"Jika kamu mengejar akhirat maka, dunia akan mengikutimu."
**
"Naik mobil gue?" tawar Kiky. Safina menggeleng sopan."Aku bawa motor. Biar ngikutin dari belakang aja." Terlihat sebelah alis Kiky terangkat. Kedua telinganya terasa tergelitik mendengar aksen suara Safina yang sederhana namun unik. Aku-kamu tapi, terkesan sopan dan berteman.
"Ok, deh."
Safina pun dengan motor scoopy putihnya itu, mengikuti mobil avanza putih milik Kiky dari belakang. Tak lupa dengan helm yang melekat di kepalanya, sepanjang perjalanan, kedua bibir Safina asik melantunkan dzikir. Kalimat paling indah, yang bahkan membuat semesta jatuh cinta.
Sekitar dua puluh menit, keduanya pun tiba di rumah sakit umum Jakarta. Tanpa babibu lagi, Safina mengikuti jejak kaki Kiky memasuki lorong demi lorong berwarna serba putih itu. "Btw, Dira sekarang gimana kabarnya? Punya pacar baru nggak?" Kiky membuka topik obrolan dengan membahas mantan.
Wow sekali.
Safina terlihat menahan senyum dan berkata dengan tetap fokus menatap jalan di depannya, "Alhamdulillah. Nggak ada. Dira sudah hijrah." Kiky tiba-tiba tertawa keras. Safina sampai heran melihatnya.
"Dira... Dira yang super fashion dan suka glamour itu, hijrah? Ah, lawakanmu kurang lucu, Na!" Tak sadar, Kiky ikut berkosa kata aku-kamu pada Safina.
"Dira itu, cewe terkasar dan nyeremin yang pernah aku kenal. Makannya deh aku putusin," ujar Kiky lagi dengan nada membanggakan diri. Safina hanya mengangguk-angguk tenang dan membalas dengan seuntai senyum tipis, "terima kasih."
"Hah?"
"Terima kasih telah memutuskan Dira. Dengan begitu, Dira dapat memperbaiki diri dan mengenal cinta yang sejati. Yaitu cinta kepada sang Rabbi." Untuk beberapa detik, Kiky terpaku. Tak menyangka, kalimat seperti itulah yang akan meluncur dari mulut Safina.
"E'hm! Itu ruangan David." Kiky mengalihkan pembicaraan begitu melihat pintu rawat inap David, yang di tepat berada di depannya, seorang lelaki berperawakan tinggi. Tengah asik mengenakan headset, tak menyadari keadaan sekitarnya. Dengan kepala setengah menunduk menatap layar kaca handphone.
"Weh, kembaran squidward! Udah dimari aja lo!" Teriakan sengau Kiky membuat Eland melepas kedua headset-nya dengan sebal. Benar. Lelaki itu Eland. "Curut berisik," umpat Eland datar pada Kiky yang sudah asik melongos saja memasuki ruang inap David. Membuat sosok Eland lagi-lagi mengumpat.
Sedetik kemudian, pandangan Eland jatuh pada sosok gadis berhijab dengan tatapan teduh. Kedua bola mata Safina membulat kaget tatkala ia bertemu kembali dengan sosok Eland disini. Sudut bibir Eland terangkat.
"Lo lagi." Safina menyadari dengusan kecil tanda Eland sebenarnya jengkel. Safina tersenyum, "kamu dapat surat dispen juga? Kok kamu bisa disini? Kenal David?" Eland hanya kembali membuang muka pada layar handphone miliknya. Lalu mengangkat kedua alis tanda iya.
"David didalem. Masuk aja." tutur Eland datar.
Safina ragu. Namun, langkah kakinya pun mendekati permukaan kaca pada pintu kamar inap David. Safina melihat, detik itu juga, seorang David tengah berbincang ria dengan Kiky. Dan Safina yakini, ada umpatan kasar di dalamnya. Terlihat dari gerakan mulut Kiky maupun David. Detik itu juga, bola mata hazel milik David bertubrukan dengan bola mata gelap milik Safina.
Safina terkaget hingga badannya termundur. Dan semakin kaget ketika,
Bagian punggungnya merasakan benda yang keras. Safina menoleh cepat. Dan bola matanya membulat sempurna. "Ma- maaf!" Astaga. Bagaimana bisa ia menabrak dada bidang milik Eland?
Lagipula, sejak kapan lelaki itu berdiri tepat di belakangnya?
Eland hanya menatap Safina dingin.
"Gak niat masuk?"
Safina menggeleng samar. Ia sebenarnya ingin namun, badannya seperti merespon kebalikannya. Sudut bibir Eland terangkat. Ia kembali bersender pada dinding dan berucap, "lagipula, model kek lo gak cocok sama David." Safina terlihat bingung.
"Maksudnya?"
"Jauhin David. Dia bukan cowok baik-baik." Safina ingin menyahut namun, ucapan Eland yang bernada dingin sarkas kembali terdengar, "lagipula, heran gue. Kenapa seleranya jadi menurun?"
Safina tersenyum kaku menanggapi ucapan Eland. Walau jujur saja, hatinya merasa kesal. Derit pintu terdengar. Safina tidak tahu mengapa, detik itu juga, tubuhnya berbalik dan, berlari. Meninggalkan sosok di ambang pintu itu yang menatapnya rindu.
"Sial. Kenapa malah lari, sih?"
Itu suara Kiky. Yang menyahut dibalik punggung David. Benar. Lelaki yang menatap punggung Safina hingga hilang dibalik lalu lalang penghuni rumah sakit itu, David. David tersenyum manis.
Bola mata hazelnya, sarat akan obsesi.
**
Safina meninggalkan gedung rumah sakit dengan jantung berdebar-debar. Rasanya, mau pecah. Ntahlah. Dia dilanda perasaan malu dan takut. Safina memutuskan untuk pulang sekarang. Syukurnya, sebelum menuju rumah sakit tadi, ia sudah menghubungi sang umi. Bahwa akan pulang agak lambat. Sepanjang perjalanan menuju rumah, sekelabat memori akan David hingga pertemuan kembali dengan Eland yang dingin itu, berputar bagai kaset rusak dalam benak Safina.
Apa ini ujian?
Apa ini justru, musibah? Malapetaka?
"Assalamu'alaikkum!" sapa Safina usai memasuki rumah setelah memarkirkan motor kesayangannya, di halaman rumah. "Wa'alaikkumsalam!" Terdengar suara sang umi sayup-sayup dari belakang. Ah, beliau pasti tengah sibuk di dapur.
Baru saja Safina ingin bergegas memasuki kamar tidurnya, suara lembut sang umi kembali terdengar, namun kali ini, mampu membuat saraf-saraf Safina seakan terhenti. "Ada bunga di kamar kamu! Tadi tukang post antar!"
Tunggu dulu. Gerakan Safina yang ingin memutar handle terhenti.
"Dari siapa Umi!?" seru Safina dengan volume lumayan keras. Agar uminya dapat mendengar dengan jelas.
"Katanya dari calon kamu!"
Hah?
Detak jantung Safina kembali melaju bak roket. Kerutan di dahinya nampak jelas.
Bunga?
Dari calon?
Bahkan dekat dengan lelaki saja jarang, bagaimana mungkin?
Jangan-Jangan... David?
TBC

KAMU SEDANG MEMBACA
Obsession of Safina
RomanceRomance - Teenfiction - Religi [TELAH DITERBITKAN] Akankah obsesiku membawaku untuk mencintai Tuhanmu dan Tuhanku? Aku cemburu kepada-Nya. Karena cintamu, sepenuhnya tertuju untuk-Nya. Aku ingin, merasakan cinta itu. Mendambamu, sedemikian dalam. Ma...