"Allah selalu punya kejutan. Ingat, seindah apapun rencana, Allah Yang Maha Menentukan jalan ceritanya."
**
Seorang gadis berbola mata hazel, merasakan perih luar biasa pada permukaan pipinya. Perih yang sudah menjadi teman dekatnya. Dan tamparan adalah bentuk kasih sayang yang diberikan kepadanya. Itulah, yang diyakini gadis sulung keturunan Drew itu.
"Alah! Lukisan jelek gitu siapa yang suka!? Bahkan itu lebih mirip sampah! Punya otak gak sih kamu!? Heran!" Gisa, menatap nanar lukisan yang dibuatnya susah payah dari tiga hari lalu, kini, diinjak-injak dan diludahi.
"Arghtt! Sakit, Mah!" Gisa kembali merasakan jambakan keras pada rambutnya. Sungguh. Ini menyakitkan. Hingga kulit kepala Gisa terasa dicopot dengan paksa.
"Buang-buang waktu aja! Gak berguna! Kamu liat adek kamu! David itu pintar dan bisa menjadi kebanggaan! Dia bakal jadi calon dokter yang hebat! Sedang kamu? Menyedihkan!" Tubuhnya memang terasa sakit. Apalagi tendangan keras pada tulang keringnya.
Tapi, hatinya lebih sakit.
Sebenci itukah mamahnya terhadap dunia seni? Gisa tidak ingin menjadi dokter. Apa itu salah? Gisa selalu dibanding-bandingkan dengan David tapi, Gisa bisa apa? Gisa sangat mencintai dunia seni terutama lukisan. Apa salah Gisa menentukan dunianya sendiri? Gisa ingin menunjukkan pasa mamahnya bahwa dia pun bisa sukses di dunia yang ia cintai.
"Jangan pernah tunjukkin sampah ini lagi ke hadapan Mamah!" Wanitu itu, menendang jauh lukisan yang sudah hancur tersebut dengan kasar. Dan, meninggalkan Gisa seorang diri. Gisa menahan tangis dan mengesot menuju lukisannya. Ia ambil lukisan tersebut dengan tangan gemetar. Ia dekap lukisan itu teramat erat.
Lukisan itu,
Menggambarkan wajah mamah tercintanya... Adine.
Gisa, melukiskan pahat demi pahat wajah dengan penuh kasih sayang. Memorinya mengingat cinta yang diberikan Adine sebelum ia memutuskan memasuki dunia seni. Lukisan itu,
Bahkan mendapat nilai A oleh dosen terbaik seninya. Gisa, mempersiapkan spesial lukisan itu untuk mamahnya.
Tapi,
apa yang mamahnya katakan?
Sampah.
Menyedihkan.
Gisa, benci. Benci ketika air matanya kembali mengalir deras tanpa bisa ia cegah.
Dimana David? Hanya adiknya itulah yang mampu memahami kerapuhannya. Walaupun Gisa kerap kali dibandingkan, tapi ia tak mampu membenci David. David adalah adik satu-satunya di dunia ini. Keluarga... terdekatnya.
Gisa menghembuskan napas panjang ditengah tangisnya. Ia sekarang bersimpuh lemah di ruang keluarga. Gisa, hanya ingin mencari kebahagiaan yang tidak ia temukan di dalam rumah.
**
Usai Safina ditelpon oleh kak Salsa, Safina segera berlari kecil dengan rasa panik yang menyerbu. Kedua bola matanya bahkan membulat saat mendengar kabar tersebut. Bagaimana bisa David ditabrak oleh mobil? Apa yang sebenarnya ia lakukan?
Safina memang baru-baru saja mengenal David. Tapi terkadang Safina dapat merasakan bahwa di beberapa saat tertentu, aura David terasa aneh. Seperti tatapan intens dan senyuman manis lebarnya. Membayangkannya mampu membuat Safina bergidik. Namun tetap saja, kedinginan Eland berhasil membuat Safina merinding.
Safina menghela napas berat begitu hendak beranjak memasuki ruang Blue Writer yang para anggotanya terdengar ribut dari dalam. Ribut yang panik. Namun, keberadaan seorang lelaki yang wajahnya nampak tak asing yang tengah berjalan di lorong koridor menuju Safina, membatalkan niat Safina yang ingin membuka handle pintu.
"Lo, Safina 'kan?"
TBC

KAMU SEDANG MEMBACA
Obsession of Safina
RomanceRomance - Teenfiction - Religi [TELAH DITERBITKAN] Akankah obsesiku membawaku untuk mencintai Tuhanmu dan Tuhanku? Aku cemburu kepada-Nya. Karena cintamu, sepenuhnya tertuju untuk-Nya. Aku ingin, merasakan cinta itu. Mendambamu, sedemikian dalam. Ma...