[53]

2.2K 285 110
                                    

Iya, Vin double updte nih. Hemmmmmmm.

**

"Tau satu hal? Obat itu emang pahit, tapi menyembuhkan."

**

"Celia."

Gadis yang tengah memandang kosong pekawasan hutan itu lekas menoleh ketika mendengar suara serak yang kini terasa hangat baginya, David. David ikut duduk di sisi Celia dan sesaat menyeruput air putih pada sebuah botol navie di genggaman tangan kanannya. "Acara kemah jadi kacau gini, ya." gumam Celia, menatap David sendu.

David tak membalas tatapan Celia. Ia lebih memilih memperhatikan betapa semaraknya hutan malam ini dengan kobaran api unggun yang berada tak jauh dari keduanya. Benar. Semua telah berkumpul, hanya saja terjadi sedikit kekacauan akibat derasnya hujan yang tak terdeteksi. Malam ini, sangat dingin. Ah, tanpa sadar asap mengepul setiap kali David menarik napas.

"Lo percaya hantu?" tanya David tiba-tiba pada Celia. Kali ini ia menatap gadis yang berpredikat sebagai tunangannya itu. Celia terkekeh. "Lucu pertanyaan lo. Percaya dong." David hanya mengangkat kedua bahu dan ikut terkekeh pelan. "Lo masih suka Eland?" Lagi, sebuah pertanyaan terlontar pada Celia. Namun kali ini, Celia tak terkekeh mendengarnya. Kedua bibirnya hanya melengkungkan sebuah senyuman tipis.

"Gue sayang. Gak tau sebagai apa. Intinya, saat waktu dimana Eland bilang sayang gue sebagai sahabat, hati gue udah ngerasa cukup dengan semua itu. Lo... gimana? Dengan gadis berhijab itu?" balas Celia dengan nada berhati-hati. Ntah sejak kapan hubungan David dan Celia dapat sebaik ini. David tersenyum dalam. "Lo tunangan gue, rasanya jahat kalo gue masih suka dia... walau itu faktanya."

Ntah mengapa kini, Celia merasa pasokan udara di sekitarnya menipis. Tiba-tiba debar jantung Celia memburu dalam sekejap tatkala David memegang kedua bahunya secara mendadak. Menatap Celia dengan senyuman yang terasa tulus dan tak ada sandiwara sedikitpun di dalamnya.
Lalu, sebuah kata tanpa dengan sirat tak terduga, terucap dari kedua bibir David.

"Gue, bakal belajar buat menyayangi lo, Cel."

**

Kunang-kunang.

Safina tak percaya akan pertama kali mendapati hewan cantik bercahaya itu seumur hidupnya, ketika bersama sosok dingin yang ntah sejak kapan berusaha menyelusup ke dalam hati Safina, dalam dan semakin dalam. Eland. Keduanya kini berjalan dalam gelap dengan hanya bermodalkan pencahayaan senter yang minim.

Rembulan bersinar terang-benderang dengan nyanyian jangkrik yang menyapa setiap jejak langkah kaki mereka. Pun semilir angin malam yang membekap dengan dingin. "Kita mau kemana?" Ini ketiga kalinya Safina bertanya pada Eland yang berjalan tepat di sisi kanannya. Dan lagi-lagi Eland tak menjawab. Membuat Safina yakin akan kaget ketika lelaki itu bersuara.

Eland nampak asik dengan bisunya. Ia terus menatap lurus kedepan. Ah, jangan lupa fakta bahwa keduanya sempat diliputi kecanggungan sesudah insiden 'penciuman tak langsung' Eland tersebut. Hingga akhirnya Eland berusaha memecahkan segala atmosfer kaku itu dengan mengajak Safina berjalan-jalan, katanya.

Berjalan dalam sunyi. Safina sendiri kini memilih berfokus pada kunang-kunang yang kembali hadir diantara dedaunan. Safina sangat gembira menyaksikan betapa indahnya hewan-hewan mungil tersebut. "Lebar banget senyum lo." Suara dingin Eland terdengar mendadak. Ah, rupanya tanpa Safina sadari, Eland memperhatikannya sedari tadi.

Obsession of SafinaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang