[40]

3K 296 47
                                    

"Tolong pergi. Jangan buat aku berharap apapun padamu."

**

"Astaghfirullah!"

Safina terbangun dengan napas tersengal-sengal. Tanpa ia sadari, keringat dingin menyelimuti tubuhnya yang agak bergetar. Safina terus melafalkan istighfar dan memijat pelipisnya yang terasa begitu pening. Bisa-bisanya ia bermimpi demikian. Apa ia lupa membaca doa sebelum tidur?

David meninggal? Mengerikan.

Safina pun memutuskan pergi ke dapur dan meminum seteguk air putih di tengah heningnya malam. Perlahan Safina merasa tenang dan ia pun mengambil air wudhu. Melaksanakan shalat tahajud, mencurahkan segala resah hati pada Sang Maha Cinta.

Jujur saja, Safina merasa hatinya tak karuan sekarang. Ntah tertuju untuk siapa. Kosong. Dan seolah mati rasa. David bagai ditelan bumi, semenjak telah bertunangan dengan Celia, David sangat jarang memunculkan diri di depan Safina. Ntah mengapa. Lalu ada Eland yang memiliki kepribadian dingin misterius. Berubah-ubah dan beracting seolah manusia paling baik-baik saja di muka bumi.

Tapi di luar dua lelaki tersebut, Alfad adalah poros Safina yang membuat luka dalam. Tatkala Alfad telah digariskan saudara kandung Safina oleh semesta, Safina bisa apa? Perlahan namun pasti, Safina berusaha mengikhlaskan dan menata hati. Move on dan berusaha menerima kenyataan. Sejak kapan hidupnya serumit ini?

Safina terlalu asik berkeluh kesah pada Sang Rabbi, hingga akhirnya ia tertidur di atas sajadah.

**

"Ky!"

Kiky menoleh pada sumber suara di kegelapan malam. "Sialan, Eland. Bikin horor aja lo." Arena balapan motor diliburkan malam ini sehingga sepi, hanya ada beberapa orang pemuda yang merokok atau bermain judi. "David mana?" tanya Kiky yang melihat Eland seorang diri. Eland bergidik bahu acuh.

"Gue kesini mau nanya." Eland membuka suara datarnya.

"Apa? Ooh, gue tau. Lo pasti mau nanya 'kan gimana caranya jadi ganteng, seganteng gue?" Kiky terkekeh dan Eland membalas dengan tatapan datarnya. Membuat Kiky mau tak mau jadi kikuk sendiri. "Au ah bangsat, apaan?" Eland tersenyum miring. Namun begitu tipis, hingga Kiky tak menyadarinya.

"Gue gak tau suka cewek apa gak-"

"Lo homo!?"

"Idiot. Jangan potong dulu."

Kiky terkekeh sembari menyalakan sumbu rokoknya. "Soalnya kalo sampe lo suka cewek, gue lebih histeris."

"Sialan."

Kiky tertawa keras. Lucu rasanya melihat sosok Eland yang begitu dingin menyebalkan tersebut bisa tertarik pada seorang gadis. "Satu pertanyaan, apa gue menarik?" Kiky sampai terbatuk kali ini. Dan sepersekian detik menatap Eland speechless. "Lo... sehat?"

"Jawab aja."

"Kalau gue jadi cewek nih ya Land, terus ketemu sama cowok kek lo, gue yang stress kali. Ya ampun, ganteng iya tapi kek beruang kutub. Gue yakin cewek-cewek yang suka lo pun pasti doain lo mampus." Kiky terlalu asik bicara sampai tidak menyadari Eland telah melemparkan tatapan setajam siletnya dari beberapa detik lalu.

"Eh?" Kiky tersadar. Menyengir, sambil mundur beberapa langkah dan berlari di gelapnya jalan raya yang areanya telah menjadi hak milik mereka. "Gue cabut mau zina dulu!" Eland menggeleng-gelengkan kepala, tak mengerti dengan sifat sahabatnya yang satu itu. Tumben juga Kiky memakai kata 'zina'. Kesambar petir sepertinya.

Eland pun menaiki motor ninjanya kembali. Namun tak menuju rumah. Ia tak ingin pulang. Eland membelah jalan raya Jakarta dengan bayang-bayang wajah seorang wanita yang ntah sejak kapan selalu memenuhi otaknya. Menjadi bagian favorit dari memori.

Dan Eland, benci menjadi seperti ini.

Sangat, benci.

Ada apa dengan dirinya?





TBC

Tim Safina-Eland?

Tim Safina-David?

Obsession of SafinaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang