Miss this story?
**
"Lah, tapi kan udah bel masuk kelas, Land!"
Bak angin lalu, Eland tak menggubris sama sekali rengekan Safina tersebut. Bahkan kini, menahan pergelangan tangan kanan Safina secepat kilat, agar sosok gadis berhijab manis tersebut tak dapat melarikan diri. Safina menahan dongkol bukan main. Pasalnya ia tak pernah sekalipun membolos. Tamatlah riwayatnya, alpa pertama yang ia dapatkan di masa putih abu-abu ini.
"Sekali alpa gak bikin lo mati juga."
"Eland! Tapi hari ini ada pelajaran-"
"Diem. Anggap ini kenang-kenangan." Akhir kata Eland ucapkan teramat pelan, diantara riuhnya suasana pagi ini. Tapi Safina masih dapat mendengarnya dengan begitu jelas.
"Hah? Maksud kamu?"
Tak ada jawaban. Hening. Harusnya Safina sudah menduga bahwa seorang Eland akan tetap semenyebalkan ini. Saking kalutnya Safina, ia jadi tidak sadar jika sosok Eland membawanya ke bagian area belakang sekolah. "Lho, Land? Katanya mau ke kantin!?" Safina semakin panik. Awas saja jika Eland berani berbuat yang tidak-tidak, Safina akan menendang harta karunnya.
Eland melepas genggaman tangan pada Safina. Menatap gadis itu dingin sekaligus jengkel. "Apa yang ada di otak lo, hm?" Sebuah jitakan sudah melayang begitu saja mengenai kepala Safina. "Aw! E- emang apa yang aku pikirin?" Safina terbata, membuang arah pandangan secepat mungkin. Eland tersenyum miring. "Dasar bodoh."
Srek! Srekk!
Tanpa sangka Eland mengangkat beberapa papan triplek penghalang dinding. Dan tebak? Sebuah pintu terlihat dibaliknya. Kedua bola mata Safina membulat sempurna seketika. Eland memiringkan kepala diiringi seulas senyuman licik. "Yaps, benar. Pintu jalan rahasia bolos gue. Cuma gue yang tau selama ini. Yaiyalah gue yang buat, haha."
Safina benar-benar tak habis pikir sekarang, dimana letak kewarasan otak seorang Eland. Safina tanpa sadar, sudah jatuh begitu dalam tentang segala hal yang berkaitan dengan Eland. Entah itu serius ataupun hal-hal kecil yang terasa begitu konyol.
"Ingat kata gue."
Eland membuka suara dengan nada sulit diisyaratkan. Sebelum akhirnya menarik lengan Safina cepat melewati pintu tersebut dan kembali menutupnya, jangan lupa dengan triplek lain yang digunakan Eland untuk kembali menutupi.
"Hah? Apa?"
"Alpa sekali gak buat lo mati."
**
Ok, sarapan nasi goreng di pagi hari.
Seluruh tubuh Safina serasa benar-benar lemas detik ini, serasa seluruh pasokan napasnya diserap habis oleh tingkah laku gila seorang Eland Wardana Putra. "Lo jadi panitia di festival nanti?" Suara serak basah Eland terdengar dari seberang meja. Membuat Safina yang tengah menunduk melahap makanannya dengan pasrah, mengangkat wajah.
"Hm, iya. Padahal udah lama banget gak ikutan jadwal organisasi. Tapi kak Salsa tetap percayain buat jadi panitia." Eland mengangguk-mengangguk singkat. Tepat ketika ia akan menyuapkan kembali sesendok nasi goreng ke dalam mulutnya, Eland mengeluarkan kalimat yang membuat Safina terkaget. Lagi. "Gue bakal isi acara. Sebagai novelis."
"Eh? Seriusan!?" Kedua bola mata Safina berbinar seketika. Tak menyangka Eland berani kembali turun dalam dunia yang ia cintai dan tinggalkan selama ini. Eland mengangguk singkat. "Habisin makanan lo cepet." Safina mendengus. Tapi tak ayal menuruti ucapan Eland. Sesaat keduanya sibuk menghabiskan makanan dalam hening. Asik dengan pemikiran masing-masing.
Safina sedikit berjengit kaget tatkala Eland bangkit dari posisi duduknya dan segera membayar seluruh pesanan termasuk minuman di warung yang tak jauh dari sekolah ini. Benar-benar nekat. Tentu saja dengan berjalan kaki. Eland menoleh pada Safina dan menyaksikan santapan gadis itupun sudah habis tak bersisa. Eland tersenyum diam-diam.
"Ayo."
Safina berdiri dan mengikuti langkah Eland. Ia pun menjelaskan bahwa tak enak dengan traktiran langka Eland ini, tapi Eland justru mengatainya alay. Membuat Safina manyun mau tak mau. Disaat keduanya berjalan di seberang trotoar, diantara lalu-lalang bisingnya kendaraan ibu kota, tiba-tiba saja Safina mempercepat langkah kakinya agar selaras dengan Eland. Sesuatu mengusik otak kecilnya.
"Land, aku mau nanya."
"Tanya aja."
Eland tetap berjalan, Safina mengikuti sedikit susah payah. "Kenapa kamu bersedia ngisi acara sebagai novelis di festival nanti? Maaf kalau aku nanya gini, aku- " langkah Eland terhenti sedetik kemudian. " -penasaran...." Kalimat Safina yang sempat terjeda pun, tuntas. Eland menoleh ke arah Safina yang ikut menghentikan langkah. Mengangkat sedikit alis tajamnya, Eland menatap Safina intens. Tak terduga.
"Inget kalimat gue."
Kedua alis Safina mengkerut. Bingung.
"Apa? Alpa sekali gak buat aku mati?"
Eland terbahak kecil, menahan tawa. "Bukan, ada lagi yang lain."
Sedetik, dua detik, hingga lima detik. Safina tetap pada ekspresi wajah bingung polosnya. Membuat Eland menahan geram sekaligus gemas. "Selain lola, lo juga pikunan banget ya." Safina menghela napas jengkel. "Apa? Aku nyerah." Eland kali ini sama sekali tak terbahak. Namun seulas senyuman manis di kedua bibir tipisnya ntah mengapa terasa begitu menyakitkan bagi Safina.
"Anggap ini, kenang-kenangan."
TBC
Yes finally update!
Kalau kamu dendam sama orang kamu yang mana nih :
A. Balas
B. Biarkan
C. Isi sendiri
KAMU SEDANG MEMBACA
Obsession of Safina
RomanceRomance - Teenfiction - Religi [TELAH DITERBITKAN] Akankah obsesiku membawaku untuk mencintai Tuhanmu dan Tuhanku? Aku cemburu kepada-Nya. Karena cintamu, sepenuhnya tertuju untuk-Nya. Aku ingin, merasakan cinta itu. Mendambamu, sedemikian dalam. Ma...