitarnya begitu kaku. "Dan kata ketua kelas kamu, kamu pernah nulis sebuah novel pas SMP dan novel itu jadi penghargaan Nobel terbaik di Jakarta. Bener?" Eland seketika menatap tajam pada Kiky yang segera menunjukkan jari peace dengan wajah ketakutan sekaligus memohon.

"Gak."

Dan Eland kembali menjatuhkan wajahnya pada meja untuk meneruskan mimpi yang sempat terganggu. Hening. Gadis tersebut memang ketakutan tapi ia pantang menyerah. Ia meletakkan sebuah kertas tepat di sisi kepala Eland yang menampilkan sosmed eskul tersebut. "Tolong bantuannya, kami butuh anggota hebat seperti kamu. Makasih." Gadis itu berucap ramah dan segera menganggukkan kepala tanda terimakasih pada Kiky.

Lalu ia meninggalkan kelas seolah tak terjadi apapun. Mulut Kiky bahkan sampai melebar. "Gila tuh cewek, dia gak berpengaruh sama efek jahat Eland?" Satu kelas kini ikut menyetujui kalimat Kiky. "Siapa cuk namanya? Gue baru tau ada dia di sekolah kita." Salah satu siswa menyahut. "Gue cuma tau namanya, sih." ujar Kiky masih dengan keheranan atas tindakan gadis itu di wajahnya.

"Siapa? Siapa?"

"Safina Karlina Fee, kalo gak salah."

Obsession of SafinaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang