"Cinta itu, sederhana."
**
Eland memejamkan mata elangnya frustasi. Rasa kantuk tak menyerangnya sedari dua jam lalu. Ia ingin mengenyahkan sosok gadis kecil itu dari dalam benaknya, sungguh. Untuk sesaat saja. Nyatanya bayang wajah serta kalimat demi kalimat Safina terus terulang, mendayu tanpa lelah, menari dengan lincah. Sial.
Eland tak tahu mengapa detak jantungnya melaju lebih cepat dari biasanya ketika mengingat sosok Safina. Apa-apaan ini? Eland menggerang kesal. Ia jengkel pada dirinya sendiri. Tidak mungkin. Eland menghela napas panjang. Lagi. Lalu menatap langit-langit kamar kosnya dengan tatapan layu nan kosong.
"Kenapa sih gue inget dia terus? Gak penting banget." decih Eland pada dirinya sendiri. Namun anehnya, kedua bibirnya justru melengkungkan sebuah senyuman. Senyuman bermakna dalam. Senyuman ketika akhirnya kau menemukan apa yang selama ini kau cari. Apa yang selama ini tak ditemukan.
Apa yang selama ini telah hilang.
Putaran memori Eland kembali beberapa jam lalu usai maghrib. Dimana gadis yang baginya menjengkelkan selama ini, mengucapkan sebuah kalimat sihir. Hanya kalimat sederhana. Tapi mampu menjungkirbalikkan semesta Eland seketika. Dalam hitungan detik. Dan lagi-lagi, senyum terukir pada seorang Eland yang dingin.
Pada seorang Eland yang sudah lupa bagaimana rasanya, tersenyum bahagia.
Selama bertahun-tahun.
Dan malam ini, ia kembali merasakannya.
**
"Safina! David nyariin kamuuu!"
Safina meringis pelan pada Dira yang tiba-tiba berseru heboh ketika memasuki kelas, usai dari kantin. Sengaja Safina tak ke kantin hari ini, ia merasa kurang enak badan. Dan lagi, ia sedikit menggigil. Mungkin demam. Akibat hujan semalam. "David?" Dira mengangguk dan mengkode mata pada Safina yang tengah asik membaca sebuah novel berjudul DAREL, karya Ervina Karim.
Safina pun menutup novel bergenre thriller-romance tersebut, berniat akan melanjutkannya nanti. Ia sungguh penasaran pada nasib sang tokoh utama, Velin dan Darel. Kasihan sekali, keduanya harus terjebak dalam hubungan cinta penuh darah. "Ada yang mau diomongin keknya, humm." goda Dira pada Safina yang sudah beranjak menuju keluar kelas. Safina hanya mendengus maklum pada godaan Dira.
Benar saja. David tengah menunggu dengan kedua bola mata hazelnya yang terlihat berbeda. Nampak ada sesuatu yang ber-atmosfer dalam. "Assalamualaikum Safina." sapa David sambil tersenyum. Safina membalas salam David dan keduanya berjalan menuju taman sekolah. David yang mengajak.
"Apa kabar otaknya Blue Writer?"
David terkekeh pelan. Begitupun Safina. "Alhamdulillah baik, walaupun sekarang udah gak terlalu aktif." Safina menerka-nerka akan dibawa kemana nasib organisasi kepenulisannya itu. Keduanya pun terhenti didekat salah satu bangku dan duduk dengan jarak rerumputan hijau. "Ada apa Vid?" Safina akhirnya mulai memasuki inti.
Hening.
Safina menoleh dan mendapati David yang tengah menatap lurus ke arah depan, pepohonan nan rindang milik sekolah. Dengan senyuman tipis. Helaan napas pelan terdengar kemudian. Semilir angin menerpa sayu diantara keduanya. "Aku berterimakasih pernah menjadi bagian dalam hidup kamu." Suara David lirih namun dalam. Safina tak tahu mengapa ia kini membisu. Namun akhirnya tersenyum lega.
"Apa kabar hati kamu sekarang, Vid?"
David pun menoleh pada Safina dan tertawa pelan. "Kamu gak perlu takut lagi sama obsesiku, Na. Aku baru sadar, bukan begitu caranya mencintai." Dan semestapun mendekap dengan rintikan hujannya tiba-tiba. Tanpa Safina sadari, ada seorang lelaki yang tengah menatapnya dengan sorot mata sulit diartikan, memperhatikannya dari jauh sedari tadi.
Lelaki itu, pemilik sepasang bola mata elang.
TBC
Cie, baru update.
Cie, kangen, ya?
Kangen author atau Eland nih? Wkwk.

KAMU SEDANG MEMBACA
Obsession of Safina
RomanceRomance - Teenfiction - Religi [TELAH DITERBITKAN] Akankah obsesiku membawaku untuk mencintai Tuhanmu dan Tuhanku? Aku cemburu kepada-Nya. Karena cintamu, sepenuhnya tertuju untuk-Nya. Aku ingin, merasakan cinta itu. Mendambamu, sedemikian dalam. Ma...