[20]

5.3K 527 61
                                    

"Terkadang, hidup memang selucu itu. Kamu, tak tahu apa rencana indah dari Allah berikutnya."

**

"Lah? Kamu SMA Garuda Jaya? Adek saya sekolah disana juga, lho!" Hawa dalam mobil tersebut, adem bersahabat. Membelah jalan raya ibu kota, memang melelahkan, tapi obrolan kecil sederhana dari beberapa menit lalu ini, amat, menyenangkan.

"Wahh, kebetulan dong. Adek Kakak cewe atau cowo?" Wanita yang dipanggil kakak itu, tersenyum sesaat. Seperti membayangkan wajah seseorang. "Cowo." Safina, mengangguk-angguk singkat.

"Kak Gisa, anak sulung berarti, ya?" Gisa, yang kini membelok kiri menuju komplek perumahannya itu, tertawa pelan, "iya. Kamu?" Safina nampak berbinar, "sama juga, Kak!" Jawabnya antusis. Sungguh Gisa adalah teman yang luar biasa mengasikkan bagi Safina. Gisa memiliki pandangan luas, ya, walau, Safina baru pertama kalinya ini berjumpa dengan Gisa.

Namun saat Safina bertanya mengenai makna lukisan Gisa yang terpampang di Museum Macan Jakarta, Safina yakini bahwa Gisa memang memiliki pandangan luas. Bagaikan jendela yang terbuka dan biarkan angin,

Membawamu kemana saja.

"Bumi terus berputar. Dan kamu tidak bisa selamanya berada dalam kesedihan." Itu makna singkat yang dijelaskan Gisa. Safina merasa nge-fans jadinya. Hingga, mobil itupun berhenti, di depan sebuah pagar rumah yang ukurannya mampu membuat Safina berdecak pelan sesaat. Bukan apa.

Yang ada dipikirannya,

Bagaimana caranya membersihkan rumah sebesar ini, setiap harinya?

Satu pembantu saja, Safina yakin tidak cukup.

Begitu pintu pagar mewah bergaya ukiran coklat itu, terbuka, tak hanya mobil Gisa yang akan lewat rupanya, namun, ada satu mobil lagi yang melewati mobil Gisa. Keluar dari halaman rumah. Safina mengamati semua itu dari kaca jendela mobil.

"Nah, itu, yang mobilnya baru aja keluar. Pasti adek Kakak. Yahhh... nggak ketemu deh, sayangnya...." Gisa menghela napas. Safina hanya balas ringisan tak mengerti.

"Tapi, jangan deng sama dia. Tau badboy 'kan? Nah, adek Kakak itu, spesies sejenis itu. Pinter sih, jago main piano juga, tapi, ya, gitu. Nggak tau deh kalo ketemu cewe berhijab kek kamu." Gisa menggeleng-gelengkan kepala pelan sejenak. Terbayang akan sifat keluyuran malam sang adik. Hingga balapan motor atau taruhan mobil.

Dan, Safina hanya menanggapi dengan senyuman. Tak tahu harus berkata apa. Lagipula, siapa ya adik dari pelukis yang dikagumi Gisa ini? Ah, Safina jadi ingin tahu. Sekedar melihat sekali, mungkin, tak masalah.

"Kamu tunggu di dalam mobil aja, ya. Saya mau ambil dompet dulu." Dan Gisa lemparkan senyuman hangat sebelum meninggalkan Safina seorang diri dalam mobil. Sembari menunggu Gisa,

Safina buka aplikasi Al-Qur'an di androidnya.

Meroja'ah sebuah surah yang paling dicintainya dan semesta.

Surah Ar-Rahman.

**

Jam menunjukkan pukul satu siang.

Semakin terik, dan gerah. Gisa baru saja mengatarkan gadis SMA yang amat memikat itu, Safina, menuju rumahnya. Gisa jadi tahu alamat rumah Safina. Gisa dan Safina bahkan sempat bertukar nomor whatsapp dan saling mengikuti di instagram.

Gisa kini seorang diri. Melaju menuju tempat perjanjiannya yang bisa dibilang, tertunda agak lama. Namun, tak masalah. Gisa sudah meminta izin kepada sang dosen sebelumnya.

Tempat pertemuan tidaklah resmi. Ataupun formal. Hanya untuk sekedar meminta saran dan dukungan. Walau begitu, Gisa harus akui, ia, sangat gugup.

Karena ini, untuk pertama kalinya, ia akan bertemu sang dosen hanya berdua. Ingat, hanya berdua. Dosen muda yang telah lama membuatnya mengerti makna kehidupan dalam coretan lukisan. Membuat Gisa semakin semangat dalam membuktikan kemampuan. Dalam menjalani kerasnya kehidupan.

Dan dosen itu, adalah salah satu faktor mengapa hidupnya tetap terasa indah. Karena ia akui, ia telah lama mendamba. Gisa, memasuki sebuah kafe dan tersenyum begitu mendapati sosok berbalutkan jas abu-abu yang tengah duduk di bangku meja barisan kanan.

Dengan buku yang terbuka di kedua tangannya. Ukiran senyum Gisa terlengkung. Ia berjalan dengan tenang walau debar jantungnya kian melaju. Hingga, Gisa tiba tepat berdiri di depan lelaki secerah mentari, dalam hidupnya itu dan, menyapa dengan menyembunyikan rona merah,

"Selamat siang. Maaf terlambat, Pak Alfad."











TBC

Kamu yang mana?

-Penyuka film romance

-Penyuka film horror

Ok, babai!

Obsession of SafinaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang