"Akan ada masa dimana ketika melihatmu... aku hanya akan tersenyum tipis."
**
"Beli bakpau? Ini 'kan warung kopi, Land." Safina merasa bibirnya berkedut hendak tertawa. Eland kini menoleh ke arah Safina lalu menatap gadis itu datar. "Terus?" Safina mendecak diam-diam. Ah, dia lupa sifat dingin Eland. "Yah... Terus kenapa kamu bilang beli bakpau? Emang ada orang jualan bakpau di warung kopi?" tanya Safina tanpa bisa menyembunyikan nada herannya lagi.
Anehnya, Eland diam saja. Lelaki itu nampak tenggelam dalam deraian hujan. Tatapan dinginnya seakan bercerita banyak hal, bisu. Safina tak tahu mengapa ketika ia bersama Eland, ada saja sesuatu yang berbeda. Yang terkadang ia sendiri sulit definisikan. "Bakpaunya dijual sold out disini." Suara Eland memecahkan keheningan. Safina tergelak kecil.
Eland ternyata masih berniat membahas mengenai bakpau tersebut.
"Oh, ya. Kamu sudah pulih seratus persen?" Safina teringat sesuatu. Eland dan rumah sakit saat itu. Eland mengangguk singkat. "Alhamdulillah, harusnya kamu gak hujan-hujanan." ujar Safina lagi sambil menatap langit yang masih diselimuti air Tuhan. Eland terkekeh tanpa suara. "Gue punya cerita." Seketika Safina tersenyum riang. Dia suka cerita. Sangat, suka.
"Apa? Apa?" Nada Safina nampak tak sabar.
"Ada seorang lelaki yang gak tau buat apa dia hidup." Jeda, sesaat. Dan detik itu pula Safina merasakan sesuatu yang mengerikan seolah menjalar pada dadanya. "Lalu?" Eland menjulurkan satu telapak tangannya dibawah rintikan hujan. Menikmati setiap percikan kecilnya yang berkali-kali mengenai area wajah ataupun baju. "Tapi, sekarang... Dia sudah tau."
Dan Eland tersenyum kecil, sebelum akhirnya pergi berlari seorang diri, menerobos derasnya hujan Jakarta. Meninggalkan Safina yang dipenuhi tanda tanya dan perasaan kecil yang Safina sendiri tidak tahu itu apa. Dan sejak kapan.
**
Safina menerawang menatap langit-langit kamarnya. Umi baru saja pergi sejam yang lalu, menuju kediaman lelaki yang begitu Safina dambakan, dahulu. Alfad. Ntah umi tahu darimana bahwa Safina telah mengetahui pasal bahwa ia memiliki saudara kandung lelaki diatasnya. Atau mungkin malah, Alfad yang memberitahu umi?
Safina memejamkan kedua mata. Ia lelah. Ia ingin istirahat. Sebentar saja. Sepersekian detik Safina akan terjatuh ke alam mimpinya, tiba-tiba dering handphone berbunyi. Safina terkaget dan segera meraba-raba mencari benda persegi panjang tersebut. Safina menyipitkan matanya. Ia baca panggilan telepon pada whatsapp tersebut. Dan terhenyak seketika.
"David?"
Safina ragu sekaligus penasaran. Ada perihal apa David tiba-tiba menelpon dirinya? Safina menarik napas panjang sebelum akhirnya memutuskan untuk menerima panggilan tersebut. Mungkin saja penting dan terdesak. Safina mengucap salam dan yang terdengar di seberang sana hanyalah suara isakan tertahan. Suara gadis muda. Tunggu dulu.
Apa-apaan ini?
"Halo, ini siapa, ya?"
Safina merasa degup jantungnya melaju tanpa sadar. Seketika kantuk dan lelahnya bagai terbang menguap begitu saja. Berganti kecemasan dan ketakutan yang samar. "Lo Safina, 'kan?" Safina mengernyit. "Iya... maaf, ada apa ya?" Hening. Kembali hanya ada isak tangis terdengar. Safina semakin dilanda panik. "Halo, kamu gapapa?"
"Bisa datang ke rumah David sekarang? Gue emang gak kenal lo. Tapi yang pertama kali gue dapati pas buka hp David itu wajah lo. Dan nama lo paling atas di wa-nya." Suara gadis itu bergetar, sendu dan terasa menyayat hati.
"Gue tunangannya, Celia. Please?"
TBC
Pilih mana gengs:
A. Jadi selingkuhan
B. Diselingkuhi
Wkowkwk.

KAMU SEDANG MEMBACA
Obsession of Safina
RomantikRomance - Teenfiction - Religi [TELAH DITERBITKAN] Akankah obsesiku membawaku untuk mencintai Tuhanmu dan Tuhanku? Aku cemburu kepada-Nya. Karena cintamu, sepenuhnya tertuju untuk-Nya. Aku ingin, merasakan cinta itu. Mendambamu, sedemikian dalam. Ma...