🎶Tie Me Down By Elley Duhe dan Gryffin
🌿🌿🌿
Pajak jadian sudah menjadi ritual wajib yang harus di penuhi untuk orang yang baru pacaran, katanya sebagai bentuk rasa syukur karena cintanya tidak ditolak. Hati Ardy seperti taman bunga, penuh dengan beragam bunga serta tumbuh bermekaran, bunganya juga memberi manfaat bagi sang kupu-kupu yang sedang singgah. Tanpa diminta, sebelum diporoti oleh teman-temannya, Ardy berinisiatif untuk mengungumkan pada semua orang di kelasnya bahwa hari ini ia akan mentraktir semua orang sebagai pajak jadian, karena Ardy tahu jika tidak melakukan itu, maka teman sekelasnya akan makan di kantin tanpa membayar lalu menjadikan Ardy kambing hitam.
Mereka, Windy dan kawan-kawannya serta Ardy dan kawan-kawannya pula duduk di satu meja kantin. Mereka sedang menunggu pesanan yang masih di siapkan oleh Teh Uly. Akibat pajak jadian yang Ardy lakukan membuat kantin Teh Uly dominasi dipenuhi dengan orang-orang dari kelas XI IPA 3. Meski bukan hanya Teh Uly yang berdagang di sekolah, tetapi rasa tidak pernah berbohong, kenikmatan masakan wanita memang itu tidak bisa tergantikan.
Dengan duduk saling herhadapan, cewek-cewek duduk di depan cowok-cowok. Kinara, Windy, Lie dan Jelay berhadapan dengan Ali, Ardy, dan Alzam. Sedari bel berdentang, Ardy tidak melepaskan genggaman tangan Windy seolah ia takut cewek itu akan diambil orang. Melihat hal itu maka keluarlah sifat julid yang tersembunyi di hati Ali.
"Ya elah, mentang-mentang baru jadian yang digenggam tangan Windy mulu. Perasaan lo kemarin-kemarin genggamnya tangan gue deh."
Alzam membalas selaannya sambil tertawa meremehkan.
"Sok-sokan cemburu lo Li. Bilang aja lo iri karena Ardy cintanya keterima, sementara lo ditolak mentah-mentah sama si Bunga."
Ali memajukan bibir satu senti. Cukup miris dengan kata-kata Alzam. Tetapi ia tidak bisa memungkiri.
"Lo mah Zam jujur amat, nyakitin tau," ujarnya dengan wajah terluka sementara di mata orang lain terlihat jenaka.
"Ututu, sayang ..." Alzam memeluk Ali. Mengelus-elus pipinya seperti membujuk anak kecil yang akan menangis. "Sini peyuk."
Kinara hanya tersenyum melihat tingkah lucu mereka. Oh iya, ia baru sadar. Arga di mana ya? Biasanya ia lebih heboh dari teman-temannya yang sudah heboh. Ia lebih jenaka dari teman-temannya yang sudah jenaka. Kinara tidak melihat lagi batang hidungnya setelah bel berbunyi. Bukannya bermaksud peduli, Kinara hanya penasaran saja. Tetapi Kinara hanya menyimpan rasa keponya, karena malas jika nanti akan menimbulkan kesalahpahaman dari teman-temannya.
"Zam itu tangan lo kenapa kuning gitu?" tanya Jelay seraya memperhatikan telapak tangan Alzam terdapat bercak noda kuning.
"Biasa, abis cebok,"
"Anjing lo!" Ali mengumpat seraya menjauhkan tangan Alzam yang mendekap tubuhnya.
"Jorok banget sih Zam ish, ini kantin loh ah," cakap Windy yang kesal sekaligus mewakili kekesalan teman-temannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
KinarArga (End)
Teen FictionYang Kinara Bautista lakukan hanya menghabiskan uang papa yang tidak ada habisnya. Ia bisa membeli apapun, kecuali membeli janji mama yang pernah berjanji untuk kembali. Kinara merasa tidak berguna, hingga anak laki-laki bernama Gibran Fedelin membe...