[28]

3.9K 432 51
                                    

"Lagi dan lagi. Kenapa kita harus bertemu? Aku membencimu. Aku hanya ingin sendiri. Setidaknya, dengan begini, aku tak akan pernah lagi ditinggalkan."

**
David itu cerdas. Sekaligus licik.

Safina bahkan tidak ingat jika hari satu malamnya bersama David dan hari kepulangannya yang tak lain adalah hari ini, merupakan hari libur. Jika tidak, Safina yakini ia akan terkena' masalah di sekolah.

"Umiiii!" Safina berseru lantang tatkala pintu rumah terbuka dan menampilkan sosok bidadari surganya. Umi terkejut bukan main dan membalas pelukan Safina yang begitu erat. Umi bingung. Safina ini seolah baru saja berpulang dari medan perang. Padahal 'kan, hanya menginap di rumah temannya saja.

"Anak Umi yang makin hari makin cantik kenapa kamu malah makin bandel juga, hah?" Umi melepas pelukan dan mencubit hidung Safina. Safina manyun tapi dengan cepat kembali memeluk uminya erat. "Safina kangen banget sama Umi...." Safina memejamkan matanya. Andaikan saja umi tahu... betapa mengerikannya hal yang baru saja Safina alami. Terlihat berlebihan mungkin. Tapi, siapa yang tidak takut berduaan saja di dalam hutan gelap dengan seorang lelaki yang memiliki obsesi besar padamu?

"Sudah, sudah. Umi juga kangen sama Safina. Ayok masuk dulu. Mandi, beres-beres. Tuh, ada nasgor kesukaan kamu Umi masakkin." Safina menahan air matanya. Kedua bola mata indahnya nampak berbinar. Safina lekas mencium cepat pipi kanan uminya dan berlari memasuki rumah, "Safina sayang Umi!" Umi yang melihat kelakuan putri sulungnya itu lantas menggeleng-gelengkan kepala pelan sembari tersenyum.

"Kek abis diculik dari hutan aja."

**

"Gisa, Gisa, Gisa!" Bagaikan merafal mantra saja, mulut dan pikiran David kini penuh akan satu nama tersebut. Ia bergegas mempercepat langkah kakinya ke ruang yang telah diberitahu Adine semalam di handphone-nya.

Hening. Dan dingin.

David membuka pintu kamar inap Gisa dengan tangan yang ntah mengapa bergetar. Langkah kakinya yang semula cepat berubah menjadi perlahan. Tak ada siapapun di dalam ruang ini kecuali si tuan putri yang tengah tertidur manis dengan infus selang yang menempel pada tangannya.

Semakin dekat, dan semakin dekat hingga tak ada lagi jarak. David mendekap tubuh Gisa yang kian hari terasa kian kurus. "Maafin gue... gak ada di sisi lo dari kemarin. Maafin gue...." lirih David tepat di sisi telinga Gisa teramat serak.

David sudah tahu mengenai penyakit yang ditengah diderita Gisa sekarang. Tapi sungguh luar biasa menyesalnya David baru mengetahui hal tersebut. Dimana saja ia dari kemarin? David tatap wajah kakaknya yang pucat pasi bagai kertas tersebut. Wajah yang setiap harinya dihiasi dengan air mata. Wajah yang setia memasang topeng senyum dibalik kesedihan dan caci maki yang tiada henti.

"Tolong. Bertahanlah... tolong. Lo masih punya seribu mimpi di langit sana, Gis... tolong jangan menyerah sekarang. Lo kuat. Lo hebat. Lo kakak tercantik gue. Lo kakak terbaik gue. Gue mohon... jangan pergi. Jangan menyerah. Bertahanlah... gue di sisi lo. Allah- di sisi lo. Dia sayang banget sama lo. Dia nguji lo apa lo kuat buat ngadepin ini semua. Percaya sama gue Gis... ada pelangi indah yang menanti lo di depan sana. Percaya gue...." Entah bagaimana aksara demi aksara yang dikeluarkan dari lubuk hati terdalam itu, dapat disuarakan oleh seorang David. Terutama mengenai sang Penciptanya. Allah.

Obsession of SafinaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang