🎶Snap — Rosa Linn.
🌿🌿🌿
Memang benar, harusnya Kinara tidak mengabaikan tanggapan beberapa perempuan di luar sana menganai pacaran dengan teman sekelas. Kinara dulu mikirnya nggak sampai putus, tahu-tahu malah sebaliknya. Sekarang mau tidak mau, suka atau tidak suka, Arga akan terus berada di sekelilingnya. Hampir setiap hari Kinara akan melihat Arga tertawa, Arga yang suka bercanda, Arga yang tampak tidak pernah merasa bersalah. Dan Kinara harus bisa beradaptasi dengan itu.
Sesudah putus berbulan-bulan lalu, mereka saling memutuskan kontak bicara. Mulainya di awal Arga hanya membalas WhatsApp Kinara dengan kata "ya sudah". Makanya Kinara kini juga mengharuskan diri untuk bersikap ya sudahlah. Dilihat dari tingkahnya, Arga masih tidak ada bedanya. Ia tetap saja bercanda dengan orang-orang disekitarnya, termasuk merecoki uru yang mengajar ketika pelajaran berlangsung.
"Bu Rumi, Bu Rumi... " Arga memanggil di saat Bu Rumi, guru matematika sedang menuliskan materi untuk di pelajari para muridnya sesaat lagi.
"Ada apa Arga?"
"Yang nomor satu itu bacanya apa ya?"
"Ya mana?" Mata Bu Rumi menelik ke arah telunjuk Arga. "Ini? Bacanya peluang ya Arga."
"Jadi hari ini kita belajar peluang Bu?" nyinyir Arga meski ia sudah tahu.
"Iya."
"Kalau peluang mendapatkanmu bisa ajari juga Bu?"
Bu Rumi memberikan wajah tidak bersahabatnya. Arga memang sudah terkenal di kalangan para guru bahwa ia sering kali menggoda guru perempuan, beberapa kali berhadapan dengan Arga tetap saja membuat ia sedikit kesal.
"Maaf tapi saya cuma bisa ngasih peluang untuk mengeluarkan kamu dari kelas ini. Kalau masih tidak sopan, segera keluar, " ujarnya tegas dan menekankan.
Arga belum mati kutu. Ia menyeletuk kepada teman-teman sekelasnya.
"Kenapa sih kita harus belajar matematika?" Arga mengeluh sendiri di mejanya.
"Buat ngitung duit Ga," jawab Ilena sembari menulis di buku tulisnya.
"Matematika itu berat Bu. Kami nggak akan kuat, biar Bu Rumi saja."
Celutukan Arga membuat anak-anak kelas tertawa, sementara Bu Rumi tidak mengubris.
"Uhuy Arga," sela Ali di bangkunya.
"Saya memang bodoh dalam matematika Bu, tapi kalau soal mencintaimu bolahlah di adu."
"Asik. Lanjut Ga hahaha... " Alzam menepuk-nepuk bahu Arga melihat tingkat keberanian dan ketidaksopanannya lumayan gila.
KAMU SEDANG MEMBACA
KinarArga (End)
Dla nastolatkówYang Kinara Bautista lakukan hanya menghabiskan uang papa yang tidak ada habisnya. Ia bisa membeli apapun, kecuali membeli janji mama yang pernah berjanji untuk kembali. Kinara merasa tidak berguna, hingga anak laki-laki bernama Gibran Fedelin membe...