[15]

6.3K 630 107
                                    

Aku mencarimu dalam waktu yang berhenti.

Tidak peduli rintangannya, aku selalu berada di sisimu....

**

Ada yang berbeda pagi ini.

Jelas berbeda karena Safina telah mengambil keputusan besar. Kemarin, ketika Safina mengatakan yang sejujurnya pada David, bahwa ia menyukai lelaki lain, usai tertawa dengan sorot mata terluka dan amarah, David tak berkata apapun.

Lelaki itu hanya terdiam dan menampilkan senyum terluka.

Setelah itu, setelah hening yang menusuk relung keduanya, David tersenyum lebar. Dan berkata dengan seringaian yang kini tak sempurna. Hanya sebagian.

"Harusnya... beritahu aku dari dulu. Aku pikir, kamu akan membuka hati. Tapi nyatanya apa yang kuperjuangkan selama ini, percuma. Ketika aku tidak tahu bahwa hati yang ingin kuraih ternyata sudah memiliki pengisi."

Detik itu, Safina yang terdiam.

Ia seolah juga merasakan sakit yang David rasakan. Tapi, bukankah sekarang lebih baik daripada terus berlanjut? David pamit. Dan bola mata hazel itu, sulit terbaca.

"Astaghfirullah." Safina menggelengkan pelan kepalanya. Ntah yang keberapa kali.

Ia kembali fokus mengisi data sebagai panitia acara besar hari ini. Yang otomatis, fakultatif hari ini alias tidak belajar. Suasana sekolah begitu ramai dengan hiruk pikuk jajanan kecil yang menyenangkan.

Safina mengumpulkan beberapa lembar data kepanitiaan. Dan membawanya untuk diserahkan pada Kak Salsa di ruang Blue Writer. Ia berjalan seorang diri di ruang lorong bagian ruang guru. Karena, tak ada murid yang diperbolehkan berkeliaran di sekitar tempat ini kecuali panitia. Namun, Safina seolah merasakan ada yang mengikutinya.

Apa, hanya perasaannya saja?

Tap... tap....

Bunyi langkah sepatu Safina, terdengar jelas. Safina berhenti tiba-tiba dan, benar saja. Ada bunyi sepatu yang tertinggal. Safina segera berbalik badan. Seketika, pandangannya mengernyit heran.

"Eland?"

**

Safina tertawa tak menyangka.

Ketika tahu apa tujuan Eland menemuinya. Eland minta diajarkan tulisan bahasa Arab. Itu tantangan dari pamannya yang baru datang dari Surabaya. Hanya saja, ia malu untuk menyapa Safina mengingat pertemuan terakhir mereka yang tak bersahabat. Sehingga, Eland lebih memilih membuntutinya. Lihatlah wajah dingin lelaki itu yang termakan gengsinya.

"Sial. Gue gak boleh bawa mobil lagi kalo gak bisa nulis arabnya Al-Fatihah," umpat Eland di sisi Safina yang sudah menuliskan ayat terakhir dari surah pembukaan itu.

"Selesai," tutur Safina sambil tersenyum senang.

"Njir, cepat banget." Eland melongo' tak percaya. Sedetik, kedua bola mata Safina mengerjap. Eland, auranya tak lagi terasa dingin. Benarkah? Eland menatap takjub tulisan Arab Safina yang begitu indah. Baik dari segi bentuk maupun kelentukannya. Dan, Eland segera berdehem tatkala menyadari Safina yang memperhatikannya sambil menahan tawa.

Obsession of SafinaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang