[55]

2K 262 107
                                    

"Jangan pernah lupain gue. Janji?"

**

"Apa gue... bisa hidup di dalam hati lo?"

Safina, terpaku. Eland semakin menenggelamkannya dalam netra elang tajam itu. Sapuan angin malam membuat sekujur tubuh Safina terasa dingin, menggigil. "Apa semua yang kita lalui sama-sama malam ini, ataupun sebelumnya, gak bakal lo lupain?" Nada suara Eland bergetar. Ntah untuk alasan mengapa, hati Safina terasa begitu nyeri. Sakit.

"Tiga hari dengan malam ini, gue nyulik lo. Bagaimana rasanya?" Eland melengkungkan sebuah senyuman tipis. Eland, adalah hangat yang selama ini membeku dibalik dingin. "Apa gue berarti bagi lo?" Detak jantung Safina terus meroket, tanpa jeda. "Apa semua pertemuan kita dari awal, dan pertemuan-pertemuan selanjutnya yang dirancang Tuhan begitu sengaja, apa semua bakal jadi kenangan berharga?"

Safina menahan napas.

"E- Eland... kenapa kamu ngomong kek gitu?" Safina tak tahu mengapa kedua bola matanya terasa panas. Ntah untuk alasan apa, Safina merasa ingin menangis. "Lo inget awal pertama kali kita ketemu? Gue anggap lo bagai angin. Gak pernah gue sangka lo bakal jadi alasan utama gue, buat kembali jadi diri gue." Eland mengelus pucuk kepala Safina, pelan. Dengan sorot mata yang begitu sulit diartikan. Safina, membeku.

"Dan selanjutnya, semesta selalu aja nyambungin tali merah diantara setiap pertemuan kita. Safina... apa salah kalau gue akhirnya, jatuh hati?" Dan demi apapun Safina tak pernah menyangka ketika Eland mendesiskan kalimat itu, setetes air matanya, mengalir. Namun dengan cepat Eland mengusapnya kasar. Elusan pada pucuk kepala Safina segera ia hentikan.

"Hehe, gue ngomong apaansih."

Eland membuang wajah. Kembali menatap langit malam yang membentangkan taburan bintang beserta rembulan dibalik awan hitamnya. "Sori, mungkin lo gak ngerti apa yang-" Safina memegang lengan baju Eland cepat. "Pasti semua ini terasa sulit dan rumit 'kan bagi kamu? Kamu gak perlu berpura-pura depanku, Land. Karena kamu, aku sudah tahu sosok asli kamu." Eland menatap Safina cepat.

"Kamu suka aku?" tanya Safina to the point dengan mimik wajah polosnya.

Eland menatap Safina tak percaya. Sial. Ia begitu mati-matian mengungkapkan perasaannya sedang Safina begitu mudahnya melontarkan pertanyaan skak tersebut. Gadis ini, benar-benar membuat Eland frustasi sendiri! Eland mengacak rambutnya gusar. "Bodoh." gumam Eland jengkel. "Kenapasih gue harus suka sama cewek bodoh, aneh, dan lola' kek lo!?" Safina kali ini tersenyum lebar.

Kemudian ia tertawa renyah.

"Biasanya ketika cowok suka sama cewek dia bakal ngungkapin romantis. Tapi kamu? Kamu malah marah-marah ke aku. Dasar nyeremin." sungut Safina sambil kali ini ikut memandang langit yang sama dengan Eland. "Jatuh hati, itu bukan salah kamu. Kamu berhak jatuh hati dengan siapapun. Jadi, nikmati hidup kamu ketika akhirnya kamu sadar, kamu masih punya hati. Punya alasan buat hidup." Safina tersenyum manis. Tak menyadari Eland memperhatikan tiap inci, senyuman indah itu.

Sesaat, hening. Keduanya jatuh dalam gejolak dada masing-masing. Berada di bawah langit yang sama, untuk malam ini. "Andai aja gue bisa minta sama Tuhan satu hal." lirih Eland dengan menatap lurus-lurus pepohonan hutan malam yang membentang bagai karpet di bawah sana. "Apa?" sahut Safina penasaran. "Gue minta, andai aja waktu bisa terhenti, sekarang." Detik itu juga Eland menoleh ke arah Safina dan tersenyum hangat. Sangat hangat, hingga Safina merasa Eland seakan bercahaya.

Obsession of SafinaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang